[psikologi_net] Memelet Dosen oleh: Vincent Liong
Memelet Dosen Sebuah makalah yang menjelaskan dengan ringkas bagaimana seorang Vincent Liong memelet dosen-dosennya ? Dengan membaca tulisan ini Vincent Liong mengharapkan agar anda para pembaca mampu memelet dosen anda juga sehingga terjadi keseimbangan antara hubungan Dosen & Mahasiswa dalam kegiatan belajar-mengajar setidaknya dalam kelas anda sendiri Makalah singkat ini akan menjelaskan kepada anda baik yang mahasiswa atau juga merupakan dosen, tentang sistematika yang digunakan oleh seorang Vincent Liong terhadap dosen yang kebetulan mengajarnya di kelas. Vincent Liong sebagai penulisnya berusaha agar metode-metode praktikal yang telah diujicoba pada sebagian matakuliah yang diikuti oleh Vincent Liong mulai akhir semester pertama hingga semester kedua Vincent Liong di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya yang belum juga berlalu. Penulis / Peneliti: Mbah doekoen Vincent Liong Mahasiswa Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya NIM: 2005-70-108 Masa Penelitian: Februari 2006 Maret 2006 Disebarluaskan & didiskusikan sebelumnya, di LINK : http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/14488 http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/5569 http://groups.yahoo.com/group/R-Mania/message/1778 http://forum.atmajaya.ac.id/viewtopic.php?t=737 http://fpsi.atmajaya.ac.id/moodle/mod/forum/discuss.php?d=679 P E N D A H U L U A N Sejarah memang bisa menggulung siapa saja, tetapi manusia bukanlah sepotong gabus yang setelah terombang-ambing dapat diempas ke daratan dan menjadi sampah di pantai. (2002: Sampul belakang) Pernyataan di atas adalah sebuah kalimat yang saya baca saat pertama kali membaca buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Tour. Kalimat ini tercantum pada sampul luar bagian belakang keseluruhan keempat buku dalam Tertralogi Pulau Buru karya bung Pram (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) terbitan tahun 2002. Mengapa saya mengutip kalimat di atas ?! Kalimat di atas sebagai sebuah kalimat yang menjadi anggota sebuah tulisan utuh yaitu Tertralogi Pulau Buru menjelaskan suatu keadaan pada zaman yang diceritakan dalam Novel tsb. Masyarakat pribumi yang tergulung oleh bangsa penjajahnya. Jika kita bandingkan dengan hari ini, tanggal 12 Maret tahun 2006 ketika saya menulis tulisan ini, suatu bangsa tidak lagi menjadi kaya dengan menjajah bangsa lain, era awal Industralisasi yang dilahirkan oleh revolusi Industri sudah lewat. Begitu juga dengan pendidikan formal. Saya membahas hal yang dijelaskan pada tulisan di atas, adalah untuk membahas masalah pendidikan formal yang merupakan warisan dari masa penjajahan dan refolusi industri tsb di atas. Pendidikan formal lahir sebagai warisan dari masa penjajahan dan refolusi industri dimana makna filosofis tentang manusia sebagai sebuah benda dengan mekanisme mesin yang masih tampak pada pendidikan formal saat ini. Manusia dididik dengan tujuan kwalitas kemahiran yang seragam dengan fungsi-fungsi tertentu. Seorang dosen bertugas sebagai mesin penyampai kurikulum yang bekerja, mengajar katanya, di ruangan kelas yang ada terdapat sekumpulan mahasiswa sebagai pendengar, yang bertugas mencatat dan menghafal kurikulum tsb, hingga pada akhir periode pendidikan tertentu di test kemampuan menghafalnya melalui ujian tertulis untuk mendapat nilai (%) kemampuan hafalnya dalam bentuk angka. Manusia di masa kini sudah tidak menghadapi situasi yang sama dengan manusia di masa revolusi industri masih menjadi hal yang baru. oleh sebab itu manusia di masa kini tidak lagi bisa dikotak-kotakkan seperti mesin dengan fungsi spesifik bagian-bagian-nya. Dalam hal proses pendidikan, maka dosen dan mahasiswa tidak bisa lagi diposisikan sebagai mesin pembaca dan mesin pendengar dan penghafal. Saya banyak melihat dosen yang kejenuhan dalam pekerjaannya tetapi tidak ada pilihan lain selain mengajar, begitu juga mahasiswa yang kejenuhan masuk ke kelas, tetapi orangtua dan norma masyarakat memaksanya untuk duduk di kelas mendengarkan dosen yang kejenuhan. Dosen yang jenuh bertemu muka setiap hari dengan mahasiswa yang jenuh untuk sebuah norma masyarakat yang bernama pendidikan. 4 E L E M E N T D A S A R K O M U N I K A S I M A N U S I A Bilamana kita mau membahas manusia sebelum masa penjajahan dan sebelum masa industrialisasi & revolusi indistri maka kita perlu memaknai manusia; sebagai makhluk yang hidup dengan menikmati aspek-aspek kehidupan yang bersifat semiotik, sebuah ritual yang hidup. Contoh sederhananya; Manusia meyakini bahwa mereka membututuhkan jenis makanan tertentu karena manusia sebagai makhluk yang berkelompok, dengan cara yang sejenis berempathy satu sama lain untuk membentuk keyakinan bersama. (Empathy / element: Air / sifat: Air itu menghanyutkan, dan melarutkan. Semua yang di dalamnya terhanyut atau terlarut.) Manusia sebagai makhluk individual selalu ingin menang dengan mengalahkan individu lain. Bila kita membahasnya dalam hal makanan, manusia ingin makan makanan yang lebih enak
[psikologi_net] Memelet Dosen oleh: Vincent Liong
Memelet Dosen Sebuah makalah yang menjelaskan dengan ringkas bagaimana seorang Vincent Liong memelet dosen-dosennya ? Dengan membaca tulisan ini Vincent Liong mengharapkan agar anda para pembaca mampu memelet dosen anda juga sehingga terjadi keseimbangan antara hubungan Dosen & Mahasiswa dalam kegiatan belajar-mengajar setidaknya dalam kelas anda sendiri Makalah singkat ini akan menjelaskan kepada anda baik yang mahasiswa atau juga merupakan dosen, tentang sistematika yang digunakan oleh seorang Vincent Liong terhadap dosen yang kebetulan mengajarnya di kelas. Vincent Liong sebagai penulisnya berusaha agar metode-metode praktikal yang telah diujicoba pada sebagian matakuliah yang diikuti oleh Vincent Liong mulai akhir semester pertama hingga semester kedua Vincent Liong di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya yang belum juga berlalu. Penulis / Peneliti: Mbah doekoen Vincent Liong Mahasiswa Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya NIM: 2005-70-108 Masa Penelitian: Februari 2006 Maret 2006 Disebarluaskan & didiskusikan sebelumnya, di LINK : http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/14488 http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/5569 http://groups.yahoo.com/group/R-Mania/message/1778 http://forum.atmajaya.ac.id/viewtopic.php?t=737 http://fpsi.atmajaya.ac.id/moodle/mod/forum/discuss.php?d=679 P E N D A H U L U A N Sejarah memang bisa menggulung siapa saja, tetapi manusia bukanlah sepotong gabus yang setelah terombang-ambing dapat diempas ke daratan dan menjadi sampah di pantai. (2002: Sampul belakang) Pernyataan di atas adalah sebuah kalimat yang saya baca saat pertama kali membaca buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Tour. Kalimat ini tercantum pada sampul luar bagian belakang keseluruhan keempat buku dalam Tertralogi Pulau Buru karya bung Pram (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) terbitan tahun 2002. Mengapa saya mengutip kalimat di atas ?! Kalimat di atas sebagai sebuah kalimat yang menjadi anggota sebuah tulisan utuh yaitu Tertralogi Pulau Buru menjelaskan suatu keadaan pada zaman yang diceritakan dalam Novel tsb. Masyarakat pribumi yang tergulung oleh bangsa penjajahnya. Jika kita bandingkan dengan hari ini, tanggal 12 Maret tahun 2006 ketika saya menulis tulisan ini, suatu bangsa tidak lagi menjadi kaya dengan menjajah bangsa lain, era awal Industralisasi yang dilahirkan oleh revolusi Industri sudah lewat. Begitu juga dengan pendidikan formal. Saya membahas hal yang dijelaskan pada tulisan di atas, adalah untuk membahas masalah pendidikan formal yang merupakan warisan dari masa penjajahan dan refolusi industri tsb di atas. Pendidikan formal lahir sebagai warisan dari masa penjajahan dan refolusi industri dimana makna filosofis tentang manusia sebagai sebuah benda dengan mekanisme mesin yang masih tampak pada pendidikan formal saat ini. Manusia dididik dengan tujuan kwalitas kemahiran yang seragam dengan fungsi-fungsi tertentu. Seorang dosen bertugas sebagai mesin penyampai kurikulum yang bekerja, mengajar katanya, di ruangan kelas yang ada terdapat sekumpulan mahasiswa sebagai pendengar, yang bertugas mencatat dan menghafal kurikulum tsb, hingga pada akhir periode pendidikan tertentu di test kemampuan menghafalnya melalui ujian tertulis untuk mendapat nilai (%) kemampuan hafalnya dalam bentuk angka. Manusia di masa kini sudah tidak menghadapi situasi yang sama dengan manusia di masa revolusi industri masih menjadi hal yang baru. oleh sebab itu manusia di masa kini tidak lagi bisa dikotak-kotakkan seperti mesin dengan fungsi spesifik bagian-bagian-nya. Dalam hal proses pendidikan, maka dosen dan mahasiswa tidak bisa lagi diposisikan sebagai mesin pembaca dan mesin pendengar dan penghafal. Saya banyak melihat dosen yang kejenuhan dalam pekerjaannya tetapi tidak ada pilihan lain selain mengajar, begitu juga mahasiswa yang kejenuhan masuk ke kelas, tetapi orangtua dan norma masyarakat memaksanya untuk duduk di kelas mendengarkan dosen yang kejenuhan. Dosen yang jenuh bertemu muka setiap hari dengan mahasiswa yang jenuh untuk sebuah norma masyarakat yang bernama pendidikan. 4 E L E M E N T D A S A R K O M U N I K A S I M A N U S I A Bilamana kita mau membahas manusia sebelum masa penjajahan dan sebelum masa industrialisasi & revolusi indistri maka kita perlu memaknai manusia; sebagai makhluk yang hidup dengan menikmati aspek-aspek kehidupan yang bersifat semiotik, sebuah ritual yang hidup. Contoh sederhananya; Manusia meyakini bahwa mereka membututuhkan jenis makanan tertentu karena manusia sebagai makhluk yang berkelompok, dengan cara yang sejenis berempathy satu sama lain untuk membentuk keyakinan bersama. (Empathy / element: Air / sifat: Air itu menghanyutkan, dan melarutkan. Semua yang di dalamnya terhanyut atau terlarut.) Manusia sebagai makhluk individual selalu ingin menang dengan mengalahkan individu lain. Bila kita membahasnya dalam hal makanan, manusia ingin makan makanan yang lebih enak
[psikologi_net] Memelet Dosen oleh: Vincent Liong
Memelet Dosen Sebuah makalah yang menjelaskan dengan ringkas bagaimana seorang Vincent Liong memelet dosen-dosennya ? Dengan membaca tulisan ini Vincent Liong mengharapkan agar anda para pembaca mampu memelet dosen anda juga sehingga terjadi keseimbangan antara hubungan Dosen & Mahasiswa dalam kegiatan belajar-mengajar setidaknya dalam kelas anda sendiri Makalah singkat ini akan menjelaskan kepada anda baik yang mahasiswa atau juga merupakan dosen, tentang sistematika yang digunakan oleh seorang Vincent Liong terhadap dosen yang kebetulan mengajarnya di kelas. Vincent Liong sebagai penulisnya berusaha agar metode-metode praktikal yang telah diujicoba pada sebagian matakuliah yang diikuti oleh Vincent Liong mulai akhir semester pertama hingga semester kedua Vincent Liong di Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya yang belum juga berlalu. Penulis / Peneliti: Mbah doekoen Vincent Liong Mahasiswa Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya NIM: 2005-70-108 Masa Penelitian: Februari 2006 Maret 2006 Disebarluaskan & didiskusikan sebelumnya, di LINK : http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/14488 http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/5569 http://groups.yahoo.com/group/R-Mania/message/1778 http://forum.atmajaya.ac.id/viewtopic.php?t=737 http://fpsi.atmajaya.ac.id/moodle/mod/forum/discuss.php?d=679 P E N D A H U L U A N Sejarah memang bisa menggulung siapa saja, tetapi manusia bukanlah sepotong gabus yang setelah terombang-ambing dapat diempas ke daratan dan menjadi sampah di pantai. (2002: Sampul belakang) Pernyataan di atas adalah sebuah kalimat yang saya baca saat pertama kali membaca buku Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Tour. Kalimat ini tercantum pada sampul luar bagian belakang keseluruhan keempat buku dalam Tertralogi Pulau Buru karya bung Pram (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) terbitan tahun 2002. Mengapa saya mengutip kalimat di atas ?! Kalimat di atas sebagai sebuah kalimat yang menjadi anggota sebuah tulisan utuh yaitu Tertralogi Pulau Buru menjelaskan suatu keadaan pada zaman yang diceritakan dalam Novel tsb. Masyarakat pribumi yang tergulung oleh bangsa penjajahnya. Jika kita bandingkan dengan hari ini, tanggal 12 Maret tahun 2006 ketika saya menulis tulisan ini, suatu bangsa tidak lagi menjadi kaya dengan menjajah bangsa lain, era awal Industralisasi yang dilahirkan oleh revolusi Industri sudah lewat. Begitu juga dengan pendidikan formal. Saya membahas hal yang dijelaskan pada tulisan di atas, adalah untuk membahas masalah pendidikan formal yang merupakan warisan dari masa penjajahan dan refolusi industri tsb di atas. Pendidikan formal lahir sebagai warisan dari masa penjajahan dan refolusi industri dimana makna filosofis tentang manusia sebagai sebuah benda dengan mekanisme mesin yang masih tampak pada pendidikan formal saat ini. Manusia dididik dengan tujuan kwalitas kemahiran yang seragam dengan fungsi-fungsi tertentu. Seorang dosen bertugas sebagai mesin penyampai kurikulum yang bekerja, mengajar katanya, di ruangan kelas yang ada terdapat sekumpulan mahasiswa sebagai pendengar, yang bertugas mencatat dan menghafal kurikulum tsb, hingga pada akhir periode pendidikan tertentu di test kemampuan menghafalnya melalui ujian tertulis untuk mendapat nilai (%) kemampuan hafalnya dalam bentuk angka. Manusia di masa kini sudah tidak menghadapi situasi yang sama dengan manusia di masa revolusi industri masih menjadi hal yang baru. oleh sebab itu manusia di masa kini tidak lagi bisa dikotak-kotakkan seperti mesin dengan fungsi spesifik bagian-bagian-nya. Dalam hal proses pendidikan, maka dosen dan mahasiswa tidak bisa lagi diposisikan sebagai mesin pembaca dan mesin pendengar dan penghafal. Saya banyak melihat dosen yang kejenuhan dalam pekerjaannya tetapi tidak ada pilihan lain selain mengajar, begitu juga mahasiswa yang kejenuhan masuk ke kelas, tetapi orangtua dan norma masyarakat memaksanya untuk duduk di kelas mendengarkan dosen yang kejenuhan. Dosen yang jenuh bertemu muka setiap hari dengan mahasiswa yang jenuh untuk sebuah norma masyarakat yang bernama pendidikan. 4 E L E M E N T D A S A R K O M U N I K A S I M A N U S I A Bilamana kita mau membahas manusia sebelum masa penjajahan dan sebelum masa industrialisasi & revolusi indistri maka kita perlu memaknai manusia; sebagai makhluk yang hidup dengan menikmati aspek-aspek kehidupan yang bersifat semiotik, sebuah ritual yang hidup. Contoh sederhananya; Manusia meyakini bahwa mereka membututuhkan jenis makanan tertentu karena manusia sebagai makhluk yang berkelompok, dengan cara yang sejenis berempathy satu sama lain untuk membentuk keyakinan bersama. (Empathy / element: Air / sifat: Air itu menghanyutkan, dan melarutkan. Semua yang di dalamnya terhanyut atau terlarut.) Manusia sebagai makhluk individual selalu ingin menang dengan mengalahkan individu lain. Bila kita membahasnya dalam hal makanan, manusia ingin makan makanan yang lebih enak