Misi Mesianik Anak Indigo -ditulis oleh: Juswan Setyawan Telah diposting di: http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/1007 http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/19586
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/15563 Mang Iyus <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Vincent Liong jomblo indigo mahasiswa psikologi Unika Atmajaya pernah - entah mengeluh entah setengah menyindir - seakan-akan pada bahu anak indigo dibebankan semacam misi mesianik entah apa. Entah diharapkan bakal jadi penyembuh, penubuat atau membawakan suatu pembaharuan yang bermanfaat bagi banyak orang. Semakin masalah ke-indigo-an seseorang diekspose media massa maka tuntutan semacam itu terasa menekan semakin berat dan menghantui. Pernyataan itu dibuat sehubungan dengan pengangkatan tema anak indigo oleh Metro-TV, yang shooting pada Selasa 13 Februari yang lalu pada mata acara Kick Andy Show. Tema itu akan ditayangkan pada hari Kemis 8 Maret 2007 jam 22.30 wib dan ditayang ulang pada Minggu 11 Maret 2007 jam 15.05 siang. Pada waktu yang tidak terlalu lama stasiun Trans-TV juga telah membuat berencana untuk membuat suatu film dokumenter tentang fenomena anak indigo. Bernarkah anak indigo mempunyai suatu misi mesianik tertentu? Entahlah dan buat apa dipikirkan? Secara nyata di masyarakat kita ini fenomen apapun yang sedikit aneh selalu menarik perhatian masyarakat. Terakhir misalnya ada fenomen nangka berbuah pisang. Padahal itu hanya anomali biasa saja karena buah nangka sebenarnya tak lain adalah kumpulan mahkota bunga yang menggelembung menjadi buah yang dipisahkan satu sama lain dengan lembaran pembungkus berupa lidah-lidah. Hal yang sama terjadi pada buah mengkudu dan buah sukun. Hanya saja pada kasus nangka berbuah pisang itu pembentukan buah terjadi di luar (persis seperti janin yang tumbuh exogenese di luar rahim) sehingga buahnya mengeras dan membentuk satuan mirip pisang. Test akhirnya nanti ialah apakah nanti seetlah matang, rasanya akan seperti rasa pisang atau tetap rasa nangka! Kalau rasanya pisang barulah berhak menyandang gelar nangka berbuah pisang dan berhak mendapat piagam MURI. Anehnya masyarakat sekitar lalu suka duduk-duduk makan angin di bawah pohon ajaib itu. Mungkin mereka tersugesti oleh asupan ion negatif lalu merasa hening dan segar. Bukankah ini juga semacam proyeksi batiniah akan suatu fungsi mesianik yang bahkan dinantikan bahkan dari sebatang pohon bebruah ajaib tersebut? Jangan-jangan nanti ada yang melaporkan telah dapat nomor buntut saat tiduran di bawah pohon tersebut. Bahwa Vincent Liong telah memperkenalkan teknik atau metodologi dekonstruksi dan rekonstruksi memori sudah pernah disebarluaskan, termasuk dengan cara yang non-empatik lewat bomb-mail. Tujuannya waktu semata-mata hanya supaya cepat menyebar luas, sekaligus menutup kemungkinan diakui sebagai penemuan otentik oleh pihak lain, Juga supaya setelah mencapai jumlah peminat tertentu, penemuan itu akan bersifat seperti virus pikiran yang mampu melakukan lompatan kuantum tanpa wahana. Ternyata metode penyebaran-luasannya tidak mungkin melalui lembaga yang telah established seperti Perguruan Tinggi ataupun Rumah Sakit, dsb. Penyebarannya menjadi lebih bersifat individual yaitu mouth to ear (getok-tular). Ternyata pula penyebarannya mengalami blokade psikologis pada masyarakat metropolitan sebaliknya tumbuh subur dan berhasil membentuk paguyuban yang solid dan rutin di kalangan para pengusaha sukses di Tanah Priangan, yang masyarakatnya lebih homogen dan tidak terlalu sofistik. Misi mesianik itu semakin mengambil wujud yang lebih jelas yaitu: Bagaimana membebaskan manusia dari cara berpikir konvensional yang normatif dan bioptional. Sifatnya memperkenalkan cara berpikir baru yang lebih integratif (rasional plus intuitif) namun tidak bersifat judmental hitam-putih (tetapi emaptik) tanpa mengubah bauran variabel kolektif memori yang ada. Tanpa memaksakan perubahan pada orang lain, tetapi merekonstruksi kolektif memori orang tersebut supaya termotivasi untuk melakukan perubahan paradigma berpikir sendiri secara sukarela, benar, sinambung dan integratif; dimulai dari dalam diri sendiri keluar (inside out). Ternyata bila seseorang telah mengalami rekonstruksi dalam kolektif memorinya, maka bukan hanya ia sendiri yang berubah melainkan juga orang-orang di sekitarnya, terutama dan pertama-tama anggota keluarganya sendiri juga turut berubah. Mungkin karena mereka turut tersugesti oleh perubahan yang terjadi pada diri orang pertama tersebut. Suatu ironi dan dilemma justru bakal terjadi pada alma mater yang telah menerima jomblo indigo ini sebagai mahasiswanya. Apakah anak ini akan menjadi kutuk atau berkat bagi alma maternya sendiri? Apakah ia akan menjadi asset berharga atau sebaliknya menjadi blunder dan sumber cemooh bagi mereka. Karena prestasi akademiknya terhambat karena sifat inherent daripada ke-indigo-annya maka anak ini bakal terkena sanksi terberat yaitu drop out karena tidak mencapai indeks pretasi yang disyaratkan untuk naik tingkat. Sebaliknya bila dipertahankan maka akan merusak seluruh sistem yang telah baku dan established. Kembali di sini tampak bahwa perguruannya masih terjebak kepada sistem dan paradigma berpikir dan bekerja yang normatif, legalistik dan bioptional. Mahasiswa yang memenuhi semua persyaratan akademik maka dipersilahkan jalan terus dan siapapun bila tidak memenuhi syarat minimal termasuk absensi maka silahkan hengkang alias DO. Tetapi bila ternyata di kemudian hari ternyata anak indigo memang berhasil dengan the so called misi mesianik-nya, -apalagi yang ada kaitan dengan bidang ilmu pengetahuan di mana ia diterima yaitu psikologi maka realitas itu akan merupakan suatu malapetaka dalam bentuk lain bagi almamaternya sendiri. Jakarta, 17 Februari 2007. Mang Iyus Subject: Re: Misi Mesianik Anak Indigo http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/15563 Mang Iyus <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Suatu ironi dan dilemma justru bakal terjadi pada alma mater yang telah menerima jomblo indigo ini sebagai mahasiswanya. Apakah anak ini akan menjadi kutuk atau berkat bagi alma maternya sendiri? Apakah ia akan menjadi asset berharga atau sebaliknya menjadi blunder dan sumber cemooh bagi mereka. Karena prestasi akademiknya terhambat karena sifat inherent daripada ke-indigo-annya maka anak ini bakal terkena sanksi terberat yaitu drop out karena tidak mencapai indeks pretasi yang disyaratkan untuk naik tingkat. Sebaliknya bila dipertahankan maka akan merusak seluruh sistem yang telah baku dan established. Kembali di sini tampak bahwa perguruannya masih terjebak kepada sistem dan paradigma berpikir dan bekerja yang normatif, legalistik dan bioptional. Mahasiswa yang memenuhi semua persyaratan akademik maka dipersilahkan jalan terus dan siapapun bila tidak memenuhi syarat minimal termasuk absensi maka silahkan hengkang alias DO. Tetapi bila ternyata di kemudian hari ternyata anak indigo memang berhasil dengan the so called misi mesianik-nya, -apalagi yang ada kaitan dengan bidang ilmu pengetahuan di mana ia diterima yaitu psikologi maka realitas itu akan merupakan suatu malapetaka dalam bentuk lain bagi almamaternya sendiri. Vincent Liong answer: Menurut perkiraan saya, saya akan di DO pada akhir semester 4 di pertengahan Juli 2007. Tentunya pada waktu surat DO tsb muncul maka saya akan memposting / membombmail beberapa dokumen, diantaranya: * KHS (Kartu Hasil Study) semester 1-4. * surat DO. Yang menarik adalah soal bagaimana respon fakultas Psikologi unika Atma Jaya menghadapi fenomena Vincent Liong. Untuk menjaga realita ala ruang kelas maka secara kompak dosen-dosen fakultas Psikologi selalu kompakan pura-pura tidak tahu perihal apapun yang terjadi di realita luar ruang kelas soal perkembangan seorang Vincent Liong. Bilamana ada realita tentang keberadaan Vincent Liong muncul atau ada di dekat mereka maka mereka yang menghindar agar tetap dapat mengatakan ketidaktahuan. Ini telah terjadi sepanjang Vincent Liong menjadi mahasiswa di Unika Atma Jaya, Jakarta. Misalnya ketika acara Kick Andy kemarin ada wakil dari fakultas Psikologi yang lain termasuk UI malah ada dosen dari fakultas Hukum Unika Atma Jaya ingin datang tetapi terlambat booking, tetapi meski semua staff pengajar dari fak Psikologi, Kedokteran, Hukum, Administrasi, Ilmu Pendidikan, Tekhnik, dlsb saya kirimi undangan yang sama maka fakultas selain fakultas Psikologi merespon tetapi tidak ada dari fakultas Psikologi unika Atma Jaya. Salah satu yang paling menarik adalah fenomena yang terjadi di <http://fpsi.atmajaya.ac.id/moodle/mod/forum/view.php?f=1> web resmi Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya, Jakarta. Web awalnya adalah web yang cukup aktif, web ini terakhir kali digunakan untuk memposting tulisan oleh mahasiswa/dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya pada hari Kamis, 28 Juli 2005 jam 04.23AM. Web ini mulai dimasuki tulisan Vincent Liong pada hari yang sama jam 05.36 (ketika Vincent Liong mendaftar jadi mahasiswa baru angkatan 2005), dan sejak itu praktis tidak digunakan lagi untuk memposting tulisan oleh mahasiswa/dosen Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya hingga hari ini Minggu, 18 Februari 2007. Perkiraan saya, ini terjadi akibat sistem pengajaran di Fakultas Psikologi pada umumnya yang memiliki kesukaan melabelkan orang. Maka dari itu orang yang tidak terdefinisikan oleh buku-buku kepribadian yang dibuat di barat; misalnya Vincent Liong atau kepribadian suku-suku di Indonesia misalnya suku Jawa, Tionghoa, dlsb maka daripada mendapat masalah kesulitan melabelkan lebih baik membuat jarak yang cukup agar tidak perlu menganggap realita tsb ada di lapangan, dan kembali fokus pada realita di dalam ruangan kelas saja. Pekerjaan seperti HRD, Test IQ, dlsb yang dibanggakan Psikologi juga bukan pekerjaan yang menyentuh realita karena tidak menghadapi kegiatan produksi, pemasaran, dlsb yang kongkrit di dunia kerja selain bermain konsep untuk menjudgement yang sifatnya konsep juga. Maka dari itu meski fakultas Psikologi mencetak banyak mahasiswa, tetapi berapa sich jumlah Psikolog yang kita dengar di realita di masyarakat?!. Mengapa masalah hak praktek misalnya konseling saja kalau dulu lulus S1 sudah boleh praktek, sekarang diperpanjang hingga harus lulus S2, bahkan ditulis di buku undang-undangnya fakultas-fakultas Psikologi. Saya tidak terlalu kahwatir kalau saya sampai benar di DO. Kalau benar saya sampai di DO malahan akan menjadi kesempatan untuk membuka mata mahasiswa psikologi yang seperti para penganut agama fanatik, oleh pemuka agamanya dijejeli dogma, judgement, paham soal pelabelan-pelabelan agar tidak menyentuh realita sehingga masih beragama Psikologi, hingga nanti (4 tahun kuliah S1 + 2 tahun kuliah S2) baru kaget sendiri ketika mau tidak mau harus menghadapi realita yang berbeda dengan hafal mati yang ditekankan. Sedangkan saya sendiri akan lebih fokus pada research saya dengan Kompatiologi dan membuka kemungkinan untuk adanya research yang lebih serius karena saya lebih banyak waktu kosong. Kalau saya gagal ya tentu fakultas yang men DO saya harus bersyukur, kalau saya sukses akan menjadi aib soal fenomena dimana Fak Psikologi punya kecenderungan jaga jarak dengan realita. Kasus seperti saya ini bukan kasus pertama yang ditemui Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya. Sekian tahun silam ahli mentalist si Deddy Corbuzer juga mengundurkan diri dari fakultas psikologi Atma Jaya kalau tidak salah di semester ke-3. Memang beda dengan saya yang memiliki banyak massa dan jadi penemu ilmupengetahuan sendiri. Meski demikian, masalahnya tentu tidak jauh dari... "Bosan menjadi manusia yang hidup tetapi dianggap tidak ada di realita kaum ber-agama 'Psikologi'." realita ruang kelas berbeda dengan realita di luar kelas / masyarakat. mengajar di ruang kelas berbeda dengan mengajar di luar ruang kelas. lulus di ruang kelas berbeda dengan lulus di luar kelas / masyarakat. ...dlsb... ttd, Vincent Liong Jakarta, Minggu, 18 Februari 2007 Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com