arbawi, Rabi'ul Awal 1425 H

PADA MULANYA MEMANG SENDIRI

Di Thaif yang pahit, RasuluLlah merasakan betul sakitnya tersendirikan.
Alangkah sepinya. Saat-saat mencekam itu. Terasing. diusir dengan kasar.
Hanya ditemani pembantu setia, Zaid bin Haritsah. Dnia seperti tak
menyisakan orang-orang ramah. Seluruh penduduk dusun itu megaraknya.
Perempuan, anak-anak, dan para budah bersorak riuh. Mereka melempari batu.
Kakinya berdarah. Meleleh melurumuri terompahnya.

Tiga tokoh yang ditemuinya hanya saling mencibir. Jangankan mau beriman.
Menolak sapaan dengan sopan saja tidak. "Apakah Allah tidak mendapatkan
orang selain dirimu," ejek salah seorang dari mereka pada akhirnya.

Segera RasuluLlah beranjak. Di tengah perjalanan pulang ia menepi. Ia
mengadukan semua duka itu pada Allah. Dalam untaian do'a yang sangat
terkenal.

Tak berlebihan, bila RasuluLlah, kelak berkisah pada istri tercintanya,
Aisyah, bahwa dibanding kesedihan di Uhud yang berdarah-darah, kesendirian
di Thaif jauh lebih mengiris.

Berusaha menjadi baik, berproses menjadi baik, dalam konteks pribadi, di
jalan Islam yang diridloi Allah, memang sebuah pilihan hidup yang
menyendirikan. Begitu pula mengajak orang lain meniti jalan yang baik,
mengusung ajaran Islam, di atas perjuangan da'wah pada lingkup apa pun. Itu
adalah kesepian yang berlipat dan kesendirian di atas kesendirian. Paling
tidak pada mulanya. Lalu untuk waktu yang sangat lama.

Tetapi lihatlah dua puluh satu tahun kemudian. Itu waktu yang tidak singkat,
memang. Tapi kesabaran di jalan sepi itu toh pada akhirnya berbuah
kebersamaan. RasuluLlah sangat bersyukur, memuji Allah. Dengan ketundukan
yang sangat utuh. Di atas ontanya ia merunduk khusyu'. Saat Mekkah berhasil
ditaklukkan. Dahulu Rasul terpaksa meninggalkan tanah suci itu dengan
kesedihan yang menyayat. Tapi gelora rindunya tetap abadi. Sepuluh ribu
pasukan penakluk Mekkah adalah jumlah yang sangat fantastis, laksana
gelombang, ia terlalu perkasa untuk mengubur kemenangan kesendirian di
Thaif, hanya bersama Zaid, berdua saja.

Akhirnya RasuluLlah tidak lagi sendiri. Dan agama ini, perjuangannya,
da'wahnya, seruannya, ajakannya, proses orang-orangnya dalam menghayati dan
mengamalkannya, menemukan kebersamaan, dukungan, dan gairah fitrah yang
bergelora.

Tak lama setelah Mekkah ditaklukkan pada tahun 8 Hijrah, orang-orang
berbondong-bondong datang menemui RasuluLlah. Masyarakat dengan antusias
menyatakan dirinya masuk Islam. Kesepian itu hanya ceirta masa lalu. Untuk
dikenang kesedihannya sebagai keniscayaan perjuangan, juga untuk diingat
sebagai bekal syukur, betapa pada akhirnya ada hari-hari bersuka cita
setelah Mekkah ditaklukkan.

Sejak hari itu tak ada lagi kesendirian. Hari itu tak ada lagi kesepian.
Bahkan definisi hijrah fisik dari Mekkah ke Madinah sudah ditutup. Meski
perjuangan dan titian Islam belum sampai di ujung stasiunnya. Ya, karena
memang memperbaiki diri, mendekat lebih dekat kepada nilai-nilai Islam,
tidak mengenal kata selesai. Tapi setidaknya siklus itu telah berputar ke
sisi sebelah jauhnya. Dari kesendirian menuju kebersamaan yang ramai.

Utusan demi utusan datang dari berbagai penjuru. Ada yang datang dengan
berombongan. ada yang beberapa orang saja. Seperti utusan dari Udzrah pada
bulan Shafar tahun 9 Hijriyah. Jumlah mereka dua belas orang. Mereka adalah
Bani Adzrah, saudara Qushai dari pihak ibu. RasuluLlah menerima kedatangan
mereka dengan ramah. Menyampaikan kabar gembira tentang penaklukan Syam.
RasuluLlah melarang mereka mendatangi dukun dan menyembelih korban seperti
yang biasa mereka lakukan sebelumnya. Para utusan ini masuk Islam dan
menetap di Madinah hingga beberapa hari. Setelah itu mereka kembali lagi ke
kaumnya.

Agama Islam benar-benar telah meliputi jazirah Arab. Manusia berduyun-duyun
memeluk Islam. Agama baru yang menjanjikan akhirat. Yang mengentaskan
manusia dari ketertindasan menuju kemerdekaan hakiki.

Seperti itulah sejatinya, maket perjuangan Islam. Seperti itulah semestinya
jalan yang dipilih setiap muslim. Di ruang lingkup apa pun, bila kita telah
menetapkan diri untuk menjadi muslim, kita harus selalu menambah pengetahuan
kita tentang Islam, meningkatkan isi kantong keimanan kita. Itu semua adalah
proses panjang meniti kesendirian.

Di Mekkah kesendirian itu memang pernah melewati masa panjangnya. Lalu
memasuki siklus baru: masa keramaian dan orang berbondong-bondong masuk
islam. Tapi siklus itu akan kembali lagi. Seperti yang telah diingatkan
RasuluLlah, bahwa agama ini datang dalam keterasingan, ia juga akan kembali
terasing sebagaimana permulaannya. Tetapi kita juga harus percaya, bahwa
siklus kesendirian juga akan disusul dengan siklus kebersamaan. Bahwa ada
saat kita sendirian. Tapi ada juga saat dimana kita tidak sendirian.

Perjalanan dari Thaif hingga penaklukan Mekkah, adalah pelajaran berharga
bagi setiap muslim. Tentang bagaimana memilih jalan hidup lalu mengerti
resiko jalan itu. Seorang muslim semestinya selalu berjuang bagi dirinya,
bagi keluarganya, bagi masyarakatnya, bagi bangsanya. Berjuang mengamalkan
nilai-nilai Islam, menegakkan ajaran-ajaran Islam. Di tempat kerja, di
rumah, di tempat belajar, di lingkaran kekuasaan, bahkan dalam kehidupan
diri sendiri yang sangat privat sekalipun, proses menjadi muslim yang baik
harus terus dilakukan.

Hanya dnegan itulah sesungguhnya kita akan menemukan keramaian dan keramahan
hidup yang sesungguhnya. Meski pada mulanya terasa sepi. Sebaliknya,
orang-orang di keramaian kotor dan kerumunan orang-orang yang culas,
seungguhnya mereka kesepian, meski secara lahir diselimuti dengan hiruk
pikuk.

Menjadi muslim yang baik, pada mulanya adalah sepi. Berda'wah di tengah
tekanan dan ancaman, pada mulanya adalah sepi. Menapaki jalan kebaikan,
sejengkal demi sejengkal, pada mulanya adalah sepi. Menghapus satu demi satu
kesalahan dengan taubat dan kecintaan pada kebajikan, pada mulanya adalah
sepi. Menyuarakan hak-hak rakyat di tengah karnaval penguasa-penguasa busuk,
pada mulanya adalah sepi. Berpartai dengan cara yang Islami, pada mulanya
adalah sepi. Tidak terbawa oleh arus budaya yang melenakan, pada mulanya
adalah sepi.

Begitulah, Tapi pada akhirnya akan ada hari ketika Allah memberikan
kemenangan. Pada hari itu orang-orang beriman bersuka cita dengan
pertolongan Allah. Saat manusia berbondong memilih jalan yang baik.

Dari Thaif hingga penaklukan Mekkah. Adalah bentangan kisah tentang
kesendirian di atas kebenaran, kesepian di jalan kebaikan, yang berakhir
dengan kebahagiaan dalam kebersamaan. Cermin itu tak pernah kusam, bagi
siapa saja yang ingin mengerti arti hidup, sebagai apapun, dalam konteks
apapun.

____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke