Assalamualailkum wr.wb

Tulisan ini sangat bagus menurut saya, semoga bermanfaat
Sumber :http://www.kaltimpost.web.id/berita/index.asp?Berita=Utama&id=73651


Wassalam

Ummu Maryam



Politik Rasul


JIKA benar Islam menjadi agama mayoritas warga negeri ini, bagaimanakah cara berpolitik, tata pergaulan dan ekonomi di sini mestinya mewujud? Ataukah kita (masih) hendak menaruh agama hanya di kesempitan surau, di atas rehal, di pojok mimbar? Dan urusan-urusan cara berpolitik, sistem sosial dan ekonomi di keluasan areal di luar pagarnya?


Secara sinematografis film The Message, The Story of Islam karya Mustapha Akkad, tidaklah istimewa. Menurut saya, karya ini masih setingkat di bawah karya Akkad yang lain, Lion of The Desert --yang juga dibintangi Anthony Quinn dan Irene Papas. Tetapi dengan The Message sutradara kelahiran Mesir itu seolah membuka jendela apresiasi yang sedikit berbeda, mengenai agama yang seakan sudah kita anut sejak dalam kandungan ini. Sejenis penyegaran untuk pemahaman yang telanjur indoktriner, kelewat hitam putih, dan dingin.

Saya belum menemukan kata yang lebih tepat untuk menyimpulkan wujud apresiasi menurut pemandangan di balik ?jendela? itu. Tetapi, setidaknya, ia adalah ?sesuatu? yang bukan sekadar persoalan fikih, apalagi sebatas keyakinan yang ?hanya? tidak bisa ditawar; dan seolah tidak memerlukan proses panjang untuk kemampuan menjawab, mengapa ia harus menjadi keyakinan.

The Message mungkin mirip buku versi lain dari buku-buku yang selama ini kita baca dengan tema dasar serupa. Ia berusaha merekonstruksi masa-masa awal Islam turun di Makkah melalui Rasulullah Muhammad SAW.

Rasulullah tidak membawa Islam serta merta dalam wujud ?kemewahan? lahiriahnya kini; ketika penganutnya bisa memilih model sajadah, ?kelas? ibadah haji, kenyamanan masjid, wewangian, songkok, baju gamis dan aneka simbol badani, yang sebenarnya tak terkait langsung dengan esensi komunikasi makhluk dengan Sang Khaliq.

Tak ada hegemoni apalagi pengaruh politik para kiai, ciuman tangan, dan kepatuhan total para santri. Yang ada hanyalah kesederhanaan; ya dalam jumlah pengikut, ya dalam fasilitas. Kesederhanaan atau kebersahajaan itu berhadapan dengan tekanan para penggenggam adidaya bangsawan Quraisy, seperti Abu Sofyan dan istrinya, Hindun.

Tak ada mobilisasi dan penggalangan massa. Yang ada ?cuma? kesabaran menjalani amanah; bahwa selain prinsip akidah, prinsip-prinsip persamaan derajat dan perdamaian harus ditebar -- apa pun risikonya. Juga, bahwa areal di luar pagar surau adalah juga ?wilayah? ibadah, ?wilayah? yang mestinya ikut mengalami pewarnaan agama.

?Jalan pedang? yang oleh sebagian kalangan diidentikkan dengan penyebaran Islam, pada awalnya bukanlah pilihan Rasulullah SAW. Mungkinkah komunitas beliau yang kala itu minoritas mau nekat, menantang perang kaum Quraisy yang tidak hanya mayoritas dalam jumlah massa, melainkan juga mayoritas dalam penguasaan segenap sumber energi bagi keberanian angkat senjata?

"Maafkan aku, ya Rasulullah. Tetapi, terus membiarkan mereka menekan, adalah sama dengan mengecilkan nilai-nilai kemanusiaan," kata Hamzah, sang paman yang pemburu singa. Kala itu, Rasulullah hijrah ke Madinah, sanak kerabat pengikutnya yang tetap tinggal di Makkah dianiaya, kekayaan mereka dijarah. Dan toh Rasulullah baru mengangkat senjata, setelah lebih dulu berkonsultasi kepada Allah.

"Kita hanya memerangi mereka yang jelas telah bertindak aniaya! Itu pun jika mereka masih melawan! Tak ada sabetan pedang untuk kerabat mereka, atau siapa pun yang tidak ikut berperang! Tak ada penyerangan untuk mereka yang cacat, perempuan, orangtua, dan anak-anak! Tidak ada pohon yang ditebang! Kita hanya melawan karena ditekan! Kita tidak maju untuk menguasai!" seru Bilal Sang Muazin, sesaat sebelum tigaratusan personel itu bergerak maju. Dan pasukan Rasulullah menang.

Peperangan sesudah itu, yang dipicu oleh dendam kekalahan pada perang pertama, dimenangkan kaum Quraisy. Hindun menyewa seorang budak yang mahir menombak, dan melaksanakan misinya dengan cara yang tidak kesatria; melepaskan tombak saat Hamzah sedang bertarung. Beliau gugur. Si budak merobek dadanya, dan Hindun melaksanakan sumpah; mengunyah jantung pengawal setia Rasulullah itu!

Berikutnya adalah Traktat Makkah, yang menyepakati gencatan senjata selama sepuluh tahun. Rasulullah menggunakan masa damai ini bagi penyebaran prinsip-prinsip akidah, persamaan derajat, pemuliaan kaum perempuan dan perdamaian.

"Si kaya menanggung si miskin, si kuat menjaga si lemah, si normal menolong si cacat. Tak ada penghinaan untuk tawanan perang. Dan ingatlah, senyum pun ibadah," begitu pengikutnya berdakwah. Kebekuan hati Khalid bin Walid yang mengalahkan pasukan Rasulullah dalam perang sebelum Traktat Makkah perlahan lumer.

"Saya meminta Rasulullah tidak ikut mengangkat kayu. Biarlah itu menjadi urusan kami. Tapi beliau lantas bertanya, ?memangnya apa beda antara kalian dan aku?? Beliau minta dipahami sebagai manusia biasa, yang juga memiliki kewajiban sama dengan yang lain," kata pengikutnya, di tempat yang berbeda. Tak ada pengkultusan, tak ada penyanjungan berlebihan seperti yang mungkin diperlakukan pada sebagian mereka yang kini disebut ?warasatul ambiyaa? - pewaris para nabi itu. Yang ada hanyalah penghormatan yang wajar, sebab penghormatan paripurna hanya milik Allah.

"Bagaimana anak gembala bisa mengatakan perempuan dan lelaki sederajat belaka? Perempuan itu seperti perhiasan, yang bisa kupakai dan kucopot kapan pun aku mau! Orang itu sudah gila! Tigaratus dewa di sekitar Kakbah mau dimusnahkannya pula!" reaksi bangsawan Quraisy, saat Rasulullah menganjurkan pemuliaan kaum perempuan dan penyingkiran berhala-berhala.

Tapi Rasulullah toh memenangi perang tak berpedang ini. Ia tidak menguasai Makkah, tetapi menguasai batin mayoritas penduduknya. Kaum Quraisy penganut ?berhalaiyah? lalu menjadi sangat minoritas. Bahkan Khalid bin Walid serta Abu Sofyan lantas mengucapkan syahadat di depan beliau.

?Partai? Rasulullah memenangi ?pemilu? akidah di Makkah, juga di negeri-negeri yang jauh; Persia, Alexandria, dan Byzantium (?) - dan kelak di hampir seluruh penjuru dunia.

Ya. Beliau memenangi ?pemilu? itu dengan kekuatan hati dan kesempurnaan konsep tentang tatanan hidup, selain dengan keteladanan. Beliau tidak menggunakan massa apalagi membentuk satgas untuk menekan, satgas beliau hanya untuk bertahan. Beliau tidak korupsi, apalagi menggunakan uang hasil keterampilan maling itu untuk membeli pilihan. Beliau tidak melakukan koalisi untuk hanya meraih kekuasaan. Beliau tidak menebar fitnah untuk menjatuhkan lawan. Beliau tidak mengumbar janji untuk merebut hati. Beliau tidak takabur untuk menganggap diri sendirilah yang baik, dan yang lain buruk belaka.

Beliau ?hanya? berbisik ke pojok-pojok hati yang sunyi tapi kering-kerontang dan hampa. Beliau ?hanya? bicara tentang persoalan-persoalan esensial; betapa makna hidup tak akan dapat dibangun cuma dengan kekuasaan --sebab kekuasaan sejati hanya milik Allah. Beliau ?hanya? menyodorkan tata nilai bagi prinsip-prinsip hidup bersama; bukan hanya antarsesama manusia, melainkan bahkan antarsesama makhluk ciptaan Sang Khaliq, lalu membuktikan kebenarannya.

Hindun, melalui budak yang dibayarnya, hanya bisa menombak untuk membunuh badan Hamzah yang mulai renta. Tapi bukan membunuh akidah yang justru membuat sang pahlawan melesat ke surga. Harta dan daya upaya hanyalah sarana, dan tidak lebih penting dari kemuliaan hakiki yang harus dituju, yakni tempat prestisius di sisi Tuhan, serta manfaat moral di antara sesama.

Dan kini, setelah seribu empatratusan tahun, ketika Islam telah demikian berpengaruh, dalam musim di mana langit penuh kalkulasi politik, tatkala ikatan kebangsaan, kekerabatan bahkan agama jadi kacau oleh fanatisme partai dan capres unggulan, bagaimanakah mayoritas warga negeri yang konon pengikut Rasulullah ini hendak menampilkan diri?

Rasulullah mungkin memang mampu melakukan itu semua karena back up Allah. Dan keteguhan hati para pengikut terdahulu itu boleh jadi tak goyah karena mereka berdiri di sisi beliau, menjadi makmum salat yang beliau imami. Namun, bagi kepentingan apakah sumpah syahadat untuk berada di barisan beliau itu? Atau bisakah keagamaan hanya terlafal untuk terabaikan? Bisakah ia hanya jadi setara muntah janji di panggung-panggung kampanye, yang kemudian terpura-pura lupakan?

Quraisy dalam tarikh memang sebuah kelompok yang berkuasa dan jahiliah. Tapi kekuasaan dan kelakuan jahil adalah juga sebuah ?konsep? sikap dan kelakuan. Ia bisa ada di mana-mana, pada siapa saja, dan kapan saja.

Ataukah kebanyakan kita telanjur telah jadi Quraisy, hingga tak lagi tahu sedang menghadapi apa? Wallaahua?lam, wa na?udzubillaahi min dzaalik! (Syafril Teha Noer)

http://www.kaltimpost.web.id/berita/index.asp?Berita=Utama&id=73651

===========================================================================================
Netkuis Instan untuk wilayah Bandung (kode area 022) - SD,SMP,SMA berhadiah total puluhan juta rupiah... periode I dimulai 1 April 2004
===========================================================================================
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke