Bismillaah, Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim

Al-hamdulillaah. Dialah yang menciptakan dan memelihara seluruh sistem di bumi ini. Setiap sistem (baca: 'alam) selalu dilengkapi dengan peraturan-peraturan (diin). Allah menciptakannya dengan kasih dan sayang yang tak terbatas. Maka Dia jugalah yang berwenang memberi penilaian terhadap suatu sistem yang dijalankan oleh makhluk-Nya (manusia, dll). Semoga kita diberikan kemudahan oleh Allah untuk menjalankan sistem yang diperuntukkan bagi kita. Itulah sistem Islam !

Terima kasih kepada Mas Suryo, yang telah menanggapi mail renungan saya. Insya Allah, saya akan menanggapi sedikit saja tentang "RIBA", yang selalu menjadi perdebatan itu.

At 02:18 PM 2/9/2001,"Mas SurYo" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Saya yakin, bahwa semua Umat Islam, dari kelompok/sekte/madzhab manapun akan mengharamkan RIBA.
Pertanyaan yg masih jadi ganjalan : Apakah BUNGA BANK konvensional sama dengan RIBA ?.

Saya tidak ingin langsung menunjuk hidung dulu bahwa ini atau itu adalah riba. Saya ingin mencoba mengungkap serba sedikit tentang definisi "riba" itu dulu. Mudah-mudahan kita semua sepakat.

(1). Menurut "Kamus Pintar Agama Islam" karangan Drs. Cholil Uman, Mas'ud Nawawi dan Mahmuddin, yang diterbitkan oleh Penerbit "Citra Umbara" Bandung 1995,  yang dimaksud riba adalah "Bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang, yaitu akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama tidaknya atas penukaran barang menurut syara' atau terlambat menerimanya dari akad tersebut.

Buku tersebut juga menjelaskan bahwa Riba diharamkan oleh Islam dan dapat dibagi dalam beberapa macam:

(a). Riba Qardhi, yaitu amkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan bagi yang mempiutangi, baik dalam prosentase atau yang lainnya.

(b). Riba Yad, yaitu peminjam dan yang meminjami bercerai dari tempat akad sebelum timbang terima. Dalam keadaan demikian dikhawatirkan terjadinya penyimpangan yang tidak diketahui kedua belah fihak.

(c). Riba Nasaa', yaitu memberikan hutang kepada orang lain dengan batas waktu tertentu dan apabila terlambat mengembalikannya maka dinaikkan jumlah/nilainya sebagai tambahan.

Jika kita perhatikan dari ketiga jenis riba tersebut, kalau boleh saya menyimpulkannya, bahwa yang "dimaksud riba iadalah kelebihan pengembalian yang ditetapkan di awal akad pinjam meminjam berdasarkan nominal pinjamannya" atau "tambahan nilai yang ditetapkan di awal peminjaman berdasarkan nominal pinjaman".

Contohnya adalah :
Kasus Satu:
Si A meminjam uang kepada Si B sebanyak Rp.1.000.000,--. Pada awal peminjaman, Si A dan Si B sepakat bahwa setelah 3 bulan Si A akan mengembalikan kepada Si B dengan jumlah Rp.1.300.000. Dalam akad yang dilakan oleh A dan B terdapat riba sebanyak Rp.300.000,-- (jumlah pengembalian dikurangi jumlah peminjaman), karena angka ini telah ditetapkan di awal akad pinjam-meminjam.

Kasus Dua:
Si A memberikan penawaran kepada siapa saja yang mau menyimpan uangnya kepadanya, maka akan diberikan "bunga simpanan" sebesar 2% setiap bulannya yang dihitung dari jumlah saldo simpanannya. Maka bunga simpanan 2% yang telah ditetapkan di awal penyimpanan itulah riba-nya.

Kasus Tiga:
Si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada Si B yang akan digunakan untuk suatu usaha yang halal menurut syara'. Si A berjanji akan mengembalikannya setelah 3 bulan dan Si B setuju agar Si A mengembalikan dengan jumlah yang sama. Setelah tiga bulan, benar Si A mengembalikannya kepada Si B sebesar Rp.1.000.000,--. Akan tetapi selain itu, Si A memberikan uang sejumlah Rp.500.000,- kepada Si B sebagai hadiah dan rasa terima kasih karena dengan uang yang dipinjamkan Si B itu, Si A memperoleh penghasilan yang banyak dan uang Rp.500.000,-- yang diberikan kepada Si B itu adalah sebagaian kecil dari keuntungan usahanya.

Di sini tidak ada riba !, karena uang sejumlah Rp.500.000,- itu tidak ditetapkan di awal akad peminjaman di antara Si A dan Si B. Si A memberikan uang itu kepada Si B dengan senang hati dan ikhlas.

Dalam hal ini tentunya masing-masing kelompok memiliki alasan, apakah menghalalkan atau mengharamkan atau mensyubhatkan. Konsekwensi dari masing-masing alasan akan berdampak terhadap Legitimasi BANK KONVENSIONAL bagi Umat Islam.
Kalau ada yg ingin berkomentar beserta alasannya yg akurat (Nash) , saya akan sangat berterima kasih sekali
Wassalaam.
 

Jika uraian di atas boleh dipercaya, saya fikir, Mas Suryo sudah dapat menilai sendiri riba tidaknya "Sistem Simpan Pinjam" yang dilakukan oleh Bank Konvensional. Dan bagaimana pula dengan Sistem Bank Perkreditan Syari'ah ? Akan benar-benar non riba ? Kita tungga para Ahli BPR Syari'ah yang ada di milis ini untuk menjelaskannya.

Mari kita galang kekuatan ekonomi kita dengan Sistem Ekonomi Non Riba. Semoga dengan demikian, uang dan harta yang kita miliki benar-benar bersih dan suci dari hal-hal yang dilarang Allah kita melakukannya.

Semoga bermanfaat, mohon maaf atas segala kekurangan dan terima kasih atas segala perhatiannya.

As-Salaamun alaikum
Syaifuddin Ma'rifatullah

Kirim email ke