Ass. wr. wb. Para urang awak sekalian... berikut saya sampaikan tulisan ttg spin-off PT. Semen Padang yang masih bermasalah...
yang pertama email dari salah seorang karyawan PT. Semen Padang dan yang kedua tulisan Revrisond Baswir, salah seorang pengamat ekonomi... Mudah-mudahan menambah pengetahuan kita ttg kondisi yg terjadi disana... -------------------------------------------------------------------------- Pada tanggal 30 Juni yang lalu direksi PTSP versi RUPSLB dan Petinggi Gresik didukung oleh 3 peleton Brimob dan 1 peleton Dalmas Polda Sumbar. ( dimana hal ini kita anggap ilegal, karena berdasarkan hasil keputusan pengadilan Negeri Padang tanggal 9 mei 2003 diputuskan bahwa hak hak istimewa pemegang saham dibekukan sementara sampai keputusan final, tapi hal ini dilanggar oleh Gresik dan tetap mengadakan RUPSLB sedangkan menurut UU tentang perindustrian disebutkan bahwa yang berhak memberi wewenang untuk mengadakan RUPSLB adalah pengadilan negeri dimana perusahaan itu berada (Final/ tdk bisa naik banding), hal ini juga tidak disetujui oleh PN Padang sehingga Gresik mengajukan kasasi ke MA dan dikabulkan, jika kita lihat UU tentang perindustrian bearti MA tidak berwenang artinya sudah 2 keputusan yang dilanggar oleh Gresik, sebagai anak bangsa yang cinta pada tanah airnya tentu kami tidak bisa terima karena sudah terlalu banyak dibohongi (Proses akuisisi P.T S.P. tahun 1995 ke Gresik juga cacat hukum karena tidak menggunakan Peraturan Pemerintah) dan mentri BUMN menjanjikan Spin-Off sesuai aturan yang berlaku dan membentuk team internal untuk Spin-Off(yang orang orangnya adalah kaki tangan Gresik), ini hanya sekedar untuk mengalihkan perhatian masyarakat, mengapa ?, kita kaji aturan aturan yang berlaku itu disebutkan bahwa dalam RUPS jika dilakukan perubahan kepemilikan saham harus disetujui oleh pemilik saham minoritas, berarti harus dengan persetujuan CEMEX, seharusnya pemerintah meminta persetujuan dari CEMEX ( hitam diatas putih) jika CEMEX setuju baru Spin-Off bisa jalan tapi jika tidak pemerintah tidak bisa berbuat apa apa, ini yang seharusnya dilakukan pemerintah dan dibentuknya team internal hal ini seolah olah menggambarkan bahwa Gresik serius untuk melakukan Spin-Off tapi ini hanya tipuan untuk mengalihkan perhatian masyarakat) berusaha masuk ke P.T. S.P. untuk yang kedua kali, pertama menggunakan preman tidak berhasil, hal ini karena kami Alhamdulillah berada dalam lindunganNYA maka usaha yang kedua ini tetap tidak berhasil ( dan kami juga sudah berkali kali menerima intimidasi intimidasi seolah olah kami melakukan pidana dan bahkan disebutkan berpotensi untuk melakukan makar Astaghfirullah, terakhir terjadi pengeroyokan terhadap salah satu korlap SPSP dan sempat dirawat dirumah sakit ). Saat ini direksi versi RUPSLB melakukan hal hal sbb ; 1. Membuat SPSP tandingan, Alhamdulillah Allah Maha Besar dan Maha Tahu maksud maksud yang tersembunyi, mereka beri nama SPReformasi dengan anggota 14 orang ( dari 2600-an anggota SPSP). 2. Memblokir dana dana PTSP yang ada di bank ( hanya BNI46 yang tdk bisa diintervensi) disini Allah juga menunjukkan KuasaNYA, mereka terlambat 1 hari sehingga sebagian uang masih dapat dicairkan untuk pembayaran gaji karyawan). 3. Membuat opini disurat kabar secara berkala. dan ini yang paling berbahaya 4. Melakukan adu domba masyarakat SUMBAR dengan memanfaatkan masyarakat yang opportunist. Terakhir jika perjuangan kami ini gagal karena kehendak Allah ( mungkin usaha dan doa belum cukup ), tapi kami tidak akan malu pada anak cucu kami, karena kami telah berusaha. Harapan kami di Padang adalah doa dan restu dari saudara saudara yang ada dirantau agar perjuangan kami ini menjadi perjuangan masyarakat Indonesia untuk menegakkan kebenaran dan harga diri. Wassalam Deddy Saptomo (Karyawan PT. Semen Padang) ------------------------------------------------------------------------- ‘Rampokisasi’ Semen Padang Oleh: Revrisond Baswir Staf Pengajar FE UGM, Yogyakarta “Tak putus di rundung malang,” mungkin itulah untaian kata yang paling cocok untuk mengungkapkan perjalanan PT Semen Padang beberapa tahun belakangan ini. Satu-satunya perusahaan milik negara yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Barat tersebut, selama bertahun-tahun ternyata tidak pernah berhenti menjadi sasaran kejahilan pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai perusahaan itu. Anehnya, walau pun beberapa tahun terakhir pemerintahan telah berganti beberapa kali, nasib malang PT Semen Padang belum juga berakhir. Seperti sudah menjadi suratan, PT Semen Padang cenderung hadir menjadi semacam kutukan bagi masyarakat Sumatera Barat. Keberadaan perusahaan itu di ranah Minang tampak seolah-olah tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi untuk memicu sengketa dan perpecahan di antara mereka. Bila ditelusuri ke belakang, nasib malang yang saya sebut sebagai ‘rampokisasi’ PT Semen Padang itu, secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga periode berikut: periode akuisisi, periode penjualan kepada mitra strategis (strategic sales), dan periode penggantian manajemen. Periode akuisisi berlangsung tahun 1995. Periode strategic sales terjadi tahun 1998. Sedangkan periode penggantian manajemen berlangsung sejak 2002. Periode Akuisisi Sebagaimana diketahui, tahun 1995 PT Semen Padang (dan PT Semen Tonasa) dialihkan kepemilikannya oleh Pemerintah kepada perusahaan milik negara lainnya, PT Semen Gresik. Walau pun tindakan tersebut ditentang oleh masyarakat Sumatera Barat, tetapi mereka yang berkuasa ketika itu terus maju melanjutkan rencananya. Secara bisnis, tindakan yang dikenal sebagai akuisisi itu mungkin tampak cukup masuk akal. Penggabungan ketiga perusahaan tersebut diharapkan akan melahirkan sebuah grup perusahaan yang lebih tangguh dan efisien. Tetapi sebagaimana terungkap belakangan, tindakan tersebut ternyata dilakukan dengan cara-cara yang sangat ceroboh dan bersifat melanggar hukum. Sekurang-kurangnya terdapat tiga bukti yang mengungkapkan terjadinya kecerobohan dan pelanggaran hukum dalam pelaksanaan akuisisi itu. Pertama, pelaksanaan akuisisi PT Semen Padang (dan PT Semen Tonasa) ternyata berlangsung ketika PT Semen Gresik dipimpin oleh seorang Direktur Utama (Fuad Rivai alm.) yang juga merangkap sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Perindustrian. Dengan demikian, penggabungan ketiga perusahaan itu dilakukan dalam suatu situasi yang sarat dengan pertentangan kepentingan (conflict of interest). Dengan demikian, objektivitas pelakanaan akuisisi sulit dipertanggungjawabkan. Kedua, sebagaimana terungkap dari laporan keuangan PT Semen Gresik per 31 Desember 1995, pelaksanaan akuisisi itu ternyata dilakukan dengan nilai yang lebih rendah dari nilai wajar kedua perusahaan yang diakuisisi. Nilai wajar PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa ketika itu adalah Rp1,61 triliun. Tetapi kedua perusahaan tersebut diakuisisi oleh PT Semen Gresik, yang ketika itu 27 prosen sahamnya sudah dijual di bursa, dengan nilai hanya Rp1,03 triliun. Dengan demikian, dari transaksi akuisisi itu, pemegang saham PT Semen Gresik serta merta mendapat diskon sebesar Rp581 milyar. Dalam laporan arus kas PT Semen Gresik, angka Rp581 milyar itu dicatat sebagai Kewajiban Yang Dianggap (Liabilities Assumed). Anehnya, dalam laporan keuangan PT Semen Gresik per 31 Desember 1996, informasi itu menguap begitu saja. Ketiga, sesuai dengan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), akusisi PT Semen Padang (dan PT Semen Tonasa) oleh PT Semen Gresik ternyata dilakukan tanpa penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) yang secara khusus mengatur hal tersebut. Padahal, sesuai dengan Undang-undang (UU) No. 9/1969, perubahan kepemilikan Pemerintah pada sebuah BUMN harus dilakukan dengan menerbitkan PP. Dengan demikian, secara hukum, akuisisi PT Semen padang (dan PT Semen Tonasa) oleh PT Semen Gresik ini harus dinyatakan sebagai perbuatan ilegal dan batal demi hukum. Periode Strategic Sales Sebagaimana diketahui, PT Semen Gresik menjual sebagaian saham di bursa pada tahun 1991. Tahun 1998, setelah mengakuisisi PT Semen Padang (dan PT Semen Tonasa), PT Semen Gresik melanjutkan penjualan sebagian sahamnya dengan pola strategic sales kepada perusahaan semen asal Meksiko, Cemex SA de CV. Sekali lagi, secara bisnis, penjualan saham PT Semen Gresik Grup kepada mitra asing ini tampak cukup masuk akal. Dengan masuknya Cemex SA de CV yang tercatat sebagai tiga besar perusahaan semen dunia, PT Semen Gresik Grup diharapkan akan tumbuh menjadi perusahaan semen kelas dunia. Tetapi sebagaimana terungkap pasca pelaksanaan strategic sales, penjualan sebagian saham PT Semen Gresik Grup kepada Cemex SA de CV ini pun ternyata juga sarat dengan kecerobohan yang mengarah pada perbuatan melawan hukum. Sekurang-kurangnya terdapat tiga tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan ceroboh yang berindikasi melawan hukum dalam periode strategic sales ini. Pertama, terungkapnya indikasi insider trading bersamaan dengan pelaksanaan strategic sales. Sebagaimana terungkap dalam laporan pengaduan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) kepada Kejaksaan Agung, sebagaimana dikutip oleh majalah berita mingguan Gamma No. 26-3/2001, terdapat 14 perusahaan yang diduga terlibat dalam praktik pat gulipat yang berujung pada pemecatan Ketua Bapepam IPG Ary Suta tersebut. Beberapa diantaranya adalah Danareksa Sekuritas, Semen Gresik, Bahana Sekuritas, Cemex, New Old Investment, dan Harita Kencana Sekuritas. Sedangkan beberapa nama orang dalam yang diduga turut mengetahui informasi penjualan saham PT Semen Gresik Grup itu adalah Tantri Abeng, Herwidiyatmo, Sudjiono Timan, Agus Projosasmito, Djonatan Tjan, Gunawan Yusuf, Michael Staheyess, dan Harry Tanusudibyo. Entah apa yang terjadi, kasus itu hingga kini menguap begitu saja. Kedua, harga jual PT Semen Gresik Grup kepada Cemex SA de CV ternyata sangat jauh di bawah nilai wajar perusahaan semen yang berlaku secara internasional. Dalam wawancara yang dilakukannya dengan Financial Times, CEO Cemex SA de CV Lorenzo Zombrano, memang secara terbuka mengatakan bahwa harga perusahaan semen di Asia pada masa yang ditandai oleh krisis ekonomi itu sangat murah jika dibandingkan dengan harga pada keadaan normal. Sebagaimana dikatakannya, “Ini adalah saat yang tepat untuk berbelanja di Asia. Sebelum krisis, harga perusahaan semen di Asia setara dengan US$500 per ton kapasitas. Kini setelah krisis, harga perusahaan semen di Asia merosot menjadi hanya US$100 per ton kapasitas.” Sesuai dengan prediksinya, ketika membeli Rizal Cement di Manila, Cemex membayar US$114 per ton kapasitas. Tetapi ketika membeli PT Semen Gresik Grup, Cemex ternyata hanya membayar US$47 per ton kapasitas. Dan ketiga, mengulangi kesalahan yang terjadi pada saat pelaksanaan akuisisi, pelaksanaan strategic sales ini pun ternyata tidak disertai dengan penerbitan PP yang secara khusus mengatur hal tersebut. Dengan demikian, sekali lagi, sesuai dengan UU No. 9/1969, pelaksanaan strategic sales PT Semen Gresik Grup ini pun seharusnya dinyatakan sebagai perbuatan ilegal dan batal demi hukum. Periode Penggantian Manajemen Menyusul beralihnya kekuasaan dari pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid ke pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri pada Agustus 2001, berbagai upaya untuk melakukan penjualan lanjutan (put option) PT Semen Gresik Grup mulai muncul ke permukaan. Hal itu memang sesuai dengan klausul yang tercantum dalam Commitment on Sales and Purchase Agreement (CSPA), yang ditandatangani Pemerintah ketika melakukan strategic sales pada 1998. Tetapi karena pada masa itu tuntutan masyarakat Sumatera Barat untuk memisahkan (spin off) PT Semen Padang dari PT Semen Gresik sedang mengalami titik naik, rencana pelaksanaan put option itu langsung ditentang oleh masyarakat Sumatera Barat. Bahkan, sebelum put option benar-benar terlaksana, masyarakat Sumatera Barat segera menerbitkan maklumat yang menyerahkan kewenangan penguasaan PT Semen Padang kepada Pemerintah Daerah Sumatera Barat. Setelah melalui berbagai upaya negosiasi, termasuk dengan munculnya gagasan untuk membentuk induk perusahaan baru (PT Semen Indonesia), rencana put option itu akhirnya berlalu begitu saja. Yang menarik adalah implikasi kegagalan pelaksanaan put option tersebut terhadap manajemen PT Semen Padang. Tidak lama setelah tenggat waktu pelaksanaan put option terlampaui, berbagai upaya untuk mengganti manajemen PT Semen Padang mulai muncul ke permukaan. Menurut para pejabat dari Kementerian Negara BUMN, alasan utama penggantian manajemen sebelum masa jabatan berakhir itu adalah untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Tetapi karena tindakan tersebut dilatarbelakangi oleh terjadinya benturan antara pelaksanaan put option dan tuntutan spin-off masyarakat Sumatera Barat, rencana penggantian manajemen itu langsung mendapat perlawanan dari masyarakat Sumatera Barat. Akibatnya, permintaan PT Semen Gresik Grup kepada PT Semen Padang untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), mentah-mentah ditolak oleh manajemen PT Semen Padang. Walau pun demikian, sembari terus mengatakan bahwa upaya penggantian manajemen PT Semen Padang ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan tuntutan spin-off masyarakat Sumatera Barat, PT Semen Gresik terus melaju melaksanakan hajatnya. Akibatnya, kehebohan sehubungan dengan tuntutan spin-off masyarakat Sumatera Barat, pada masa ini mulai berkelindan dengan keributan mengenai penggantian manajemen PT Semen Padang. Beberapa tindakan yang mengarah pada perbuatan melawan hukum selama periode keributan penggantian manajemen ini adalah: Pertama, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, menyusul penolakan manajemen PT Semen Padang untuk melakukan RUPSLB, langkah pertama yang harus ditempuh oleh PT Semen Gresik Grup adalah membawa persoalan tersebut ke Pengadilan Negeri di Padang (PN Padang). Tetapi karena dalam persidangan di PN Padang PT Semen Gresik Grup gagal mengemukakan alasan yang jelas, PN Padang secara tegas menolak permintaan tersebut. Dengan ditolaknya permintaan PT Semen Gresik Grup untuk menyelenggarakan RUPSLB oleh PN Padang, sesungguhnya tidak ada lagi alasan bagi PT Semen Gresik Grup untuk terus maju melaksanakan hajatnya. Tetapi PT Semen Gresik Grup tampaknya belum mau menyerah. Perkara yang sama kembali diajukan ke PN Padang. Karena kali ini pun PT Semen Gresik Grup juga tidak dapat mengemukakan alasan yang kuat, maka PN Padang sekali lagi menolak permintaan tersebut. Kedua, gagal meyakinkan PN Padang, PT Semen Gresik Grup mencoba menyudahi perlawanan PT Semen Padang dengan melakukan beberapa hal sekaligus. Dua di antaranya adalah menjegal peluang PT Semen Padang untuk memperoleh pinjaman dari PT Bank Mandiri, dan meminta fatwa ke Mahkamah Agung (MA) untuk menganulir keputusan PN Padang. Sehubungan dengan pengajuan pinjaman oleh PT Semen Padang ke PT Bank Mandiri, kedua perusahaan sebenarnya sudah sampai pada tingkat penandatangan Perjanjian Kerjasama (PK). Dalam PK, persetujuan pemegang saham sama sekali tidak tercantum sebagai salah satu syarat pencairan pinjaman. Tetapi sebagaimana diakui oleh salah seorang pejabat PT Bank Mandiri, penjegalan pencairan pinjaman itu diduga mendapat dukungan dari Kantor Kementerian Negara BUMN. Sedangkan sehubungan dengan permintaan fatwa ke MA, sesuai dengan UU No. 1/1995, yang dengan tegas menyatakan bahwa keputusan PN Padang sebagai keputusan yang bersifat final, tindakan PT Semen Gresik Grup ini secara hukum tentu tidak dapat dibenarkan. Ketiga, secara tidak terduga, permintaan PT Semen Gresik Grup untuk menyelenggarakan RUPSLB dikabulkan oleh MA. Menyusul hal tersebut, PT Semen Gresik Grup segera bertindak mewujudkan hajatnya. Tetapi tiga hari menjelang pelaksanaan RUPSLB, PN Padang menerbitkan putusan sela yang membekukan semua hak istimewa PT Semen Gresik Grup selaku pemegang saham PT Semen Padang. Putusan sela ini diterbitkan oleh PN Padang sehubungan dengan tuntutan legal standing yang diajukan oleh Yayasan Minang Maimbau, yang menuntut pembatalan akuisisi ilegal PT Semen Padang oleh PT Semen Gresik. Dengan terbitnya putusan sela PN Padang, walau pun sudah mengantongi fatwa MA, PT Semen Gresik Grup seharusnya segera membatalkan niatnya untuk melaksanakan RUPSLB. Tetapi PT Semen Gresik Grup tampaknya tidak peduli dengan putusan sela PN Padang. Akibatnya, walau pun RUPSLB berhasil melakukan penggantian manajemen, keputusan itu ditolak mentah-mentah oleh manajemen dan serikat pekerja PT Semen Padang. Penutup Dari uraian singkat perjalanan panjang PT Semen Padang yang mencakup tiga periode tersebut, dapat disaksikan betapa telah bertumpuknya kejahilan yang menimpa perusahaan semen tertua di Indonesia itu. Sebagaimana saya kemukakan ketika memulai tulisan ini, terhitung sejak 1995, satu-satunya perusahaan milik negara yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Barat tersebut, hampir tiada putus dirundung malang. Yang menarik, menyusul diajukannya tuntutan legal standing oleh Yayasan Minang Maimbau, dalam perkara pelaksanaan akuisisi yang cacat hukum, belakangan terbetik kabar bahwa pihak-pihak tertentu dalam lingkungan pemerintahan telah berhasil menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk melegalkan hal tersebut. Bahkan, bersamaan dengan itu, telah tersusun pula RPP untuk melegalkan pelaksanaan strategic sales. Untuk keperluan itu, kedua PP tersebut direncanakan akan berlaku surut sesuai dengan tanggal peristiwanya. Secara hukum, apa pun alasannya, penerbitan kedua PP yang berlaku surut tersebut tentu tidak dapat dibenarkan. Sebab itu, upaya pihak-pihak tertentu untuk tetap memaksanakan penerbitan kedua PP tersebut patut diwaspadai sebagai upaya sengaja untuk menjerumuskan Presiden ke dalam suatu perbuatan melawan hukum. Saya tentu berharap kedua PP itu tidak jadi diterbitkan. Walau pun demikian, semua berpulang pada suratan tangan PT Semen Padang. Jika kedua PP tersebut jadi juga diterbitkan, rasanya tidak ada lagi kata yang perlu diucapkan. Sempurnalah kemalangan PT Semen Padang, dan sempurna pula kedigjayaan ‘rampokisasi’ di negeri ini. Wallahualam. __________________________________ Do you Yahoo!? SBC Yahoo! DSL - Now only $29.95 per month! http://sbc.yahoo.com RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php ----------------------------------------------- Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php ===============================================