Dari Kompas Minggu Sep 24, manganai Rumah Bagonjong.
http//www.kompas.com/kompas-cetak/0009/24/latar/rice.htm
Ado katurunan Pagaruyung didalam artikelko
'Ndaro
~~~~~~~~~~
Minggu, 24 September 2000
Bagonjong, Wujud Arsitektur dari Karya Sastra
Siapa nyana kepiawaian orang Minangkabau, Sumatera Barat (Sumbar),
berpantun-pantun adat, berpetatah-petitih atau bersastra sedari dulu sampai
sekarang ternyata bisa membuahkan hasil yang mengagumkan. Salah satunya,
arsitektur rumah bagonjong.
"Arsitektur rumah bagonjong atau rumah gadang awalnya merupakan implementasi
dan manifestasi karya sastra lama. Arsitek rumah bagonjong, Tan Tejo Gurhano,
menurut hikayat tanpa tahun yang jelas, konon menerjemahkan karya sastra
pantun-pantun adat ke dalam bentuk gambar, sehingga jadilah arsitektur rumah
bagonjong," kata budayawan Eddy Utama.
Ia mencontohkan, dalam pemilihan tapak rumah (tempat rumah gadang akan
didirikan), misalnya, diterjemahkan dari; Nan lereng ditanam tabu. Nan
tunggang ditanam buluah. Nan gurun buek ka parak. Nan bancah jadikan sawah.
Nan munggu ka pandam pakuburan. Nan gauang katabek ikan. Nan lambah kubangan
kabau. Nan padek ka parumahan. Artinya, rumah gadang tidak boleh didirikan
pada tanah yang basah, rendah atau labil atau di atas lahan pertanian.
Masyarakat Minangkabau dituntun dalam penggunaan lahan dan tanaman harus
disesuaikan dengan kondisi dan sifat masing-masing.
Begitulah. Siapa pun yang sempat melihat keelokan alam, keragaman seni-budaya,
dan tradisi yang berkembang dan hidup dalam kehidupan masyarakat Minangkabau,
salah satu yang paling berkesan pastilah soal rumah bagonjong tadi.
***
Rumah gadang atau rumah yang besar, sesungguhnya adalah sebuah bangunan tempat
tinggal, mempunyai banyak kamar tetapi jumlahnya ganjil, ruang tengah yang
luas dengan bentuk bangunannya yang khas. Selain tempat tinggal, rumah gadang
juga dijadikan sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas dan upacara-upacara
adat seperti upacara perkawinan, kematian dan menobatkan/ mendirikan
penghulu. Oleh karena itu rumah gadang juga sering disebut Rumah Adat.
Menurut Ir Raudha Thaib MP, salah seorang keturunan Raja Pagaruyung, bagi
masyarakat Minangkabau rumah gadang mempunyai multifungsi. Tidak hanya tempat
untuk mengadakan upacara-upacara adat, tetapi sekaligus "pusat informasi"
suatu kaum/suku terhadap keberadaan anggotanya. Dari rumah gadang itu
mereka mengetahui, mengenal, dan mengontrol setiap tindakan dan perilaku
anggota kaum.
"Rumah gadang juga merupakan 'alamat yang jelas' dari seseorang, tempat
pulang/kembali. Dan lebih dari itu, rumah gadang adalah tanda dan status dari
seseorang. Menurut ajaran adatnya, seseorang dapat dikatakan orang Minang
apabila orang itu mempunyai rumah gadang ," ungkap Raudha.
Oleh karena begitu pentingnya, rumah gadang mendapat perlakuan istimewa. Dia
selalu dipertahankan oleh setiap anggota kaumnya ; dijaga status, wibawa, dan
fungsinya. Bila rumah gadang tidak mendapat perawatan yang baik, mungkin
karena tidak ada dana untuk perbaikannya, maka adatnya membolehkan kaum itu
menggadaikan tanah pusaka untuk membiayai perbaikan. Rumah gadang tidak dapat
dimiliki secara pribadi, tetapi harus atas nama kaumnya.
Menurut Raudha, yang juga dikenal luas sebagai sastrawan dengan nama Upita
Agustine, mendirikan rumah gadang adalah suatu kerja besar dan utama bagi
sebuah kaum. Setiap tahapan dari proses pendiriannya diperhitungkan dengan
cara seksama dan dapat dilihat sebagai sebuah pola dari penggunaan tanah dan
tumbuh-tumbuhan.
Dicontohkan, misalnya soal pemilihan tapak rumah, tidak boleh didirikan pada
tanah yang basah, rendah dan labil atau di atas lahan pertanian. Soal arah
depan rumah gadang , yang harus mempertimbangkan segi keamanan, kepercayaan,
dan kesehatan.
Soal pemilihan bahan dan waktu pengambilan. "Bahan atau kayu yang akan dipakai
untuk mendirikan rumah gadang diperhitungkan dengan teliti. Kayu yang akan
dijadikan bahan harus memenuhi beberapa persyaratan dan waktu tata cara
pengambilan yang tepat. Misalnya, misalnya kayu tak boleh diambil
dari kayu yang ditebang sedang dalam masa berbunga. Bila kayu sedang berbunga
digunakan untuk tiang atau dinding, akan mudah dimakan kembang dan rayap.
Umumnya jenis kayu yang dipakai untuk bangunan rumah gadang disesuaikan dengan
kegunaan, seperti untuk tiang, lantai, dinding, pintu, paran dan lain-lain,"
jelas Raudha.
Bahan atap yang baik adalah ijuk dari pohon enau. Bentuk atap yang melengkung
dan runcing ke atas itu disebut gonjong. Karena atapnya membentuk gonjong,
maka rumah gadang dikenal juga dengan sebutan rumah bagonjong . Atapnya yang
lancip berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis.
Air hujan yang bagaimana pun lebatnya, akan meluncur cepat pada atapnya.
Sementara itu, menurut Yulfian Azrial, budayawan yang menulis buku Budaya
Alam Minangkabau, kolong rumah gadang dibuat tinggi agar memberikan hawa yang
segar, terutama pada musim panas, Disamping itu lebih aman menghadapi bahaya
banjir.
"Hal yang tak kalah pentingnya dari segi arsitekturnya, adalah tiang-tiang
rumah gadang yang tidak ditanam ke dalam tanah.Tiang-tiang ini hanya
diletakkan di atas batu layah. Untuk menghubungkan tiang-tiang dan bagian
rumah tidak digunakan paku, melainkan pasak dari bambu. Kondisi ini membuat
rumah gadang relatif tahan terhadap goncangan gempa ataupun angin kencang,"
katanya.
***
KEBERADAAN rumah gadang juga didukung desain dari lingkungan pekarangannya.
Setiap tanaman yang ditanam di pekarangan mempunyai aturan tersendiri, mengacu
pada ungkapan adat. Untuk tanaman obat-obatan dan aromatik, seperti bunga
culan, inai, piladang hitam, sidingin di dekat tangga. Bunga melati di bawah
jendela. Bunga cimpago langgo dan dalimo angso di depan dan belakang anjung
bungo nango di samping rumah. Rumpuik saruik di dekat sandi, bungo rayo jalan
ke tepian.
Untuk tanaman hias, seperti kemuning ditanam pada keempat sudut halaman.
Puding emas untuk pagar bagian dalam. Puding perak pagar bagian luar.
Sedangkan lanjuang ditanam berderet di jalan masuk halaman dengan (gerbang).
Pucuak lanjuang itulah nanti, kata Raudha, yang diselipkan di pintu rumah oleh
seseorang yang menyampaikan berita kematian.
Sedang tanaman rempah-rempah, ditaman pada sebuah parak (ladang kecil) di
samping pekarangan rumah gadang mempunyai fungsi tersendiri. Seperti serai,
salam, belimbing, tapak leman, asam puyuh dan lain-lain.
Tanaman buah-buahan sepeti jambak, harus ditanam di tengah halaman. Manggis
dan lansek ditanam di bagian kiri dan kanan halaman. Kepala puyuh di samping
kiri-kanan dapur. Limau manis di bagian belakang. Pisang dekat dapur, pinang
dekat anjung.
"Dari pola tanaman pekarangan rumah gadang seperti itu, dapat dikatakan bahwa
masyarakat Minang sangat arif dan sangat mengenal betul yang akan mereka
tanam. Baik mengenai tempat tumbuh, cara tumbuh, sifat dan kegunaan yang
selalu disesuaikan dengan penempatannya," tambah Raudha, pengasuh mata kualiah
adat dan kebudayaan Minangkabau di Universitas Andalas, Padang.
Hal lain yang cukup penting untuk diamati lebih jauh di sini adalah prinsip-
prinsip penataan yang mereka pakai. Ajaran adatnya yang berpunca kepada alam,
dan alam mengajarkan prinsip keseimbangan kepadanya, dicoba dituang dalam
berbagai aspeknya. Penataannya berada dalam pola simetris. Sehingga rumah
gadang sebagai bangunan yang juga simetris sejalan dengan keseimbangan penataan
tanamannya.
Orang Minangkabau sangat mempertimbangkan keberadaan satwa baik yang
dipelihara maupun yang liar dalam kehidupan mereka, terutama di sekitar rumah
gadang mereka. Dari tanaman pekarangan yang ditata sedemikian rupa akan
memberikan kesempatan atau mengundang satwa liar untuk hidup di sekitar rumah
gadang , seperti burung pipit, balam yang bersarang di pohon limau. Lebah
bergantung di paran rumah dengan aman tanpa ditakuti, dan lain sebagainya.
Uniknya lagi, keberadaan satwa dan fauna dilukiskan dalam pola ukiran.
Nama-nama ukiran yang menghiasi dinding, jendela, pintu dan bagian-bagian
lainnya dari sebuah rumah gadang berasal dari nama tanaman-tanaman dan hewan.
Ukiran yang terdapat di Istano Silinduang Bulan, di Batusangkar, telah
melestarikan hampir dua ratus nama tumbuhan dan hewan yang hidup di
Minangkabau," tandas Raudha.
Misalnya pada bandua ayam (bagian memanjang di bawah jendela) dihiasi dengan
tiga jenis ukiran dengan nama aka cino bapilin, siriah gadang, dan sikambang
manih. Pada bagian dinding yang lebih luas dihiasi dengan ukiran yang bernama
pucuak rabuang, aka cino dan tabendang ka langik. Pada ventilasi di atas
jendela dihiasi ukiran dengan nama sikambang manih. Pada ujung atap dihiasi
ukiran pisang sasikek, tantadu bararak dan itiak pulang patang. Pada pintu
masuk dihiasi ukiran daun bodi, bungo lado, buah palo, pucuak rabuang.
Ukiran-ukiran tersebut mempunyai makna masing-masing. Sikambang manih, misalnya,
motif ini bermakna kemeriahan, keramahan, dan kesopanan. Aka cino,
bermakna kehaluasan dan keserasian. Itiak pulang patang, bermakna keteraturan,
ketertiban dan kedisiplinan.
Guna menjaga kelestarian arsitektur rumah bagonjong ini, sejak masa Harun Zain
jadi Gubernur Sumbar (tahun 1970-an) sampai sekarang, gedung-gedung instansi
pemerintah dan swasta, sekolah, perguruan tinggi, pasar, dan sebagainya marak
berarsitektur bagonjong, baik sebagian atau seluruhnya. (Yurnaldi)
Mailing List RantauNet http://lapau.rantaunet.web.id
Database keanggotaan RantauNet:
http://www.egroups.com/database/rantaunet?method=addRecord&tbl=1
=================================================
Mendaftar atau berhenti menerima dari RantauNet Mailing List, kirimkan email
Ke / To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email / Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
- mendaftar: subscribe rantau-net [email_anda]
- berhenti: unsubscribe rantau-net [email_anda]
[email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung
=================================================
WEB-EMAIL GRATIS ... @rantaunet.web.id ---> http://mail.rantaunet.web.id
-------------------------------------------------------------------------------------------------
WebPage RantauNet http://www.rantaunet.web.id dan Mailing List RantauNet
adalah servis dari EEBNET http://eebnet.com, Airland Groups, USA
=================================================