Ass.WW

Kapado Dunsanak kasadonyo ado baieknyo kito parhatikan kutipan pedoman dibawah 
ini

PETUNJUK AL-QURAN DALAM MEMILIH PEMIMPIN
Oleh: Agus Saputera
Pada zaman sekarang semakin ramai orang berlomba-lomba mengejar jabatan.
Terobsesi ingin menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota, anggota 
dewan dan
sebagainya. Mulai dari kalangan politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, 
tokoh
masyarakat, bahkan sampai kepada artis. Mereka berebut mengejar jabatan tanpa
mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan layakkah 
dirinya
memegang jabatan (kepemimpinan) tersebut. Parahnya lagi mereka kurang (tidak)
memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri. Karena
menganggap jabatan adalah keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa batas, 
kebanggaan
dan popularitas. Padahal jabatan adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, 
dan
keteladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang.
Hakikat kepemimpinan
Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak
awal bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin. Menurut
Shihab (2002) ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan. 
Pertama,
kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang
pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia 
dengan
Allah swt. Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 124, “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji 
Tuhannya
dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim 
melaksanakannya
dengan baik. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin
bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? 
Allah
swt menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim.”
Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah swt, bukan sesuatu yang diminta
apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan
wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung
jawab melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai
peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan
upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat kelak, bukan
kekayaan dan kemewahan di dunia.
Karena itu pula, ketika sahabat Nabi SAW, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan,
Nabi saw bersabda: “Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi 
sebab
kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan).” (H. R. Muslim). 
Sikap
yang sama juga ditunjukkan Nabi saw ketika seseorang meminta jabatan kepada 
beliau,
dimana orang itu berkata: “Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada 
salah satu
bagian yang diberikan Allah kepadamu.” Maka jawab Rasulullah saw: “Demi Allah 
Kami
tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan 
atau
ambisi pada jabatan itu.” (H. R. Bukhari Muslim).
Kedua, kepemimpinan menuntut keadilan. Keadilan adalah lawan dari
penganiayaan, penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua 
pihak
dan golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil 
antara
dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa
memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat Q. S. Shad (38): 22, 
“Wahai
Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara
manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu.”
Hal senada dikemukakan oleh Hafidhuddin (2003). Menurutnya ada dua
pengertian pemimpin menurut Islam yang harus dipahami. Pertama, pemimpin berarti
umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Lihat Q. S. An-Nisa’ (4): 5, 
“Hai
orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri 
diantara
kamu.” Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ulil amri, umara atau penguasa adalah
orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain,
pemimpin itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. 
Jika
ada pemimpin yang tidak mau mengurus kepentingan rakyat, maka ia bukanlah
pemimpin (yang sesungguhnya).
Kedua, pemimpin sering juga disebut khadimul ummah (pelayan umat). Menurut
istilah itu, seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan
masyarakat, bukan minta dilayani. Dengan demikian, hakikat pemimpin sejati 
adalah
seorang pemimpin yang sanggup dan bersedia menjalankan amanat Allah swt untuk
mengurus dan melayani umat/masyarakat.
Kriteria pemimpin
Para pakar telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan
minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat 
untuk
menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh 
para
nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu: (1). Shidq, yaitu kebenaran dan
kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan 
tugasnya.
Lawannya adalah bohong. (2). Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia
memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari
orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah swt. Lawannya adalah 
khianat. (3)
Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan 
menghadapi
dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh. (4). Tabligh, 
yaitu
penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang 
diambilnya
(akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) 
dan
melindungi (kesalahan).
Di dalam Al-Quran juga dijumpai beberapa ayat yang berhubungan dengan sifatsifat
pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, diantaranya terdapat dalam 
surat
As-Sajdah (32): 24 dan Al-Anbiya’ (21): 73. Sifat-sifat dimaksud adalah: (1). 
Kesabaran
dan ketabahan. “Kami jadikan mereka pemimpin ketika mereka sabar/tabah.” Lihat 
Q. S.
As-Sajdah (32): 24. Kesabaran dan ketabahan dijadikan pertimbangan dalam 
mengangkat
seorang pemimpin. Sifat ini merupakan syarat pokok yang harus ada dalam diri 
seorang
pemimpin. Sedangkan yang lain adalah sifat-sifat yang lahir kemudian akibat 
adanya sifat
(kesabaran) tersebut. (2). Mampu menunjukkan jalan kebahagiaan kepada umatnya 
sesuai
dengan petunjuk Allah swt. Lihat Q. S. Al-Anbiya’ (21): 73, “Mereka memberi 
petunjuk
dengan perintah Kami.” Pemimpin dituntut tidak hanya menunjukkan tetapi 
mengantar
rakyat ke pintu gerbang kebahagiaan. Atau dengan kata lain tidak sekedar 
mengucapkan
dan menganjurkan, tetapi hendaknya mampu mempraktekkan pada diri pribadi 
kemudian
mensosialisasikannya di tengah masyarakat. Pemimpin sejati harus mempunyai 
kepekaan
yang tinggi (sense of crisis), yaitu apabila rakyat menderita dia yang pertama 
sekali
merasakan pedihnya dan apabila rakyat sejahtera cukup dia yang terakhir sekali
menikmatinya. (3). Telah membudaya pada diri mereka kebajikan. Lihat Q. S. 
Al-Anbiya’
(21): 73, “Dan Kami wahyukan kepada mereka (pemimpin) untuk mengerjakan
perbuatan-perbuatan baik dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat.” Hal ini 
dapat
tercapai (mengantarkan umat kepada kebahagiaan) apabila kebajikan telah mendarah
daging dalam diri para pemimpin yang timbul dari keyakinan ilahiyah dan akidah 
yang
mantap tertanam di dalam dada mereka.
Sifat-sifat pokok seorang pemimpin tersebut sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Al-Mubarak seperti dikutip Hafidhuddin (2002), yakni ada empat
syarat untuk menjadi pemimpin: Pertama, memiliki aqidah yang benar (aqidah 
salimah).
Kedua, memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan yang luas (‘ilmun wasi’). Ketiga,
memiliki akhlak yang mulia (akhlaqulkarimah). Keempat, memiliki kecakapan
manajerial dan administratif dalam mengatur urusan-urusan duniawi.
Memilih pemimpin
Dengan mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam Islam serta kriteria dan 
sifatsifat
apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk 
memilih
pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits.
Kaum muslimin yang benar-benar beriman kepada Allah dan beriman kepada
Rasulullah saw dilarang keras untuk memilih pemimpin yang tidak memiliki 
kepedulian
dengan urusan-urusan agama (akidahnya lemah) atau seseorang yang menjadikan 
agama
sebagai bahan permainan/kepentingan tertentu. Sebab pertanggungjawaban atas
pengangkatan seseorang pemimpin akan dikembalikan kepada siapa yang
mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata lain masyarakat harus selektif 
dalam
memilih pemimpin dan hasil pilihan mereka adalah “cermin” siapa mereka. Hal ini 
sesuai
dengan hadits Nabi saw yang berbunyi: “Sebagaimana keadaan kalian, demikian
terangkat pemimpin kalian.”
Sikap rakyat terhadap pemimpin
Dalam proses pengangkatan seseorang sebagai pemimpin terdapat keterlibatan
pihak lain selain Allah, yaitu masyarakat. Karena yang memilih pemimpin adalah
masyarakat. Konsekwensinya masyarakat harus mentaati pemimpin mereka, mencintai,
menyenangi, atau sekurangnya tidak membenci. Sabda Rasulullah saw: “Barang siapa
yang mengimami (memimpin) sekelompok manusia (walau) dalam sholat, sedangkan
mereka tidak menyenanginya, maka sholatnya tidak melampaui kedua telinganya 
(tidak
diterima Allah).”
Di lain pihak pemimpin dituntut untuk memahami kehendak dan memperhatikan
penderitaan rakyat. Sebab dalam sejarahnya para rasul tidak diutus kecuali yang 
mampu
memahami bahasa (kehendak) kaumnya serta mengerti (kesusahan) mereka. Lihat Q. 
S.
Ibrahim (14): 4, “Kami tidak pernah mengutus seorang Rasul kecuali dengan bahasa
kaumnya.” dan Q. S. At-Taubah (9): 129, “Sesungguhnya telah datang kepadamu 
seorang
Rasul dari kaummu sendiri, terasa berat baginya penderitaanmu lagi sangat
mengharapkan kebaikan bagi kamu, sangat penyantun dan penyayang kepada kaum
mukmin.”
Demikianlah Al-Quran dan Hadits menekankan bagaimana seharusnya kita
memilih dan menjadi pemimpin. Sebab memilih pemimpin dengan baik dan benar 
adalah
sama pentingnya dengan menjadi pemimpin yang baik dan benar.
Published May 23, 2008
Agus Saputera
Penyuluh Agama Islam Kantor Urusan Agama Kecamatan Bagan Sinembah Rokan Hilir


Wass.WW
Darius Nurdin


__________________________________________________
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam?  Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam  
http://id.mail.yahoo.com 

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke