Angku Dt. Bandaro ysh,
  Walaupun talambek mambaleh, mudah-mudahan harapan angku dapek didanga dek 
urang banyak.
  Wassalam,
  -datuk endang
  

chaidir latief <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          adt endang yang baik
   
  Sesuatu yang sejuk dan dalam dan cara penyampaian yang sangat tepat yang 
disampaikan Dt Endang 
   
  Ayat Alquran adalah ayat yang lentur dengan arti dan penafsiran yang dalam 
Karena itu selamanya dapat diterapkan dapek digunokan dalam memecahkan semua 
permasalahan Itu nan nan alah disepakati untuk dijadikan dasar oleh nenek 
moyang kito Tidak hanyo hiasan kata katanyo  tetapi jadi landasan  bapikia bagi 
Ninik mamak dan anak kemenakan selamonyo 
   
  Salah satu Alquran manyuruh kito barubah Tiok hari kito sabuik di pidato dima 
sajo Tapi apakah awak lai namuah barubah Tarutamo maubah nasib Iko nan amat 
esensial kini Urang lain maju juo Awak makin tapuruak Batangka badebat juo 
bakapanjangan
   
  Tarimokasih Dt Endang
   
  Ch N Latief Dt Bandaro 78  


  ----- Original Message ----
From: Datuk Endang <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED]
Cc: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; 
[EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, September 25, 2006 11:54:56 PM
Subject: FWD: Antara Adat dan Agama(1)

  Manolah angku Datuk Bandaro nan ambo hormati.
  Angku diimbau iyolah dek karono kayu gadang di tangah koto. Ureknyo tampek 
baselo, batangnyo bakeh ka basanda. Urang nan mamacik adat sarato jo limbago. 
Tampek batanyo jikok kapai, babarito jampang alah babaliak. Angku Datuak 
panghulu kami, iyolah urang gadang basa batuah, didahulukan salangkah, 
ditinggikan sarantiang. Karono, bulieh nak baayam gadang lasuang awak. Satiok 
lambang satiok liku akah manjelo, tumbuah dek faham satiok lipek, syarikat 
warih mandirikan.
   
  Adapun kepemimpinan yang diamanahkan kepada angku Datuak iyalah sesuai ikrar, 
kita pertanggungjawabkan dunia akhirat. Amanah sangguluang batu, kudo boban 
palajang bukik. Bila ditimbang, siapalah manusia yang begitu bodoh memangku 
khalifatul fil ardl (33:72). Betapa pun alam diperuntukkan untuknya (45:13).
   
  Adam diperkenalkan dengan nama-nama, dan lambang-lambang (2:31), karena alam 
pun ada susunannya. Tiada suatu benda, makhluk, hingga kaidah-kaidah yang lebih 
mulia dari harkat manusia di dunia. Bahwa untuk itu manusia dianugerahkan 
kemampuan berpikir (2:164), dan itu pun juga merupakan sebagian dari ayat-ayat 
Allah.
   
  Karena itu seorang ninik mamak adalah urang nan arif bijaksano, tahu 
diheriang sarato gendiang, jaleh dikilek bayang kato sampai, ingek di dahan nan 
ka mahimpok sarato rantiang nan ka mancucuak. Jampang kusuik manyalasaikan, 
jikok karuah manjaniahkan, kurang ka manukuak, sentiang nan ka mambilai. Jikok, 
tibo di lawik tahu di ombak nan basabuang, jaleh di angin nan basiwik, sarato 
galombang nan ka mahampeh. Urang nan pandai mamutah aluah jo kamudi.
   
  Sampai pula di kata hakikat, sungguh tidak ada paksaan dalam agama, karena 
begitu jelasnya segala petunjuk (2:256). Karena tiada kurang kekuasaan Allah 
untuk menjadikan alam ini beriman (10:99). Terkadang ilmu dan keyakinan dapat 
menyesatkan (25:43), sungguh pandai-pandailah kita menggunakan. Karena yang 
hakiki hanya punya Allah (2:255).  Kaduik disandang isi indak tahu, upah 
tajawek kabau pincang, indak baban batu digaleh. Khilafnya mancancang indak 
putui, mauleh inyoh mangasan, dan mambuwuah mambuku. Tiada suatu hukum dan akal 
yang lebih tinggi dari kekuasaan Allah.
   
  Saitu kato disampaikan, labiah dan kurang ambo mintak ampun dan maaf. 
Wassalam.
   
  -datuk endang


chaidir latief <[EMAIL PROTECTED]> wrote:   Rahima yang baik
Rahima ingat apa kecek bung Karno dalam badebat Begudang gudang alasan keduo 
fihak Indak akan habih habihnyo Semantaro urang maju juo Awak habis dibadebat 
Apo lagi kalau lah dikotomi atau masalah primsip 
Sia yang akan membahas bakapanjangan silahkan Indak ado yang malarang Itu 
rancak Kami bia mangikuti Kiyai kami Lakukan apo nan dapek dilakukan Mulai 
demngan nan ketek dengan diri sendiri dan sekarang juo Bagi urang tuo seperti 
ambo ikonan terbaik kalau indak kaburu pudua angok 
Ch N Latief Dt Bandaro 78

----- Original Message ----
From: Sutan Sinaro 
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, September 25, 2006 4:37:33 PM
Subject: [EMAIL PROTECTED] FWD: Antara Adat dan Agama(1)


Rahima wrote:

Assalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakaatuhu.

Da Sutan, dik Ridha, silahkan di kirim email ini ke
RN.

Antara Adat dan Agama.

Bismillaahirrahmaanirraahiim.

Bapak Saaf, Bapak Chaidir, sanak Hanifah, karena
dicckan ke saya, maka saya sebutkan nama-nama 
tersebut, sebagai penghormatan saya juga.

Ada yang saya salutkan pada Pak Saaf. Dari postingan
apak yang memaparkan adanya dikotonomi adat. Bapak
membicarakan dan menjelaskannya secara terus terang,
dan itu yang saya kagumi. Mau"Mengakui", kalau memang
benar ada adat dan agama yang saling bertentangan.
Tapi sayangnya, kita terkadang saroman unto nan apak
kecekkan" Unta memasukkan kepalanya ka pasia, dan
mengecekkan indak ado apo-apo. Padahal ado apo-apo
didalamnya?(hahaha…ado-ado sajo).

Dan satu lagi, saya sependapat dengan Pak Saaf, sudah
banyak perubahan dalam adat Minang secara realitanya.
Seperti yang saya katakan bahwa, kalau pada hakikatnya
dalam hati mereka setuju, hanya saja, sulit untuk
mengakui bahwa ada yang salah di adat Minang dari
agama.Entahlah kenapa bisa begitu. Padahal sikap para
nabi dan auliya, kalau salah terhadap selalu bilang
:"Sesungguhnya aku dulu itu memang benar-benar dalam
keadaan salah".

Dan ngak benar kalau begitu ada yang mengatakan: "Adat
yang tak lekang dek panas, dan tak lapuk dek hujan".
Toh, benar, kalau adat ada yang salah dengan agama,
harus dirobah.Agar benar-benar kita sebagai orang
Minang sesuai antara Slogan dan prikehidupan kita.
Sebenarnya ini yang sangat saya inginkan
sekali.Kesesuaian.

Sebagaimana kita ingin masuk islam secara sempurna,
kita tentu ingin berperilaku sebagai Muslim. Allah
berfirman:" Masuklah kamu kedalam islam secara
sempurna".

Kalau kita telah bersalah dalam pandangan
agama,misalnya kita berzina, jangan disalahkan
agamanya, karena agama telah melarang berzina, dan
menyuruh kita ummat islam menghindarinya. Yang salah
adalah orangnya.

Beda dengan adapt Minangkabau. Kalau ada orang yang
ngak mau kawin sesuku dengan alasan karena adat
Minang, jelas yang salah adalam adapt Minang, juga
orang yang mengikuti adapt tersebut.

Tapi kalau ia ngak mau kawin sesuku, sepupu bukan
karena larangan adat, tetapi karena ingin nambah
silaturrahmi, atau karena anjuran Rasulullah agar
kawin dengan karib kerabat jauh. Ngak jadi masalah,
malah lebih baik.

Begini Pak Chaidir, memang perbedaan akan selalu ada,
sepanjang hayat masih ada, kepala sama hitam, tentu
pendapat berbeda-beda. Namun, pendapat berbeda bagi
saya wajar, asalkan tidak terlalu kontras yang satu
menyalahi ajaran Islam, seperti adat di Minang
melarang kawin sesuku, kawin sepupu, harta pusaka,
(bukan harta ulayat lho, sebab harta ulayat itu
kedudukannya saya sudah tau setelah diskusi dengan
kanda Datuk Endang, tanah Ulayat itu dalam agama
posisinya sekarang sama dengan tanah syarikat), yang
jadi permasalahan bagi saya adalah tanah pusaka tinggi
warisan nenek, nenek itu, dan itu katanya 75 % ada di
Minang. Dan ngak tau lagi, perbedaan masalah adat lain
yang timbul, saya hanya bisa mengemukakan tinjauannya
dalam agama bagaimana, bila permasalahan itu diajukan
kesaya.

Sebagaimana Pak Chaidir bilang, orang hamil juga
banyak, apakah disalahkan agama? Yah tidaklah pak,
karena agama sudah melarang orang
berzina(mengharamkannya). Berbeda kondisinya dengan
adat di Minangkan, orang ngak mau kawin sesuku, bila
karena larangan adat, jadi memang ada peran adat
disana, maka memang disalahkanlah adatnya, bukan
sekedar orang yang melakukannya, sebagaimana orang
yang hamil tadi. Sementara dalam agama pelarangan
kawin sesuku ini yang salah Jadi dua hal yang berbeda,
tetapi kelihatannya serupa bukan?, tidak,.. sangat
berbeda.

Saya setuju dengan Bapak, gara-gara perbedaan ini,
jadi Minang susah maju-majunya, itu keitu saja yang
dibahas. Saya jawab Pak, bagaimana tidak, karena
perbedaan itu sangat mendasar sekali dalam agama.
Bagaimana orang hidup dalam satu atap, contoh suami
istri, landasan atau pondasi rumah yang didirikan
tidak kuat, karena perbedaannya sangat kontras dan
sangat mendasar. Lain hal kalau perbedaannya tidak
mendasar. 

Yang mendasar itu adalah: larangan kawin sesuku,
larangan menikah dengan sepupu, sangat kontras dengan
kehalalan yang ada dalam agama, ayatnya jelas disana,
kalau ngak ada firman Allah dalam masalah ini, no
problem ko.

Begitupun dengan masalah warisan pusaka tinggi, milik
nenek kita, dalam adat ngak jelas siapa pemiliknya
harta pusaka tinggi itu, katanya pokonya milik nenek
moyang daulu, diserahkan kesuku.

Dalam Islam, yang pertama sekali adalah segala yang
kita makan, kita pakai, kita gunakan dalam hidup,
haruslah jelas sumbernya dari mana, karena akan
dipertanggung jawabkan kelak diakhirat.Mau kita
mempertanggungjawabkan sesuatu yang diri kita sendiri
ngak jelas sumbernya dari mana, apa yang akan kita
katakan kelak dihadapan Allah, oh…kita katakan,
pokonya saya cuma makai, atau ambil hasilnya saja ko,
saya ngak jual, saya Cuma makan hasilnya?

Kalau saya katakan, harta pusaka yang kita makan itu,
dulu ada ternyata hak orang yang berhak, tidak
diberikan kepadanya, bagaimana? Kenapa saya katakan
begitu, dulu nenek kita (yang perempuan itu, dari
garis keturunan ibu itu), ketika ibu nenek kita itu
memberikan harta pusaka itu kepada kita, pertama kita
ngak tau harta itu darimana, karena ibu dari nenek
kita itupun bilang itu dari ibunya juga, atau dari
siapalah.Kemudian ketika diberikan kepada nenek kita,
pada hakikatnya.

Okaylah harta itu menjadi haknya penuh(walaupun harta
itu masih belum jelas sebenarnya, karena bisa jadi ada
hak orang yang tidak diberikan disana).

Okay, sampai dinenek kita. Kemudian nenek kita itu,
bukankah ia punya suami, punya saudara laki-laki?
Tatkala nenek kita itu meninggal, sang suami masih
hidup, maka sang suami berhak menerima warisan
tersebut, kalaupun suami sudah meninggal, ia juga
punya ayah, begitu seterusnya, karena begitu betul
Islam menjaga hak-hak seseorang.Nah dalam Minang, ini
yang tidak diberikan, karena alasan itu harta pusaka
turun temurun dari pihak garis keturunan ibu.

Disinilah letak kesalahannya, dalam ayat jelas sekali
firman Allah Ta'ala:dalam surah Annisa 33.

" Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang
ditinggalkan ibu bapa, dan karib kerabat, kami jadikan
pewaris-pewarisnya, dan jika ada orang-orang yang kamu
bersumpah padanya maka berikanlah kepada mereka
bagiannya. Sesungguhnya Allah maha menyaksikan segala
sesuatu."

Pak, apakah ayat diatas kurang jelas bagi kita. Bagi
harta-harta yang ditinggalkan oleh ibu bapa. karib
kerabat. Harta pusaka nenek kita dulu itukan dari ibu
bapa, karib kerabatnya bukan? Nah, setelah ia menerima
harta itu, kemudian ia meninggal bukankah ia punya
suami, anak dan karib kerabat juga, baik pihak dari
suaminya saudara/karib itu, maupun pihak dirinya
sendiri. Seharusnya, ahli waris dan karib kerabatnya
membagikan harta tersebut sesuai dnegan aturan Islam
bukan. Ini tidak begitu yang terjadi, tetapi harta itu
jatuh hanya pada garis keturunan sang ibu saja. Inilah
yang salah dalam Islam.Ada hak-hak suami/anak-anak,
atau ayah suami, atau saudara suami yang tidak
diberikan disana.

Okaylah, masalahnya, harta itu adalah amanah, atau
wasiat dari nenek kita dulu yang meninggal itu.

Sekali lagi saya jawab. Dalam Islam harta
wasiat(amanah), hanya boleh diberikan sepertiga dari
harta orang yang meninggal. Apakah dulu ketika nenek
moyang kita berwasiat telah memberikan hak-hak ahli
warisnya? Tidak bukan, karena kenyataannya semua harta
jatuh pada garis keturunannya saja. Sang suami atau
ayah suami.

Tidak usah jauh-jauh, biar ngak bingung, ibu kandung
kita sendiri sajalah. Ia mendapatkan harta pusaka dari
ibunya juga atau saudara/karib kerabat perempuannya
juga.Ketika ibu kita meninggal, seharusnya harta
pusaka ibu kita itu diberikan hak suami juga, atau
ayahnya.Kenapa? Karena jelas sekali firman Allah
Ta'ala:dalam surah Annisa ayat 12.

"Dan bagimu(suami-suami), seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak,
maka maka kamu mendapat seperempat dari harta-yang
ditinggalkannya, sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat dan hutang-hutang mereka.
(wah kalau yang punya istri banyak enak juga yah,
apalagi kalau empat, keempatnya meninggal, dapat harta
warisan dari masing-masing istri, hehehehe..sorry
dikit becanda, teringat aja, biar ngak terlalu tegang)


Begitupun dengan hak-hak ayah dan ibu-ibu dari
masing-masing pihak.Bukan ibunya saja yang dapat,
tetapi ayahnya juga dapat, bahkan selalu dalam Islam,
hak lelaki baik itu suami atau ayah, lebih tinggi dari
hak istri atau ibu. Berbanding terbalik dengan yang
ada di Minang bukan?jangankan dibagi, malah harta
sepenuhnya jatuh pada pihak padusi.(kasihan deh,
lelaki di Minang, saya heran, bukankah ia punya anak
lelaki, bagaimana kalau anak lelakinya itu haknya juga
ngak diberikan oleh menantu perempuan kita
itu?)Padahal ada hak anak lelaki kita dari harta
istrinya yang meninggal, tetapi diambil semua oleh
keluarga pihak menantu perempuan kita.

Okaylah kita jelaskan, toh kita juga berbuat hal yang
sama dengan suami kita bukan? Itulah jadi bercampur
baurlah dosa, saling memakan harta sesama dengan
bathil jadinya.Padahal Allah berfirman: " Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan
harta-harta sesama kamu dengan jalan kebathilan,
kecuali dengan jalan perniagaan suka sama suka
diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu. Dan barang
siapa yang berbuat demikian dengan melanggar hak dan
aniaya, maka kelak Kami akan memasukkannya didalam
neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah"(Q.S
Annisa 29-30)

Kalau kita tidak ingin aniaya akan hak-hak seseorang,
maka lakukanlah dengan cara jual beli, ini dulu pernah
saya anjurkan bagi mereka yang ingin membangun rumah
ditanah pusaka, belilah harta itu, dan berikan hak-hak
saudara kita yang memang berhak menerimanya. Kalau
memang ingin aman dunia akhirat. Begitupun kalau ingin
sawah lading, meski hanya sepetakpun, bagilah hasilnya
sesuai dengan kadarnya masing-masing. Dalam Islam ada
ko, pembagian hasil usaha, baik usaha keluarga ataupun
dengan orang lain. 

Jadi jelas sekali firman-firman Allah itu. Ada hak
suami disana, kalau sudah meningal sang istri, tetapi
kenyataannya di Minang, tidak begitukan?, harta jatuh
pada garis keturunan sang istri itu saja. Bukankah ini
bertentangan namanya dengan firman –firman Allah?

Berbeda dengan pengaturan diserahkan kepada garis
keturun perempuan. Soal mengatur ngak jadi masalah,
Its, Ok.Yang jadi masalah adalah pembagian harta
tersebut, hasilnya, jatuh kesiapa bila telah
meninggal siempunya harta?

Pihak garis keturunan yang atur, biasa saja, sesuai
dengan Islam malah, bukankah dikatakan dalam hadist,
masing-masing kamu pemimpin…….dan perempuan adalah
pemimpin di dalam RTnya, dan ia akan
dipertanggungjawabkan dalam masalah itu. Pertanggung
jawaban yang diatur perempuan itulah yang menjadi
masalah. Kalau diatur sesuai dengan Islam, no problem.

Toh..dalam RT juga istri yang ngatur belanja bukan?
Sekali lagi, mengatur bukanlah yang menentukan hak-hak
seseorang sampai menyalahi ajaran Islam. Apalagi,
kalau pengaturan itu diserahkan kepada pihak garis
keturunan padusi dan yang menentukannya adalah
mamak-mamaknya, atau saudara laki-lakinya. Kalau
begitu perempuan di Minang, ngak menentukan? Hanya
sebagai ratu yang tinggal menerima keputusan saja?
Syukur kalau keputusan itu sesuai dengan islam, yang
barabenya ngak sesuai pula dengan islam, sebagaimana
realita yang ada.



       
---------------------------------
Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
 Check outnew cars at Yahoo! Autos.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet
Daftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke