Ini bukan materi khutbah Jum'at,
tapi dari status inspiratif FB (Doni Febriando) yang isinya selayak khutbah
Jum'at.

Semoga bermanfaat.

Salam,

ANB

* * *


Doni Febriando <https://www.facebook.com/donifebriando?hc_location=timeline>
August 6
<https://www.facebook.com/photo.php?fbid=818908651461878&set=a.102044183148332.4579.100000282510053&type=1>
 ยท Edited <https://www.facebook.com/donifebriando#>
<https://www.facebook.com/donifebriando#>
<https://www.facebook.com/donifebriando#>
~||~ Gus Mus; Ra'is 'Aam Para Suami Idaman ~||~
.

Pada saat tulisan ini dibuat, Ra'is 'Aam NU periode ini adalah Mbah Yai
Ahmad Mustofa Bisri. Kalau Anda tidak kenal, mungkin panggilan "Gus Mus"
lebih populer bagi Anda.

Sebutan "gus" pada dasarnya adalah sebutan anak kiyai yang masih bodoh.
Anak kiyai akan dipanggil gus, jika ia belum mampu mengajar kitab kuning.
Anak kiyai baru akan dipanggil kiyai juga, jika ia sudah mampu mengajar di
pondok pesantren.

Beliau adalah kiyainya para kiyai, tapi di-gus-kan banyak orang. Beliau
tidak marah sama sekali, karena beliau justru sangat ingin dianggap masih
bodoh. Dalam ilmu tasawuf, pujian manusia itu seperti parfum. Memang
semerbak harum, tapi haram hukumnya diminum. Sebagai seorang alim ulama
yang menempuh jalan sufistik, itulah sebabnya beliau justru menikmati
panggilan "Gus Mus".

Memang salah satu ciri beliau, selain memiliki wajah bercahaya, adalah
rendah hati. Meski adalah pemimpin sebuah organisasi kemasyarakatan
terbesar di dunia (NU), dengan jumlah anggota yang ditaksir lebih dari 60
juta orang, beliau selalu mengaku hanya seorang sastrawan.

Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri memang ahli menyamar jempolan. Saat berkumpul
dengan masyarakat awam sengaja menyebut nama Gus Dur, agar beliau juga
dipanggil "gus". Kemana-mana membawa secarik puisi, agar beliau dikira
seorang sastrawan. Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri memang benar-benar pengikut
sejati Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW juga senang menutupi kelebihan-kelebihannya. Dalam
penulisan Piagam Madinah, kanjeng nabi ingin ditulis sebagai "Muhammad bin
Abdullah" saja. Bahkan, saat bertemu dan menjadi imam shalat para nabi
pendahulu, baginda rasul mengaku sebagai "hanya anak yatim".

***

Di dalam urusan cinta, Gus Mus juga mengikuti akhlak Nabi Muhammad SAW.
Sampai detik ini beliau hanya beristri Ibu Siti Fatma seorang.

Mungkin Anda sekalian bingung dengan pernyataan saya, tapi hal itu sangat
saya maklumi. Banyak orang kini menganggap poligami adalah sunnah nabi,
padahal tidak demikian. Nabi Muhammad SAW punya istri satu, iya. Nabi
Muhammad SAW punya istri banyak, juga iya. Bingung?

Penting dicatat, Nabi Muhammad SAW monogami selama 25 tahun, hanya beristri
Bunda Khaddijah seorang. Sedangkan Nabi Muhammad SAW berpoligami hanya
sekitar 10 tahun saja, ketika istri pertama baginda rasul sudah meninggal.
Dalam poligami itupun istri "muda" nabi kita adalah janda-janda. Ada yang
sudah tua, ada yang gendut, ada yang hitam, ada yang sudah punya anak
banyak. Cuma satu orang yang masih muda dan perawan.

Banyak orang Indonesia salah tangkap adalah karena tidak tahu sejarah, dan
diperparah tidak paham konteks. Gula dan rasa manis itu berbeda. Gula
memang manis, tapi rasa manis bukanlah gula. Bunga dan bau harum itu
berbeda. Tidak mesti setiap bau harum adalah bunga. Sabun mandi juga wangi.
Inilah yang disebut "memahami konteks".

Arab dan Islam sangatlah berbeda. Asal poligami dan bertujuan menolong juga
sangatlah berbeda. Sunnah nabi bukanlah poligami, tapi memuliakan
perempuan. Jadi, Gus Mus bisa dinilai masih mengikuti sunnah nabi, karena
beliau memuliakan Ibu Siti Fatma. Seperti halnya kesetiaan cinta Nabi
Muhammad SAW pada Bunda Siti Khaddijah.

Kalau diri kita hanya sanggup memuliakan satu perempuan saja, jangan ingin
tambah istri. Kalau diri kita ingin menikah lagi karena sudah tidak terlalu
cinta pada istri pertama dan sangat tertarik pada wanita lain, jangan
cari-cari dalil agama untuk membungkus hawa nafsu.

Kita jangan sampai jadi orang yang suka mencari dalil agama untuk
membenarkan hawa nafsu, bukannya mempelajari dalil agama untuk mencari
kebenaran.

***

Mungkin di kehidupan sehari-hari Anda, pernah dijumpai seorang suami
memukul istrinya atas nama agama Islam. Katanya, itu sesuai hadits shahih,
dan sebagainya. Kita jangan langsung mempercayainya. Nabi Muhammad SAW
pernah memberi resep tentang cara "menguji" agama Islam kepada orang awam;
mintalah fatwa pada hati nuranimu sendiri.

Jika ada orang melakukan hal yang buruk dan mengatakan perbuatan itu adalah
perintah agama, cobalah Anda sekalian minta fatwa pada hati nurani. Jika
hati nurani Anda berontak, berarti Anda sedang ditipu. Mungkin hadits yang
dibawa sahih semua, bahkan pakai ayat Qur'an, tapi pasti dalil-dalil itu
sudah dimanipulasi. Entah ada yang dipotong, entah ada yang disembunyikan.

Kalau saya pribadi, karena saya juga orang awam, selain selalu minta fatwa
pada hati nurani, saya punya resep lain. Kalau ada orang pakai surban
sebesar ban truk dan jenggotnya sampai dada, tapi mengajari suatu ilmu
agama yang bertentangan dengan hati nurani, saya pasti "lari" ke Gus Mus.
Pasalnya beliau tidak belajar agama dari internet atau TV.

Sanad keilmuan Mbah Yai Mustofa Bisri jelas dan dapat
dipertanggung-jawabkan. Setahu saya, rantai ilmu agama beliau hingga Nabi
Muhammad SAW melalui sambungan 30 alim ulama, jadi Gus Mus lebih pantas
dijadikan rujukan.

Berbeda dengan tabiat "orang pintar baru" masa kini. Ada yang mengatakan
cukup merujuk Al-Qur'an dan Al Hadits langsung, dan berkata tidak usah
pakai ulama-ulamaan. Biasanya orang tersebut akan tersesat. Orang yang
belajar agama tanpa guru sejati, pasti orang itu akan dibimbing oleh setan.
Maka dari itu, Anda jangan terlalu kaget bila ada orang yang hapal banyak
dalil agama tapi suka memukul istri, mengkafirkan saudara seiman, atau
menghina umat beragama lain.

***

Gus Mus tidak pernah memukul Ibu Siti Fatma. Jangankan itu, marah saja
beliau tidak bisa. Sampai-sampai Mbah Yai Muhammad Ainun Nadjib pernah
berujar, "Kalau ada orang marah, pasti orang itu bukan Gus Mus!"

Dalam kehidupan rumah tangga, tentu terkadang ada dinamikanya. Tidak ada
bahtera rumah tangga yang tidak pernah terkena ombak samudera. Lantas,
bagaimana cara Gus Mus "memarahi" Ibu Siti Fatma?

Salah satu santri kinasihnya beliau, Pak Timur Sinar Suprabana, pernah
meriwayatkan cara marahnya Gus Mus pada istrinya.

Katau Gus Mus sedang "marah", biasanya Gus Mus menjadi pendiam. Lalu, untuk
menasehati Ibu Siti Fatma, beliau masuk kamar dan menulis. Gus Mus menulis
tindakan-tindakan Ibu Siti Fatma yang tidak disetujui. Kemudian kertas
tersebut disobek, diremas, lalu dibuang ke lantai. Setelah itu, Gus Mus
sudah normal lagi, wajahnya menjadi sumringah kembali.

Biasanya Ibu Siti Fatma baru tahu Gus Mus "marah" ketika semua sudah
selesai. Pasalnya, Ibu Siti Fatma baru tahu "kemarahan" Gus Mus ketika
sedang menyapu, dan menemukan secarik kertas yang tengtlekuk di lantai
kamar. Ibu Siti Fatma hanya tersenyum membaca secarik kertas berisi nasehat
Gus Mus. Setelah dibaca, kertas itu lalu disapu.

Begitulah cara Gus Mus membina rumah tangga dengan Ibu Siti Fatma... Lembut
sekali... Selalu harmonis, karena tidak pernah bertengkar hebat. Kalaupun
harus marah, Gus Mus selalu melandasinya dengan kasih sayang. Bukannya
"merayakan" kesalahan-kesalahan sang istri dengan memarahinya siang-malam.
Marah karena cinta.

Maka dari itu, anak-anak Gus Mus sering menilai kedua orangtuanya seperti
pengantin baru tiap hari. Selalu bulan madu. Tidak ada setitikpun nila di
belangga cinta keduanya. Hal itu karena Gus Mus mencontoh Nabi Muhammad SAW
dengan ilmu. Cahaya selalu berguru pada cahaya.

[image: Photo: ~||~ Gus Mus; Ra'is 'Aam Para Suami Idaman ~||~ . Pada saat
tulisan ini dibuat, Ra'is 'Aam NU periode ini adalah Mbah Yai Ahmad Mustofa
Bisri. Kalau Anda tidak kenal, mungkin panggilan "Gus Mus" lebih populer
bagi Anda. Sebutan "gus" pada dasarnya adalah sebutan anak kiyai yang masih
bodoh. Anak kiyai akan dipanggil gus, jika ia belum mampu mengajar kitab
kuning. Anak kiyai baru akan dipanggil kiyai juga, jika ia sudah mampu
mengajar di pondok pesantren. Beliau adalah kiyainya para kiyai, tapi
di-gus-kan banyak orang. Beliau tidak marah sama sekali, karena beliau
justru sangat ingin dianggap masih bodoh. Dalam ilmu tasawuf, pujian
manusia itu seperti parfum. Memang semerbak harum, tapi haram hukumnya
diminum. Sebagai seorang alim ulama yang menempuh jalan sufistik, itulah
sebabnya beliau justru menikmati panggilan "Gus Mus". Memang salah satu
ciri beliau, selain memiliki wajah bercahaya, adalah rendah hati. Meski
adalah pemimpin sebuah organisasi kemasyarakatan terbesar di dunia (NU),
dengan jumlah anggota yang ditaksir lebih dari 60 juta orang, beliau selalu
mengaku hanya seorang sastrawan. Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri memang ahli
menyamar jempolan. Saat berkumpul dengan masyarakat awam sengaja menyebut
nama Gus Dur, agar beliau juga dipanggil "gus". Kemana-mana membawa secarik
puisi, agar beliau dikira seorang sastrawan. Mbah Yai Ahmad Mustofa Bisri
memang benar-benar pengikut sejati Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW
juga senang menutupi kelebihan-kelebihannya. Dalam penulisan Piagam
Madinah, kanjeng nabi ingin ditulis sebagai "Muhammad bin Abdullah" saja.
Bahkan, saat bertemu dan menjadi imam shalat para nabi pendahulu, baginda
rasul mengaku sebagai "hanya anak yatim". *** Di dalam urusan cinta, Gus
Mus juga mengikuti akhlak Nabi Muhammad SAW. Sampai detik ini beliau hanya
beristri Ibu Siti Fatma seorang. Mungkin Anda sekalian bingung dengan
pernyataan saya, tapi hal itu sangat saya maklumi. Banyak orang kini
menganggap poligami adalah sunnah nabi, padahal tidak demikian. Nabi
Muhammad SAW punya istri satu, iya. Nabi Muhammad SAW punya istri banyak,
juga iya. Bingung? Penting dicatat, Nabi Muhammad SAW monogami selama 25
tahun, hanya beristri Bunda Khaddijah seorang. Sedangkan Nabi Muhammad SAW
berpoligami hanya sekitar 10 tahun saja, ketika istri pertama baginda rasul
sudah meninggal. Dalam poligami itupun istri "muda" nabi kita adalah
janda-janda. Ada yang sudah tua, ada yang gendut, ada yang hitam, ada yang
sudah punya anak banyak. Cuma satu orang yang masih muda dan perawan.
Banyak orang Indonesia salah tangkap adalah karena tidak tahu sejarah, dan
diperparah tidak paham konteks. Gula dan rasa manis itu berbeda. Gula
memang manis, tapi rasa manis bukanlah gula. Bunga dan bau harum itu
berbeda. Tidak mesti setiap bau harum adalah bunga. Sabun mandi juga wangi.
Inilah yang disebut "memahami konteks". Arab dan Islam sangatlah berbeda.
Asal poligami dan bertujuan menolong juga sangatlah berbeda. Sunnah nabi
bukanlah poligami, tapi memuliakan perempuan. Jadi, Gus Mus bisa dinilai
masih mengikuti sunnah nabi, karena beliau memuliakan Ibu Siti Fatma.
Seperti halnya kesetiaan cinta Nabi Muhammad SAW pada Bunda Siti Khaddijah.
Kalau diri kita hanya sanggup memuliakan satu perempuan saja, jangan ingin
tambah istri. Kalau diri kita ingin menikah lagi karena sudah tidak terlalu
cinta pada istri pertama dan sangat tertarik pada wanita lain, jangan
cari-cari dalil agama untuk membungkus hawa nafsu. Kita jangan sampai jadi
orang yang suka mencari dalil agama untuk membenarkan hawa nafsu, bukannya
mempelajari dalil agama untuk mencari kebenaran. *** Mungkin di kehidupan
sehari-hari Anda, pernah dijumpai seorang suami memukul istrinya atas nama
agama Islam. Katanya, itu sesuai hadits shahih, dan sebagainya. Kita jangan
langsung mempercayainya. Nabi Muhammad SAW pernah memberi resep tentang
cara "menguji" agama Islam kepada orang awam; mintalah fatwa pada hati
nuranimu sendiri. Jika ada orang melakukan hal yang buruk dan mengatakan
perbuatan itu adalah perintah agama, cobalah Anda sekalian minta fatwa pada
hati nurani. Jika hati nurani Anda berontak, berarti Anda sedang ditipu.
Mungkin hadits yang dibawa sahih semua, bahkan pakai ayat Qur'an, tapi
pasti dalil-dalil itu sudah dimanipulasi. Entah ada yang dipotong, entah
ada yang disembunyikan. Kalau saya pribadi, karena saya juga orang awam,
selain selalu minta fatwa pada hati nurani, saya punya resep lain. Kalau
ada orang pakai surban sebesar ban truk dan jenggotnya sampai dada, tapi
mengajari suatu ilmu agama yang bertentangan dengan hati nurani, saya pasti
"lari" ke Gus Mus. Pasalnya beliau tidak belajar agama dari internet atau
TV. Sanad keilmuan Mbah Yai Mustofa Bisri jelas dan dapat
dipertanggung-jawabkan. Setahu saya, rantai ilmu agama beliau hingga Nabi
Muhammad SAW melalui sambungan 30 alim ulama, jadi Gus Mus lebih pantas
dijadikan rujukan. Berbeda dengan tabiat "orang pintar baru" masa kini. Ada
yang mengatakan cukup merujuk Al-Qur'an dan Al Hadits langsung, dan berkata
tidak usah pakai ulama-ulamaan. Biasanya orang tersebut akan tersesat.
Orang yang belajar agama tanpa guru sejati, pasti orang itu akan dibimbing
oleh setan. Maka dari itu, Anda jangan terlalu kaget bila ada orang yang
hapal banyak dalil agama tapi suka memukul istri, mengkafirkan saudara
seiman, atau menghina umat beragama lain. *** Gus Mus tidak pernah memukul
Ibu Siti Fatma. Jangankan itu, marah saja beliau tidak bisa. Sampai-sampai
Mbah Yai Muhammad Ainun Nadjib pernah berujar, "Kalau ada orang marah,
pasti orang itu bukan Gus Mus!" Dalam kehidupan rumah tangga, tentu
terkadang ada dinamikanya. Tidak ada bahtera rumah tangga yang tidak pernah
terkena ombak samudera. Lantas, bagaimana cara Gus Mus "memarahi" Ibu Siti
Fatma? Salah satu santri kinasihnya beliau, Pak Timur Sinar Suprabana,
pernah meriwayatkan cara marahnya Gus Mus pada istrinya. Katau Gus Mus
sedang "marah", biasanya Gus Mus menjadi pendiam. Lalu, untuk menasehati
Ibu Siti Fatma, beliau masuk kamar dan menulis. Gus Mus menulis
tindakan-tindakan Ibu Siti Fatma yang tidak disetujui. Kemudian kertas
tersebut disobek, diremas, lalu dibuang ke lantai. Setelah itu, Gus Mus
sudah normal lagi, wajahnya menjadi sumringah kembali. Biasanya Ibu Siti
Fatma baru tahu Gus Mus "marah" ketika semua sudah selesai. Pasalnya, Ibu
Siti Fatma baru tahu "kemarahan" Gus Mus ketika sedang menyapu, dan
menemukan secarik kertas yang tengtlekuk di lantai kamar. Ibu Siti Fatma
hanya tersenyum membaca secarik kertas berisi nasehat Gus Mus. Setelah
dibaca, kertas itu lalu disapu. Begitulah cara Gus Mus membina rumah tangga
dengan Ibu Siti Fatma... Lembut sekali... Selalu harmonis, karena tidak
pernah bertengkar hebat. Kalaupun harus marah, Gus Mus selalu melandasinya
dengan kasih sayang. Bukannya "merayakan" kesalahan-kesalahan sang istri
dengan memarahinya siang-malam. Marah karena cinta. Maka dari itu,
anak-anak Gus Mus sering menilai kedua orangtuanya seperti pengantin baru
tiap hari. Selalu bulan madu. Tidak ada setitikpun nila di belangga cinta
keduanya. Hal itu karena Gus Mus mencontoh Nabi Muhammad SAW dengan ilmu.
Cahaya selalu berguru pada cahaya.]
<https://www.facebook.com/photo.php?fbid=818908651461878&set=a.102044183148332.4579.100000282510053&type=1&relevant_count=1>
132 Shares <https://www.facebook.com/shares/view?id=818908651461878>
<https://www.facebook.com/donifebriando#>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke