Oleh: PUTI RENO RAUDHA THAIB
Ketua Umum Bundo Kanduang Sumatera Barat

PADA dua minggu lalu berturut-turut telah disampaikan tentang institusi Rajo 
Alam, Rajo Adat dan Rajo Ibadat. Selanjutnya kita melihat pula cuplikan tentang 
seorang raja Minangkabau, di antara banyaknya raja-raja yang turun naik silih 
berganti.

Tuanku Raja Muning Alamsyah atau juga yang disebut Yang Dipertuan Sultan Alam 
Muningsyah adalah raja alam Pagaruyung yang secara luar biasa selamat dari 
tragedi pembunuhan di Koto Tangah, Tanah Datar pada tahun 1809 dalam masa 
Perang Paderi berkecamuk di Minangkabau. Tahun terjadinya tragedi ini 
dipertikaikan. Christine Dobin mencatatkan dalam Kebangkitan Islam Dalam 
Ekonomi Petani Yang Sedang Berubah, (Inis, Jakarta 1992) tragedi tersebut 
terjadi pada tahun 1815, sebagaimana yang juga ditulis Rusli Amran dalam 
Sumatera Barat Hingga Plakat Panjang, (Sinar Harapan, Jakarta 1981).

Menurut A.A. Navis dalam Alam Terkembang Jadi Guru (Penerbit PT Pustaka Grafiti 
pers, Jakarta 1984 cetakan pertama) tragedi tersebut bermula dari pertengkaran 
antara kaum Paderi dengan kaum adat yang diwakili oleh raja beserta pembesar 
kerajaan lainnya. Menurut MD Mansur dkk., dalam Sejarah Minangkabau (Penerbit 
Bharata, Jakarta, 1970) perundingan tersebut diadakan pada tahun 1809. 
Padamulanya dilakukan dengan iktikad baik oleh Tuanku Lintau, telah beralih 
menjadi sebuah pertengkaran. Menurut Muhamad Radjab dalam bukunya Perang 
Paderi, (Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1964 cetakan kedua) hal itu terjadi 
juga pada tahun 1809. Karena ikut campurnya Tuanku Lelo, salah seorang tokoh 
Paderi yang ambisius dari Tapanuli Selatan. Beberapa orang dari keluarga raja 
seperti Tuanku Rajo Naro, Tuanku di Talang dan seorang putra raja lainnya 
dituduh tidak menjalankan aqidah Islam secara benar, oleh karena itu mereka 
anggap kapir dan harus dibunuh.

Perundingan berubah menjadi pertengkaran dan berlanjut menjadi pembunuhan. 
Semua rombongan raja beserta Basa Ampek Balai dan para penghulu lainnya 
terbunuh. Daulat Yang Dipertuan Muningsyah dapat menyelamatkan dengan cara yang 
ajaib sekali. Baginda bersama cucu perempuannya Puti Reno Sori menghindar ke 
Lubuk Jambi Kuantan.

Menurut silsilah raja-raja Pagaruyung, Puti Reno Sori bersaudara dengan Sultan 
Alam Bagagar Syah, pada masa yang sama menyingkir ke Padang. Sultan Alam 
Bagagar Syah, Puti Reno Sori dan tiga saudara mereka lainnya adalah anak dari 
Tuan Gadih Puti Reno Janji dan ayahnya Yang Dipertuan Fatah. Sewaktu Sultan 
Alam Bagagar Syah dinobatkan menjadi raja alam menggantikan datuknya Sultan 
Alam Muningsyah, saudara sepupunya Sultan Abdul Jalil yang berada di Buo 
dikukuhkan menjadi Raja Adat dengan gelar Yang Dipertuan Sembahyang.

A.A. Navis dalam Alam Terkembang Jadi Guru, mencatat bahwa Daulat Yang 
Dipertuan Muningsyah wafat pada 1825 dalam usia 80 tahun. Baginda dimakamkan di 
pemakaman raja-raja Minangkabau, ustano rajo di Pagaruyung. 􀂄

E-Paper harian Haluan : MINGGU, 24 APRIL 2011

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke