Foto-foto yang dipajang di situs milknya berdampak sangat besar bagi
pariwisata di Sumatra Barat.



TRADISI pacu jawi atau balapan sapi di Kabupaten Tanah Datar, Padang,
Sumatra Barat, selama ini tidak terlalu terkenal. Karapan sapi yang
diselenggarakan setelah masa panen padi itu dimaksudkan sebagai hiburan
bagi para petani sebelum masa tanam dimulai.



Kegiatan itu sebelum 2008 bak permata yang tersembunyi, hingga lensa kamera
Bobi Lukman Piliang mulai membidiknya. Ketika hasil fotonya ditayangkan di
situs foto *www.westsumatra.com *milik Yulnofrins Napilus, mulai wisatawan
hingga fotografer berbondong-bondong datang.

“Pemda lokal saat itu belum menganggap itu sebagai objek wisata.
Setelah *posting
*foto Bobi tersebut, mulailah pacu jawi menjadi magnet bagi fotografer
lokal dan nasional,” kata Nofrins, panggilan Yulnofrins, yang mulai membuka
situs itu pada 2005, kepada *Media Indonesia *di Padang, beberapa waktu
lalu.



Maret 2009, sebut Nofrins, pacu jawi semakin mendunia setelah kiriman foto
Muhammad Fadli kian meningkatkan kunjungan wisatawan. Foto itu pun
mengantarkan Fadli meraih juara 3 kontes foto Garuda Internasional, Juni
lalu.

Tidak hanya Fadli, sejumlah orang menjadi juara hingga taraf internasional
setelah mengabadikan momen pacu jawi.

* *

*Gila bicara wisata*



Nofrins bukanlah duta pariwisata formal Sumbar, tetapi ia melihat Sumbar
memiliki aset wisata yang luar biasa serta harus sampai ke telinga dan mata
banyak orang. Jangan sekali-kali memancing pertanyaan wisata ke Nofrins,
karena akan sulit menghentikannya berbicara.

“Awalnya saya bukanlah seorang yang cukup idealis *ngomongin *wisata. Hanya
tertarik untuk sekadar menyalurkan hobi fotografi . Waktu kuliah, saya
sudah *motret*, tapi lebih banyak untuk tujuan kuliah di jurusan Geologi
ITB (Institut Teknologi Bandung),” tukasnya.



Setelah tamat dari ITB pada 1989, Nofrins bekerja di perusahaan asing dan
tak jarang mendapat tugas ke luar negeri. Namun, kebiasaannya pulang
kampung ke Solok Selatan sejak kuliah masih dipertahankan.

“Walau tiap tahun pulang kampung, belum ada kesadaran bahwa Sumbar juga
memiliki banyak tempat wisata yang menarik, khas, tak kalah dengan negara
yang menjadi tujuan wisata dunia,” ujar pria kelahiran Muara Labuh, Solok
Selatan, itu.



Desember 2004, ia mengajak temannya seorang fotografer senior, Guntur
Primagotama, untuk berburu foto di kampungnya. Mereka mengabadikan rumah
gadang, hamparan alam, hingga air terjun di perbatasan Sumbar-Jambi.

“Pada saat itu saya masih newbie alias masih belajar. Motret saja masih
pakai kamera poket. Namun, ternyata hasilnya kok menarik ya, indah,” kata
Nofrins bersemangat.



Sejak itu ia ingin menyeriusi fotografi. Foto keindahan alam dan kuliner
Sumbar tidak ingin ia nikmati sendiri. Ia ingin kekayaan alam itu bisa
dilihat semua orang. “Kalau buat blog, nanti orang cepat bosan karena hanya
foto-foto saya yang dilihat,” tambahnya.



Akhirnya awal 2005, ia membuat situs khusus fotografi wisata di Sumatra
Barat, www.west-sumatra.com. Situs tersebut bisa mendorong dan
mempromosikan wisata di Sumbar sehingga dunia bisa melihat keindahan alam,
budaya, dan kuliner Ranah Minang.

“Pembuatannya dan juga admin dibantu kawan-kawan yang care sama pariwisata
Ranah Minang. April-Mei 2005, situs itu beroperasi dengan beberapa tampilan
foto,” terangnya.



Pria yang berprofesi sebagai manajer IT di perusahaan asing itu mengaku
situs tersebut masih sederhana, berat untuk diakses, dan belum banyak
respons.



Namun, ia tidak patah semangat. Secara perlahan ia mengunduh foto-foto
temannya ke situs tersebut dan mulai mendapatkan respons.

“Perantau Minang di Amerika, seperti Ajo Duta, mengatakan, ‘Tolong jaga
situs ini, tak boleh mati. Ini sebagai obat hati pelepas kerinduan di
rantau terhadap kampung halaman’.

Saya tersentak, foto-foto yang dipampang di website dianggap luar biasa
rupanya,” pungkasnya.



Sejak itu, ia kerap bolak-balik Jakarta-Padang. “Saya khawatir, mata orang
yang pernah besar di Minang menganggap keindahan alam ini biasa saja.
Padahal mereka yang bukan Minang selalu terkejut dan takjub saat melihat
dan berada di Ranah Minang,” ujarnya.



Beberapa fotografer non-Minang yang pernah diajak hunting ke Sumbar ialah
Alfred Lilipali, Faisal Arief, Mustaqim Irsyan, Arbain Rambey, Makarios
Soekojo, dan Donovan.



Meski awalnya mengalami pro dan kontra, situs yang dibangun dan
dikembangkan bersama dengan Nofendri Sutan Mudo dan Andi itu telah diakses
sekitar 200 juta kali hingga saat ini.



Adapun foto yang dikoleksi mencapai 6.221 akses, dengan 7.604 komentar yang
beredar, dan keanggotaan berjumlah 3.356 orang.

“Awalnya ada tiga admin. Sekarang tinggal dua admin yang selalu memonitor
agar tidak masuk foto-foto yang tidak sesuai dengan misi website tersebut,”
tukas Nofrins.



Melalui situs itu, pengunjung disuguhi berbagai koleksi foto destinasi di
Sumbar hingga lokasi yang terpencil.



Kontennya pun kerap dijadikan rujukan utama wisatawan yang hendak berlibur
ke Sumbar. Tak mengherankan apabila beberapa stasiun televisi juga
menggunakan situsnya sebagai referensi pengambilan gambar, yang secara
tidak langsung menjadi promosi wisata Sumbar bagi semua pelancong yang
hendak datang. (M-5)



*YOSE HENDRA*

*KIPRAH | Media Indonesia, *KAMIS, 19 SEPTEMBER 2013





*Bangkitkan Kereta Api Wisata*



UPAYA Yulnofrins Napilus memajukan wisata di Sumatra Barat tidak diragukan
lagi. Tidak sebatas foto dan cuap-cuap tentang wisata, ia juga mendatangi
para tokoh Minang, petinggi negara, dan institusi terkait hingga mendorong
instrumen dan komponen wisata Sumbar untuk ditingkatkan.



Semua berawal dari diskusi di milis Rantaunet yang dimotori tokoh senior
Minang seperti alm Chaidir Latief dan Dr Saafroedin Bahar. Mereka melakukan
‘kejailan’ dengan memotret aset-aset kereta api (KA) di Sumbar yang
bernilai triliunan rupiah tergeletak berkarat. Hal itu membangkitkan emosi
dan tepat pada 6 September 2006, Masyarakat Pecinta Kereta Api Sumbar
(MPKAS) lahir.



Gerakan itu memacu pemerintah daerah (pemda) untuk merevitalisa si KA di
Sumbar. Itu dipakai bukan semata untuk transportasi, melainkan juga
diarahkan sebagai KA wisata Sumbar. Salah satu aksi Nofrins ialah mengajak
fotografer dan model perempuan berpakaian Minang untuk difoto di lingkungan
stasiun, lokomotif, dan gerbong.

“Sekali lagi, banyak juga yang berkomentar, apa pula maksudnya itu memotret
anak-anak gadis orang di tumpukan besi-besi tua begitu?” cerita Nofrins.



Namun, Nofrins yakin dengan apa yang ia lakukan, apalagi mendapatkan
dukungan dari istri dan redaktur majalah fesyen dan kecantikan. Ia pun
mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, yang membuahkan hasil berupa 10
gerbong baru dengan nilai total sekitar Rp30 miliar dan 1 set Railbus
senilai Rp15 miliar.



Yang lebih sensasional lagi ialah proses melobi yang dilakukan MPKAS dan
Pemerintah Kota (Pemkot) Sawahlunto mengembalikan Mak Itam, lokomotif uap
yang tengah bersemayam di Ambarawa karena dulu dikirim untuk diperbaiki.
Lokomotif uap seberat 55 ton itu dibawa menggunakan trailer melalui jalur
darat. Bahkan istri Jusuf Kalla, Mufi dah Kalla, turut memantau perjalanan
Mak Itam dari Ambarawa hingga Sawahlunto.



Saat peresmian pada 2009, tanpa disangka sejumlah artis turut hadir
meramaikan. Tampak Christine Hakim, Slamet Rahardjo, Henidar Amroe, Katon
Bagaskara, Ira Wibowo, Ratih Sanggar, Tasman Taher, Olivia Zalianty, Tina
Astari, dan Jian Batari.

“Saya bersyukur, banyak sekali pihak yang tahu dan mendukung dengan senang
hati. Mereka paham bahwa aktivitas saya dan temanteman MPKAS ini bukan
untuk cari uang. Sangat saya hargai semua dukungan mereka itu,” ungkap
Nofrins yang menjabat Sekjen MPKAS.



*Cara pikir*



Meski wisatawan mulai meningkat datang ke Sumbar, Nofrins mengingatkan
kampanye wisata di internal Sumbar harus dinomorsatukan dulu. Cara berpikir
orang banyak ialah kedatangan pelancong itu membawa uang. Seharusnya ada
cara agar uang yang mereka bawa tinggal di Sumbar dan bukan dibawa kembali
pulang oleh pelancong.



Diperlukan perbaikan fasilitas di Sumbar, seperti rumah makan, pusat
perbelanjaan, dan tempat wisata. “Standar kebersihan dan higienis harus
ada. Terutama lagi kebersihan toilet umum,” katanya.



Setelah itu, tambahnya, baru promosi wisata Sumbar secara masif ke luar.
Salah satunya memasang keindahan alam dan kekayaan budaya ranah Minang di
berbagai restoran padang yang ada di dunia.

“Coba kalikan dengan jumlah orang yang keluar masuk untuk makan ke rumah
makan tersebut.

Daerah lain tidak punya potensi sebesar ini untuk promosi,” tuturnya.



Terpenting, sebutnya, dalam promosi wisata, foto tetap diprioritaskan.
“Sebuah foto yang baik bisa berbicara lebih dahsyat jika dibandingkan
dengan ribuan untaian kata-kata indah. Wisatawan yang tiba-tiba datang ke
suatu tempat ya biasanya bermula dari melihat sebuah foto,” pungkas
Nofrins. (YH/M-5)

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

Kirim email ke