Assalamualaikum Wr.Wb. Yth bapak Jaha Nababan, Bapak Akmal  Nasery Basral, Ibu2/Bapak2 dan sarato para Pambaco yang Budiman.
 
Menurut saya yang awam ini, singkat sajanya, yakni persepsi manusia ber-beda2, tergantung akan kacamata masing2
Adapun perbedaan ini mungkin timbul atau berasal dari dasar Bahasa yang bermula diajarkan oleh Orangtuanya sejak (sebelum) lahir, dsb.dsb. Jadi dasarnya selain genetik yang baik, adalah pendidikan yang baik, bermula diBahasa mimik gestik dsb.
Jadi dengan dasar Bahasa yang baik, sang anak, bisa dan mampu berpotensi yang baik untuk belajar lebih lanjut & dalam. Misal pendidikan Formal , Agama, Kultur, Seni, dll, dsb.
Umpama, untuk detail-nya misalkan variasi Skala2 perbedaan suhu Celcius, Kelvin dsb.dsb.
Untuk jumlah, atau kedalaman, misal tingkatan jumlah mengenal aksara atau gambar bunyi huruf2 Kanji.
Nah ...bagaimanakah kira2 persepsi seseorang, baik dalam arti kata skala, detail dan kedalamnya, atas satu kata, satu kalimat, cerita pendek dll. dsb. dsb. seandainya bahasa dasarnya sendiri tidak dikuasainya dengan baik?
Perbedaan itu memang ada, misal saudara kembar, genetik sama, OrTu sama, pendidikan Formal & non Formal (misal) juga sama, lingkungan sosial juga sama, toh (mungkin) bisa sedikit berbeda dalam penafsiran2 hal2 tertentu, konon pula yang famili bukan saudara bukan. Mungkin saja yang membuat/membentuk sedikit perbedaan, adalah pengalaman2 hidup masing2.
 
Akhir kata...... omongksosong saya, ada sedikit pepatah Jerman:
"Ein Esel kann noch so weit reiten, er wird niemals als ein Pferd zurück kommen!", inggrisnya kira2
"A donkey can still ride so far, he will never come back as a horse"
 
Wassalam,
Muljadi Ali Basjah.
 
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Uda Akmal dan Sanak Sapalanta n a h,
Hahaha... Mungkin juga sudah jadi konstanta tersendiri :)
"Perebutan" massa antara Islam dan Kristen dari pengalaman saya terpapar olehnya bagi saya sudah pada tataran yang memprihatinkan. Dokumen Toronto di th 90-an bukan omong kosong kalau sekarang mah hanya jadi urban legend.
Marga saya yg mayoritas kristen sering membawa saya masuk ke komunitas kristen di mana mereka merasa bebas membicarakan hal2 ini tanpa ragu. Salah satunya saya pernah 2 tahun masuk milis cyber-GKI hingga dikeluarkan tanpa sepengetahuan saya (didaftarkannya pun tanpa sepengetahuan saya. Nampaknya ada teman yg ceroboh berasumsi dan mendaftarkan saya). Mungkin ybs sadar kalo saya bukan kristen.
Juga berbagai encounter lain dgn umat kristen yang aktif dalam kristenisasi. Klien saya lebih banyak sekolah kristen. Nama saya ga laku di sekolah2 islam :). Well anyway dari berbagai pengalaman tsb saya melihat hal ini seperti balon yg sudah mencapai titik max utk meledak.
Saya tidak anti Islamisasi, sy memilih 'memerangi' dgn memperkuat generasi muda di bidang pendidikan dan menggugah utk melakukan Islamisasi dgn ilmu pengetahuan. Saya pernah melihat study dari berbagai bidang utk meng-kristenkan dunia pd umumnya dan Indonesia pd khususnya. Baik disiplin Marketing hingga kajian politis dari berbagai school of theology.
Saya juga tertarik dgn fenomena para reverts yg jadi da'i. Menurut saya mengapa kita tidak mempelajari Key Success Factor (KSF) Islam me-revert mereka. KSF kita riset juga agar jadi program marketing, etc. agar kita juga bisa bermain 'cantik'.
Salut utk Ajo Duta dan sanak lainnya yg ber-menantukan para reverts. Saya terus terang takut. Sepupu sy, ayahnya seorang revert yg jauh lebih Islam dari ibunya. Sewaktu kecil saya menyaksikan oma-nya mengajari lagu2 anak gereja (mungkin tanpa disadari karena oma-nya ga tahu lagu apa2 selain lagu2 gereja) kepadanya. Saya pernah bersekolah di sekolah katolik. Teman2 sy yg meski Islam tp datang dari keluarga campur atau salah seorang org tuanya adalah revert/convert memiliki sikap ambigu dan cenderung agnostic bahkan atheistic. Atau tepatnya mungkin bukan atheistic/agnostic tetapi menolak agama apa pun karena tidak mau mengecewakan salah satu ortu dgn memilih agama. Just somewhere in between.
Ada banyak aspek setelah meng-Islamkan seseorang. Banyak hal itu bisa dijawab (meski tidak sempurna) dengan membangun infrastruktur sekolah Islam yang baik.
Saya punya mentor di bidang konsultan ini. Beliau sewaktu sekolah di Amerika menambah uang living cost-nya dgn menjadi spiritual counselor (sc) bagi prison inmates di dekat tempatnya tinggal. Tugasnya hanya menemani para inmates ketika mau curhat regardless agamanya. Kadang2 ada yg memilih sc yg Islam meski inmate ybs bukan Islam. Alhamdulillah. Banyak dari inmates itu reverts selama belasan tahun beliau di sana hingga menyelesaikan PhD-nya. Para reverts ini kemudian jadi successful citizen sehingga mampu berkunjung ke Indonesia mengunjungi beliau. Ah indahnya. Tapi nampaknya lahan saya bukan di situ. Lahan sy di sekolah,
Konstanta (bahasa Uda Akmal) itu mempertakut saya akan kegentingan hubungan Islam-Kristen.
Hubungan Islam-Kristen begitu gentingnya bisa dilihat dari apa yg saya alami ketika ikut seminar di th 2005 dgn topik tersebut yg dihadiri tokoh besar agama2 di Indonesia spt Komarudin Hidayat, Franz Magnis Suseno dll., yg berakhir dibubarkan karena ricuh. Padahal para tokoh besar ini adalah tokoh damai.
Mengenai memperlakukan bawahan yg heterogen dgn fair and square pun rasanya juga harus dilakukan dgn cantik. Saya pernah jadi HR Director di lembaga yg dibangun seorang fisikawan terkenal. (Mohon bagian ini confidential). Dalam penerimaan pegawai sy menerapkan prinsip fair and square. Memang bbrp org masuk karena titipan si bapak pendiri. Salah satunya kelepasan bercerita kepada saya karena marga saya. Dia bilang perlu anak buah jadi dia mau rekrut x-anak buahnya tanpa prosedur. Dia bilang "anak ini kristen juga kok, kan bapak bilang kita harus memberikan kesempatan lebih kepada mereka yang kristen".
Juga di sebuah perusahaan yg proses procurement-nya sangat ketat berhasil meloloskan travel bureau RAPTIM yg milik Vatican menjadi salah satu dari 2 travel bureau rekanan perusahaan tersebut. Bagaimana mungkin itu terjadi? Legal Head dan Procurement Head dan GA Head kristen sehingga meski masuknya 2 tetapi semua pemesanan tiket tetap saja melalui RAPTIM meski jauh lebih mahal.
Belum lagi tentang anak ber-IQ 152 dengan nama Arab dari daerah yg mayoritas Islam diberi beasiswa ke SMP-SMA unggulan Kristen. Anak ini langganan juara OSN. Sy curiga ia sudah convert saat ini. Bahkan mungkin keluarganya pun sudah. Coba bayangkan apa jadinya dia di masa depan? Pemuda yg cerdas berpendidikan dgn segudang prestasi yg bernama Arab akan mudah mengecoh orang Islam, seperti halnya marga saya sering mengecoh umat Kristen.
Ini bukan di Indonesia saja. Sewaktu kuliah di Amerika dan riset di Belanda pun saya mengalami berinteraksi dgn para evangelists. Polanya sama. Tension-nya pun sama.
Ini sedikit lagi jadi perang. Banyak lagi yg tidak bisa saya ungkapkan karena keterbatasan ruang dan waktu. Pada dasarnya saya setuju hanya saja perlu cara yg yg cantik agar tidak meledak jadi perang. Nampaknya para reverts itulah yang mengerti. Wallahualam bishowab.
Rgds.
Jaha
Sent from not so-smart-phone

--
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
1. Email besar dari 200KB;
2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/
---
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

Kirim email ke