Jumat, 09 April 2010 03:53 


umaryunus

In Memoriam Prof. Dr. Umar Junus (1934-2010)

Suryadi
(Leiden Institute for Area Studies / School of Asian Studies, Leiden
University, Belanda)

Kita biasanya baru menghargai 
sesuatu setelah kita kehilangannya
(Umar Junus, "Kita dan sastera tradisi kita', Dewan Sastera XIII.2, Februari
1983:3).

Awal Maret lalu, sebuah sms masuk ke HP kuno saya: "Dear frens (sic), Bapak
passed away peacefully at. 9.15 pm." Sms itu dikirim oleh Ervan Yunus, anak
bungsu Prof. Dr. Umar Junus, dari Kuala Lumpur, yang memberitakan kepergian
ayahnya menemui sang Khalik. Saya tertegun, dan segera teringat pada dunia
ilmu dan kritik sastra Malaysia dan Indonesia yang kini kehilangan lagi
salah seorang pakarnya yang sangat prolifik: Prof. Dr. Umar Junus. Umar
Junus meninggal dengan tenang pada hari Senin, 8 Maret 2010 pukul 9.15 malam
waktu Kuala Lumpur dalam usia 76 tahun. Beliau meninggal di Pusat Perubatan
Universiti Malaya setelah mengalami sesak napas. Jenazahnya telah
dikebumikan di Kota Damansara sekitar jam 3 sore, Selasa, 9 Maret 2010. 

Wafatnya Umar Junus jelas merupakan kehilangan besar bagi dunia ilmu dan
kritik sastra Malaysia dan Indonesia. Melalui buku-buku, artikel-artikel,
dan esei-esei kritik sastra yang ditulisnya, Umar Junus menjadi "jembatan
kokoh" yang telah menghubungkan dan sekaligus memperkenalkan secara
timbal-balik dunia sastra Malaysia dan Indonesia, yang sekarang belum
tergantikan oleh sosok kritikus yang lain dari kedua negara jiran itu.
Menimbang jasa-jasa almarhum di bidang ilmu dan kritik sastra, sudah
sepatutnyalah kita memberikan penghargaan kepadanya, paling tidak dalam
wujud sebuah buku penghargaan yang ditulis bersama. Kita juga mesti
diingatkan akan tradisi penghormatan kepada seorang sarjana yang meninggal.
Tulisan kecil ini hanya sekedar tanda ingatan penulis yang dimaksudkan untuk
mengingatkan kita semua bahwa selayakanya kita-para ilmiawan dan penggiat
sastra Indonesia dan Malaysia-mengenang Umar Junus, yang disebut oleh koran
New Straits Times (edisi 27 Mei 1992) sebagai "A Man for All Theories".

Sesungguhnya koran New Straits Times tidaklah berlebihan menyanjung Umar
Junus. Tak dapat disangkal bahwa almarhum di masa hidupnya memang merupakan
salah seorang ilmuwan dan kritikus sastra besar dan sangat prolifik yang
pernah kita miliki. Orang sering menyandingkan nama Umar Junus dengan H.B.
Jassin, tapi tulisan-tulisan Umar Junus lebih banyak, lebih terasa bobot
ilmiahnya dan lebih bervariasi dalam hal tema (stilistika, sosiologi sastra,
resepsi sastra, strukturalisme, semiotik, dan lain sebagainya). Jika H.B.
Jassin adalah seorang pengumpul terbitan-terbitan sastra yang sangat rajin
(seperti dapat dikesan dari isi Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin di
Jakarta yang ditinggalkannya), maka Umar Junus adalah seorang penganalisa
yang handal. Hal itu hanya dimungkinkan karena kepintarannya sebagai seorang
yang berasal dari dunia kampus dan komitmennya yang kaffah terhadap bidang
ilmunya (bahasa dan sastra), yang didukung oleh keluasan bacaannya. Sekarang
saya sedang menyusun senarai karya-karya Umar Junus dan mendapati bahwa
beliau telah menulis sejak masih menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia
di akhir tahun 1950-an sampai tahun-tahun terakhir masa hidupnya.

Dalam rentang waktu antara 1950-an sampai tahun 2010-an tulisan-tulisan Umar
Junus terbit hampir setiap tahun di berbagai media ilmiah dan populer,
terutama di Malaysia dan Indonesia. Tampaknya berbagai gagasan tak pernah
berhenti mengalir dari dalam pikirannya, sejak selagi menjadi mahasiswa
sampai akhir hayatnya. Menurut anak-anak Umar Yunus, ayahnya selalu bangun
jam 4 pagi; dua jam sebelum waktu shalat subuh datang digunakannya untuk
menulis. Sejauh yang dapat saya telusuri, tulisan Umar Junus yang
terawal-walau mungkin bukan yang pertama-berjudul "Anda dan persoalan
kataganti orang kedua dalam bahasa Indonesia" yang dimuat dalam jurnal
Bahasa dan Budaja VI.5 (Djuni 1958:32-5). Ketika itu beliau masih berstatus
sebagai mahasiswa di Universitas Indonesia.  Sedangkan karyanya yang
terakhir, sejauh yang dapat saya telusuri, adalah "Copenhagen dan
Copenhagen" (Dewan Budaya 32.03, Maret 2010:40-1). Dengan demikian,
kelihatan bahwa Umar Junus tak pernah berhenti menulis sampai akhir
hayatnya. Besar kemungkinan akan ada lagi karya-karyanya yang akan terbit
setelah beliau meninggal. Oleh karena itu tidaklah berlebihan apabila Raja
Masittah Raja Ariffin mengatakan (dalam Dewan Bahasa 1.2, Februari
2001:60-1) bahwa Umar Junus adalah seorang ilmuwan yang "sentiasa bermesraan
dengan buku" dan menjadikan buku-buku sebagai "teman setia" beliau.
Dalam tulisan-tulisannya, yang jumlahnya lebih dari seratusan, baik berupa
buku, esei, artikel ilmiah dan populer, ulasan buku, kertas kerja, dan
pengantar untuk buku atau novel orang lain, terlihat betapa luas dan
progresifnya pemikiran-pemikiran Umar Junus mengenai bahasa, sastra dan
budaya Malaysia dan Indonesia. Bacaannya yang sangat luas telah memungkinkan
beliau dapat menganalisa teks sastra, baik 'tradisional' maupun yang
'modern', dengan sudut pandang yang bervariasi dan berbeda dengan ilmuwan
dan kritikus sastra yang lain. 


Di mata keluarga, teman-teman, dan mahasiswanya, Umar Junus adalah seorang
yang juga punya sifat riang dan selalu merasa optimis. Tampaknya sifat itu
terus melekat pada diri Umar Junus sampai beliau meninggal. Demikianlah
umpamanya, walau sudah pensiun dari Universiti Malaya sejak tahun 1990  dan
walau mengidap penyakit myasthenia gravis sejak 1997, yang membatasi daya
geraknya, namun Umar Junus kelihatan tetap optimis dan selalu bergairah bila
diajak berdiskusi mengenai dunia bahasa dan sastra Malaysia dan Indonesia.
Sepertinya gairah keilmuan tidak pernah padam dalam diri Umar Junus.
Seringkali beliau mengirimkan artikel-artikel yang menarik tentang sastra di
internet kepada saya di Leiden lewat email, yang menandakan bahwa beliau
tetap mengikuti perkembangan bidang ilmunya walau sudah tidak aktif lagi di
dunia kampus dan di ruang publik. Bahkan sifat riangnya masih lagi kelihatan
walau dalam keadaan sakit. Kepada keluarganya, dan juga kepada saya ketika
bersama Prof. Taufik Abdullah terakhir kali mengunjungi beliau di rumahnya
di Petaling Jaya di sela International Convention of Asia Scholars ke-5 (2-5
Ogos 2007), Umar Junus bergurau dengan kami tentang penyakitnya: "Aristotle
Onasis meninggal karena menderita penyakit myasthenia gravis. Saya mewarisi
penyakitnya itu, tapi tidak kekayaannya".

Adalah tidak berlebihan jika saya katakan bahwa Umar Junus adalah salah
seorang sarjana hebat yang pernah kita miliki dan yang telah banyak berjasa
memperkenalkaan berbagai teori sastra di Malaysia dan Indonesia. Beliau pula
yang memberikan pandangan mengenai kemungkinan melihat fenomena sastra dari
sudut ilmu-ilmu di luar ilmu humaniora. Dalam buku-bukunya-Resepsi Sastra:
Sebuah Pengantar (1985), Sosiologi Sastera: Persoalan Teori dan Metode
(1986), Karya sebagai Sumber Makna: Pengantar Strukturalisme (1988), dan
Stilistik: Pendekatan dan Penerapan (1990), untuk sekedar menyebut beberapa
judul dari sekitar 50 buku yang telah ditulisnya-Umar Junus memperkenalkan
kepada khalayak akademisi dan praktisi sasatra di Malaysia dan Indonesia
(dan mungkin juga Brunei Darussalam) berbagai teori sastra (resepsi sastra,
sosiologi sastra, strukturalisme, stilistika, semiotik, dan lain sebagainya)
dengan banyak mengambil contoh dari karya-karya sastra Malaysia dan
Indonesia sendiri, sehingga uraiannya terasa kontekstual dapat dipahami oleh
pembaca. Tentu saja tidak semua teori itu cocok dengan sastra Malaysia dan
Indonesia untuk mana Umar Junus sering memberikan ulasan kritis, bahkan
kadang-kadang menunjukkan bukti-bukti bahwa pikiran-pikiran tertentu yang
mendasari sebuah teori Barat sudah lebih dulu ada di dunia Timur, seperti
antara lain dapat dikesan dalam artikelnya: "Pembacaan semula cerita Abu
Nawas: pemikiran lateral de Bono bukan baru" (Dewan Sastera 21.12, November
1991:74-6).

Umar Junus menulis dalam bahasa Melayu, Indonesia, dan Inggris.
Tulisan-tulisan beliau tersebar di berbagai media (koran, majalah
sastra/bahasa/budaya, dan jurnal ilmiah), sejak dari koran Sinar Harapan
sampai kepada Kompas; sejak dari jurnal bahasa/sastra Budaja Djaja sampai
kepada majalah Horison; sejak dari jurnal ilmiah Humaniora sampai kepada
Sari. Boleh dikata, tulisan-tulisan Umar Junus dapat ditemukan di banyak
jurnal ilmiah dan majalah umum di Malaysia dan Indonesia. Umar Junus adalah
seorang penulis tetap rubrik "cakerawala" dalam jurnal Dewan Sastera, rubrik
"Saling Silang" dalam jurnal Dewan Budaya (sejak 2008) dan juga menyumbang
banyak esei dan artikel mengenai bahasa dana budaya Melayu dalam jurnal
Dewan Bahasa. Di tahun 1960-an dan awal 1970-an, ketika kebanyakan akademisi
di bidangnya belum banyak mengenal jurnal ilmiah internasional, Umar Junus
sudah menulis di jurnal ilmiah seperti Bijdragen tot de Taal-, Land- en
Volkenkunde, Archipel, dan Linguistics.  Dalam kajian akademis dan esei-esei
sastra dan bahasa yang ditulis oleh Umar Junus, kita mendapat kesan bahwa
kekayaan makna sebuah teks sastra tergantung pada keluasaan dan keintensifan
pembacaan dan penganalisaan teks itu oleh ilmuwan atau kritikus. Seorang
ilmuwan dan kritikus yang berwawasan luas seperti Umar Junus dapat berdialog
tak henti-hentinya dengan teks. Di tangannya, sebuah teks memiliki makna
polisemi, berlapis-lapis dan jauh lebih kaya daripada makna yang dulu
dipikirkan oleh para pengarang teks itu sendiri. Umar Junus memberi
perhatian pada semua unsur teks, baik yang pusat (center) maupun yang
pinggiran (periphery). Baginya setiap unsur teks itu memiliki fungsi dan
makna. Demikianlah umpamanya, beliau memberi perhatian kepada ilustrasi yang
ada dalam karya-karya sastra Melayu, unsur teks yang selama ini
hampir-hampir luput dari perhatian para peneliti lain, karena mungkin
dianggap tidak penting. Bagi Umar Junus ilustrasi adalah bagian yang
fungsional dalam teks sastra, seperti dapat dikesan dalam artikelnya:
"Illustrations and Malay stories: a preliminary statement" (Malay Literature
1.1, July 1988:100-15).


Umar Junus lahir  tanggal 2 Mei 1934 di Silungkang, Sumatra Barat; memasuki
sekolah menengah pertama di Silungkang dan sekolah menengah atas di
Bukittinggi; meraih ijazah sarjana sastra dari Universitas Indonesia,
Jakarta pada tahun 1959; mengajar di Fakultas Keguruan Sastra dan Seni, IKIP
Malang, sampai 1967; menjadi pengajar bahasa Indonesia di Yale University,
Amerika Serikat; dan mulai 1967 beliau hijrah ke Malaysia dan diterima
menjadi dosen (pensyarah) di Universiti Malaya sambil meneruskan studinya di
universitas itu. Ijazah Doktor Falsafah diraihnya dari Universiti Malaya
pada tahun 1982 dengan disertasi  "Sosiologi Sastera: Persoalan Teori dan
Metode di sekitar Sastera Melayu dan Indonesia" yang kemudian diterbitkan
(1986). Karena begitu produktifnya berkarya, Umar Junus dianugerahi pula
gelar professor Madya oleh Universiti Malaya. 


Walau merantau Cina ke Malaysia, Umar Junus tidak melupakan ranah bundanya:
Minangkabau. Salah satu karyanya, Kaba dan Sistem Sosial Minangkabau: Sebuah
Problema Sosiologi Sastra (1984) adalah bukti kecintaannya kepada kebudayaan
Minangkabau, kebudayaan nenek moyangnya. Buku itu merupakan salah satu hasil
penelitian yang terbaik mengenai sastra lisan Minang kaba. Umar Junus juga
menjadi dosen tamu di Universitas Andalas, Padang, tahun 1985. Kemudian pada
tahun 1993 beliau juga menjadi dosen tamu di University of Kyoto, Jepang.

Umar Junus adalah seorang ilmuwan yang kritis dan suka berdebat secara
terbuka. Sifat kritis dan terbukanya itu antara lain dapat dikesan dari
perdebatan akademis antara dirinya dengan Wahab Ali, seperti terefleksi
dalam eseinya: "Saya dan Wahab" (Horison IX.2, Februari 1974:36-40). Sifat
kritis dan terbuka Umar Junus itulah antara lain yang menyebabkan beliau
enak diajak menjadi mitra diskusi. Tapi karena sifat kritisnya itu pula
kadang-kadang ada orang yang merasa tersinggung. Memang kebanyakan ilmuwan
kita merasa bahwa apabila tulisan mereka dikritik dan dikomentari, maka hal
itu sering diartikan sebagai serangan terhadap pribadi penulisnya. Akan
tetapi bagi Umar Junus itu bukan jadi soal karena beliau yakin dunia ilmu
memang harus terbuka dan kritis. Hanya dengan sifat terbuka dan kritis
itulah tradisi keilmuan yang kuat dapat dibangun dan dikembangkan di
Malaysia dan Indonesia.  

Umar Junus mempersunting, Farina Talaha (sekarang berumur 69 tahun) yang
sekampung dengannya. Mereka menikah tahun 1960. Tahun ini adalah ulang tahun
pernikahan mereka yang ke-50. Pasangan langgeng ini memiliki tiga anak (2
lelaki, 1 perempuan): Novian Ekaputra Junus (49 tahun), Revina Ekaputri
Junus (47 tahun), dan Ervan Dwiputra Junus (34 tahun). Dari anak-anaknya
almarhum memperoleh 7 orang cucu.

Dalam suatu kesempatan berbicang-bincang dengan Ervan Junus, yang bekerja di
sektor perminyakan, di flat Saya di Leiden bulan Oktober 2007, anak bungsu
Umar Junus itu berkata: aneh bahwa ayahnya memilih dunia ilmu, tidak seperti
kebanyakan orang Silungkang yang menjadi pedagang kaya di Jakarta dan di
banyak kota lainnya di Indonesia, yang kalau lebaran datang pulang ke
kampung bersama-sama sambil berkompetisi memamerkan mobil terbaru milik
masing-masing. 

Tapi, karena pilihan yang "menyimpang" itulah Umar Junus justru jauh lebih
dikenal dari pedagang kaya manapun yang berasal dari Silungkang. Pilihannya
ternyata tidak sia-sia. Pilihan itu telah mengantarkan Umar Junus ke tingkat
yang boleh dibanggakan dalam lingkungan ilmu sastra di Malaysia dan
Indonesia. Selama sastra Malaysia dan Indonesia masih hidup dan diapresiasi
oleh pembacanya, karya-karya Umar Junus pasti akan terus pula dibaca orang.
Dan itu berarti bahwa nama seorang Umar Junus akan selalu dikenang banyak
orang.  

Selamat jalan Bapak Umar Junus. Selamat beristirahat "a man for all
theories". Semoga kedamaian abadi senantiasa bersamamu di dunia sana.

Leiden, Belanda, 24 Maret 2010

Catatan: Versi bahasa Malaysia tulisan ini saya kirimkan juga ke Gapena dan
jurnal Dewan Sastera di Kuala Lumpur.

 

http://horisononline.com/index.php?option=com_content
<http://horisononline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=37:pe
rginya-a-man-for-all-theories&catid=2:esai&Itemid=3>
&view=article&id=37:perginya-a-man-for-all-theories&catid=2:esai&Itemid=3

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

To unsubscribe, reply using "remove me" as the subject.

<<image001.jpg>>

Kirim email ke