MEMBEDAH AKAR MASALAH MADRASAH

Oleh: Silfia Hanani
Kandidat Doktor Universiti Kebangsaan Malaysia


Tulisan  Hilmi  Muhammadiyah  pada  5  Januari  2007  di  bawah  tajuk
Mengakhiri Diskrimininasi Terhadap Madrasah sebanarnya bukanlah sebuah
isu yang baru, tetapi isu lama yang tidak pernah teselesaikan sehingga
madrasah berlarut-larut dalam masalahnya sendiri.

Permasalahan itu menurut Hilmi sebagai akibat daripada adanya hegemoni
kekuasaan,  pertama  terlihat  melalui  aturan main kurikulum madrasah
yang   banci   dan  kedua melalui pembiayaan madrasah yang bertendensi
dikhotomi jika dibandingkan dengan sekolah umum.

Keadaan yang demikian menjadikan madrasah tumbuh dan berkembang ibarat
pepatah  hidup segan mati tak mau. Dalam kondisi seperti ini, betulkah
hegemoni   kekuasaan   dan   dikhotomi   kebijakan   sebagai  penyebab
 runtuhnya    kualitas   madrasah?  Menjawab  permasalahan  ini  perlu
dilakukan  pendekatan  ruang-waktu,  sehingga  ditemukan varian-varian
lain yang ikut dominan penyebab terperlesetnya mutu madrasah.

Di  Indonesia  sebelum  populer  madrasah  telah  berkembang institusi
pendidikan Islam lokal yang independen. Di Minangkabau misalnya, telah
muncul  institusi  pendidikan Islam surau, di pulau Jawa lebih populer
pondok  pesantren.  Institusi  pendidikan  Islam lokal tersebut, telah
berhasil  memembangun  sumber  daya  umat  Islam pada zamannya. Tetapi
ketika datangnya kolonialisme memperkenalkan sistem pendidikan modren,
institusi  lokal  mulai  buyar  dan  mulai dipandang sebagai institusi
pendidikan kelas dua oleh masyarakat.

Setidaknya  ada  dua permasalahan yang membuyarkan, pertama pendidikan
Islam  lokal  yang  independen  itu lebih bersifat tekstual, sementara
alam kehidupan berkembang dengan begitu cepat, perkembangan itu selalu
menuntut    kearah    penguasaan   materialisme.   Konsep   penguasaan
 materialisme   inilah  yang  kurang  dalam institusi pendidikan Islam
ketika itu. Fenomena yang demikian oleh kolonialisme dijelaskan dengan
Islam  ortodok,  Umat  Islam  yang tidak mau memberikan ruang hidupnya
kepada   dimensi  kompetisi  dunia.  Disinilah  awal  kekalahan  teori
pendidikan  umat  Islam dalam penguasaan dunia, sehingga dalam rentang
waktu  yang  begitu  mensejarah  di negara ini tidak lahir teori-teori
lokal  yang berasaskan Islam tentang penguasaan material ini. Akhirnya
berpengaruh   terhadap   keberadaan   sekolah   agama.  Sekolah  agama
diorientasikan  sekolah   akhirat ,  image semacam itu berkembang luas
dalam masyarakat Indonesia yang mengalami perubahan besar.

Kedua,  pengelolaan  madrasah  yang  stagnan  dan  tidak mampu meracik
sistem  reinventing, sehingga madrasah tidak mampu mengikuti perubahan
masyarakat  yang  begitu cepat dan kompleks. Baru sekitar awal abad 19
setelah  kembalinya  para  pelajar Indonesia menuntut ilmu di beberapa
negara  Timur  Tengah  termasuk  di  Mesir, institusi pendidikan Islam
mulai  diperbaharui  dengan  cara  mengadopsi  sistem pendidikan Timur
Tengah   tersebut,   sehingga   madrasah   menjadi  populer.  Madrasah
berkembang  di  berbagai kawasan di Indonesia, di Sumatera Barat waktu
itu  ikon  madrasah dipegang oleh Sumatera Thawalib, Diniyah Putra dan
Putri.

Namun  setelah Indonesia merdeka, institusi-institusi pendidikan Islam
ini  memasuki  dunia  politik,  pasang surut kualitas madrasah semakin
tampak.  Jati  diri  madrasah terombang ambing kedalam dua kepentingan
yang  tidak  berkesudahan,  antara kepentingan politik dan umat. Tarik
menarik  dua  kepentingan ini, nampaknya ikut memberikan peluang tidak
bergimingnya  madrasah sebagai agent transformasi sosial umat Islam di
Indonesia,   sementara   sekolah-sekolah   umum  yang  modern  semakin
menampakkan  jati  dirinya  seperti yang dipersepsikan oleh masyarakat
sebagai  penyelamat  dunia  material.  Imege  terhadap  madrasah mulai
berkurang,  masyarakat  lebih  memilih  menyekolahkan  anak-anaknya ke
sekolah umum ketimbang ke madrasah.


Keadaan  kualitas madrasah yang tidak stabil itu akahirnya masuk dalam
cakrawala  nasional,  sehingga  madrasah  menjadi  objek  dalam sistem
pendidikan  nasional.  Oleh  sebab itulah, terjadi perubahan-perubahan
kurikulum   dalam   madrasah.   Madrasah  mulai  menghadapi  kurikulum
keberimbangan,  antara  pendidikan umum dan pendidikan agama, kemudian
dipercepatlah  menjadi  70%  pendidikan umum dan 30% pendidikan agama,
dengan  tujuan  untuk  memicu  lari  mutu  madrasah dan skaligus untuk
menghilangkan  stigma masyarakat yang memandang madrasah sebagai kelas
pendidikan nomor dua.

Dibalik  pergerakan perubahan itu, apa sesungguhnya yang terjadi. Mutu
madrasah  tetap saja berjalan ditempat. Malah madrasah kehilangan jati
dirinya  sebagai  institusi  yang fokus dengan pendidikan Islam. Untuk
mengkonter  kondisi  tersebut  maka lahirlah madrasah khusus, terutama
pada  tingkat aliyah, yang fokus dengan pendidikan agama Islam. Namun,
madrasah-madrasah  yang  setengah umum dan setengah agama tetap berada
dalam muara kebingungan dan jati dirinya yang tidak jelas.

Membebaskan Madrasah
Menilik  daripada  perjalanan  jatuh  bangunnya  madrasah dalam pentas
pendidikan  di  Indonesia,  sebuah  kesimpulan  yang perlu di bebaskan
adalah  kultur  madrasah yang soft culture, yaitu adanya sebuah budaya
kelemahkarsaan   dalam   membangun  jati  dirinya,  sehingga  madrasah
terombang ambing dalam kecepatan perubahan yang terjadi.

Sesungguhnya  Departemen  Agama  yang  pada  umumnya  sebagai  pemilik
madrasah  sudah  harus mempunyai ruang wacana yang konstruktif ke arah
mana  madrasah ini digiring sehingga madrasah mampu tampil dengan jati
dirinya  yang sesungguhnya, tidak bermain dalam  ikut-ikutan , seperti
yang terlihat selama ini.

Permasalahan  mutu, harus dilihat secara holistik, tidak hanya dilihat
dari  segi  minimnya dana pendidikan yang dikucurkan pemerintah tetapi
juga  harus  dilihat  dari  peta   dalam  yang berlaku dalam madrasah.
Penglihatan  peta  dalam  ini,  yang  paling  urgen  tentang bagaimana
madrasah berkontestasi selama ini perlu dicerna oleh Depertemen Agama.




--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
Website: http://www.rantaunet.org 
=============================================================== 
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: 
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. 
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
=============================================================== 
Berhenti (unsubscribe), kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 

Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe 
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount 
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke