Assalamu'alaikum...
Mas Widyo,,, mohon maaf,, sebenarnya pekerjaan asli Mas Widyo apa sie,,,? apa ada hubungannya dengan masalah2 pajak,,,?
Thanx yah,,,
Assalamu'alaikum

Widyo Winarso <[EMAIL PROTECTED]> wrote:




* FYI *

Thx
Widyo



> -----Original Message-----
> From: Muljani, Tinny [JACID]
> Sent: Tuesday, March 01, 2005 1:02 PM
> To: Fridayanti [JACID]; Irawati, Happy [JACID]; Dewi, Evi Rosana [JACID]
> Subject: FW: Ditjen Pajak kejar PPh credit card
>
>
> Ditjen Pajak Kejar PPh Kartu Kredit
> -- Investor Daily - 25-Feb-2005 --
>
> JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) berupaya agar Pajak
> Penghasilan (PPh) atas pengeluaran kartu kredit bisa dimasukkan dalam
> Surat
> Pemberitahuan Tahunan (SPT). Karena pelaporan pengeluaran kartu kredit
> dapat
> mendeteksi adanya ketidakjujuran Wajib Pajak (WP) dalam pelaporan
> pendapatan.
>
> "Yang kita kejar adalah PPhnya. Misalnya satu orang pengeluaran kartu
> kreditnya sampai Rp 14,4 triliun. Apa betul Rp 14,4 triliun sudah
> dimasukkan
> dalam SPT, kalau belum dimasukkan, ya kan objek pajak," ujar Hadi Purnomo
> ketika ditemui di gedung Departemen Keuangan, di Jakarta, Rabu (23/2).
>
> Menurut Hadi, pembelanjaan dengan kartu kredit sudah dikenai Pajak
> Pertambahan Nilai (PPN) sebagai pajak langsung. Tetapi, pendapatan
> pemegang
> kartu kredit harus dikenai PPh. Hadi menyebutkan, PPh merupakan pajak
> tidak
> langsung atas tambahan kekayaan. Mengenai kemungkinan terjadinya double
> taxation (pajak ganda), ia kurang setuju, "Tunggu dulu, tidak ada kena
> pajak
> dua kali. Apakah penghasilan yang dibayarkan untuk di kartu kredit itu
> sudah
> dilaporkan dalam SPT tidak?," ujarnya.
>
> Jika sumber penghasilan WP dilaporkan dalam SPT, pengeluaran kartu kredit
> tidak perlu dilaporkan. "Tapi siapa tahu banyak yang belum masuk, masa
> orang
> penghasilannya Rp 100.000 kartu kreditnya bisa RP 5 juta, berarti ada yang
> belum masuk dalam SPT," tegasnya.
>
> Hadi menilai, pengeluaran kartu kredit harus dikenai PPh, karena ada
> tambahan kekayaan atau tambahan kemampuan ekonomis. Ia berpendapat, pajak
> penghasilan itu bukan pajak langsung sehingga pajak itu akan mengganggu.
> Hadi mengaku, hal ini dapat menghilangkan diskriminasi dan penetapan PPh
> terhadap pengeluaran kartu kredit ini merupakan pelaksanaan dari
> Undang-Undang. "Saya melaksanakannya karena ada UU-nya. Jadi, pajak ganda
> yang mana?" cetusnya.
>
> Guna mengenali WP, Ditjen Pajak membutuhkan alat pemantau, yaitu bank data
> WP yang diperoleh dari sejumlah instansi. Bank data wajib pajak yang
> diperoleh dari prinsip knowing your tax prayer (kenali pembayar pajak)
> dinilai cukup ampuh mendorong penerimaan pajak. "Dalam empat tahun
> terakhir,
> pendapatan pajak bisa mencapai Rp 800 triliun," katanya.
>
> Ia optimis, pendapatan pajak bisa lebih besar, bila akses pajak ke
> sejumlah
> transaksi keuangan terbuka. Pajak juga berpotensi naik, bila Bank
> Indonesia
> mengizinkan aparat pajak cukup menggunakan UU perbankan Pasal 41 dalam
> rangka penyidikan pajak. Ditjen Pajak cukup melampirkan pajabat pajak dan
> nama nasabahnya untuk mengakses rekening nasabah.
>
> "Sekarang itu belum bisa karena ada peraturan Bank Indonesia yang
> mensyaratkan di bank mana rekening tersebut berada," ujarnya. Dia berharap
> BI segera meluruskan PBI yang bertentangan dengan UU perbankan.
>
> Data wajib pajak dan pungutan pajak yang dikumpulkan boleh jadi akan lebih
> besar bila aparat pajak bisa mengakses debitor bank. Hadi menyatakan, hal
> itu penting untuk memastikan agar pinjaman dipergunakan untuk hal yang
> benar, seperti investasi atau tidak digelapkan. Bila data ini tidak
> terakses
> dan digelapkan, Ditjen Pajak akan mengalami kerugian. (rie)
>
> Akses pajak kartu kredit tak picu pungutan ganda'-- Bisnis Indonesia -
> 25-Feb-2005 --
>
> JAKARTA (Bisnsi): Dirjen Pajak Hadi Poernomo menjamin perluasan akses
> Direktorat Jenderal Pajak ke transaksi kartu kredit tidak akan menciptakan
> pungutan pajak ganda.
>
> Menurut dia, perluasan akses Dirjen Pajak ke transaksi kartu kredit untuk
> memastikan wajib pajak memberi keterangan yang jujur pada waktu melakukan
> pengisian surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak.
>
> "Tidak ada yang kena pajak sampai dua kali. Apakah penghasilan yang
> dibayarkan untuk [melunasi utang di] kartu kredit itu sudah dilaporkan
> dalam
> SPT atau tidak? Kalau sumber penghasilanya [terekam dalam SPT] ya tidak
> usah
> [dipungut pajak lagi]," katanya di Jakarta, pekan ini.
>
> Poernomo mengakui pemegang kartu kredit telah membayar pajak partambahan
> nilai (PPN) pada saat melakukan transaksi-jenis pajak tersebut merupakan
> pajak yang langsung dipungut-namun yang ingin ditelusuri Ditjen Pajak
> adlah
> keberadaaan pajak penghasilan (PPh) dari transaksi itu.
>
> PPh, sambungnya, merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan atas
> peningkatan kekayaan atau tambahan kemampuan ekonomis yang bias tercermin
> dalam transaksi keuangan seperti kartu kredit.
>
> Dirjen Pajak menilai industri keuangan yang mengeluarkan kartu kredit
> tidak
> mungkin memberi plafon pada pemegang kartu melebihi batas penghasilan yang
> bias dibelanjakan calon konsumenya.
>
> "Yang kami kejar adalah PPh-nya misalnya pengeluaran kreditnya mencapai
> sampai Rp14,4 triliun. Apa betul Rp14,4 triliun sudah dimasukan dalam SPT?
> Kalau belum dimasukannya [berarti] objek pajak. Taruhlah Rp7,5 triliun
> sudah
> dimasukan dalam SPT jadi kalikan [tariff PPh] 30% ada Rp2,3 triliun."
>
> Pada kesempatan berbeda Direktur Akunting dan Sistem Pambayaran BI Mohamad
> Ishak mengatakan bank sentral mendukung Ditjen Pajak mendorong penerimaan
> Negara a.l. melalui perluasan akses ke kartu kredit, namun upaya itu harus
> diiringi dengan perangkat peraturan yang jelas dan transparan. "Tapi juga
> tolong untuk Dirjen Pajak jangan sampai menggangu bisnis kartu kredit
> ini,"
> tandasnya.
>
> Menanggapi hal itu, Poernomo menjamin perluasan akses ke industri kartu
> kredit tidak akan mengganggu bisnis tersebut karena yang diincar Ditjen
> Pajak adalah kewajiban PPh sehingga tidak langsung membebani industri
> tersebut.
>
> Dirjen Pajak melanjutkan perluasan akses ke kartu kredit juga bias menjadi
> sarana menekan potensi kehilangan penerimaan Negara.
>
> Indah Suksmaningsih, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI),
> mengatakan Ditjen Pajak sebaiknya memfokuskan kepada pemegang kartu yang
> memiliki kartu kredit tinggi ketimbang yang bernilai kecil.
>
> "Saya kira ada cara-cara lain dalam melihat hal pajak dari pada membabi
> buta
> untuk mengambil pajak masyarakat," ujarnya.
>
> Bisa rusak
>
> Sementara Budi Setiawan, Ketua Umum Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI)
> menghawatirkan ekspansi Ditjen Pajak ke industri kartu kredit akan merusak
> tingkat kepercayaan masyarakat.
>
> Budi mengharapakan ada diskusi lanjutan dengan Ditjen Pajak tentang
> transparansi mekanisme pelaporan SPT pemegang kartu.
>
> "Kami minta Dirjen Pajak kalau lebih efektif itu minta pembayar pajak
> mencantumkan nomor kartu kreditnya di SPT, baru dikembangkan lagi tapi ini
> baru pembicaraan, skemanya mau bagaimana itu akan dibicarakan lebih
> lanjut,"
> ujarnya.
>
> Bila perkiraan fee yang diterima penerbit kartu kredit sebesar Rp750.000
> per
> tahun per kartu kredit, dan tarif PPh yang digunakan adalah 30%, maka
> diperkirakan potensi pajak yang seharusnya dapat diterima penrbit kartu
> kredit kurang labih Rp1,125 triliun.
>
> Kehilangan potensi pajak ini akibat minimnya akses Ditjen Pajak terhadap
> data-data kekayaan wajib pajak, disamping adanya hambatan dari UU
> Perbankan.
>
> Berdasarkan perhitungan Ditjen Pajak potensi kehilangan pajak dari kartu
> kredit kurang lebih Rp4,2 triliun dengan asumsi menggunakan tarif PPh yang
> sama.(faa/luz)
>
>






_______________________________________________
Reuni mailing list
Reuni@smun1sumpiuh.com
http://smun1sumpiuh.com/mailman/listinfo/reuni_smun1sumpiuh.com



Do you Yahoo!?
Read only the mail you want - Yahoo! Mail SpamGuard.
_______________________________________________
Reuni mailing list
Reuni@smun1sumpiuh.com
http://smun1sumpiuh.com/mailman/listinfo/reuni_smun1sumpiuh.com

Kirim email ke