Precedence: bulk


MENYELAMATKAN "THE LOST GENERATION" DI KALIMANTAN TENGAH

Dikutip dari Majalah Sahewan Tajahan (Obor Penyulut), Palangka Raya,
Kalimantan Tengah, No.3 Nopember 1999

                     "tanahair bagaikan perahu
                      dibengkalaikan para kelasi
                      demikianpun aku seperti negeri ini
                      lebih papa dari duka segala duka
                      namun mesti menjadi penguasa pengemban derita"

                                        Louis Aragon 

Kwik Kian Gie dalam salah-satu pernyataannya begitu dia diangkat menjadi
menteri Ekuin, mensinyalirkan adanya "the lost generation", generasi
yang hilang di negeri ini. The lost generation yang dimaksudkan oleh
Kwik adalah suatu angkatan yang dikarenakan kekurangan gizi pada masa
balita dan pertumbuhannya menjadi suatu angkatan yang perkembangan fisik
dan kecerdasannya menjadi terhalang sehingga mereka tumbuh menjadi suatu
angkatan yang tidak bisa memberikan manfaat kepada pemberdayaan rakyat,
tanahair dan bangsa.

Pernyataan Kwik ini menunjukkan bahwa taraf kemakmuran tinggi yang
sering diuar-uarkan sebagai perolehan Orba, serta angka-angka statistik
yang diumumkan mengenai merosotnya jumlah penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan, tidak lebih dari angka politik serta kebohongan besar.
Apabila kita berada di lapangan, terutama di kalangan lapisan bawah dan
paling bawah masyarakat, pernyataan Kwik ini bukanlah sesuatu yang
mengejutkan karena memang demikianlah kenyataan sesungguhnya. Rincian
keterangan mengenai hal ini pasti tidak akan cukup dibeberkan dalam satu
dua halaman kalimat. Hanya yang jelas, Kwik sudah membantu mengungkapkan
bahwa di hadapan kita terbentang satu tugas sangat mendesak karena kalau
tidak segera ditangani dan diatasi maka bangsa ini, akan melalui satu
periode kosong oleh adanya "the lost generation". Ancaman oleh adanya
"the lost generation" ini bagi Kalimantan Tengah menjadi lebih serius
lagi. Tidak usah jauh-jauh kita pergi ke propinsi di mana orang Dayak
merupakan mayoritas penduduk disingkirkan dan dimarjinalisasi oleh
sistem Orba, di Palangka Raya saja sebagai ibukota propinsi, masalah
ancaman "the lost generation" gampang sekali kita dapatkan bukti-
buktinya. Membuka pintu dan jendela, kita sudah melihat ancaman
tersebut. Angka-angka dan daftar pembangunan yang disiarkan oleh pemda
di bawah mantan gubernur rekayasa Warsito Rasman selama lima tahun
kekuasaannya , tidak bisa menutup kenyataan ini, kecuali dalam laporan-
laporan palsu kepada masyarakat dan ke tingkat atasan sesuai dengan
mentalaitas menginjak ke bawah menjilat ke atas.

Masalahnya sekarang adalah bagaimana kita menangani dan mengatasi hal
ini agar Kalimantan Tengah bisa menghindari diri dari ancaman hilangnya
satu generasi.

Berbicara tentang "the lost generation "bukanlah berbicara tentang klas
menengah atau lapisan elite yang selama 32 tahun lebih kenyang dan
dikenyangkan oleh sistem Orba, cq. Warsito Rasman di Kalteng. "The lost
generation" berarti kita berbicara tentang mayoritas masyarakat yaitu
lapisan masyarakat bawah dan paling bawah yang jika sehari saja tidak
bekerja maka mereka tidak tahu apa yang mesti dimakan hari itu.
Sementara lapisan elite, walaupun tidak terbayangkan akal bagaimana
dengan gaji resmi, tetapi dalam kenyataannya bisa membangun rumah-rumah
penaka istana. Elite yang dimaksud mencakup baik elite di pemerintahan
maupun yang bekerja sebagai administrator universitas, misalnya.

Keras mungkin kata-kata ini, tetapi apalah arti kekerasan kata-kata
dibandingkan dengan kepahitan hidup masyarkakat bawah dan paling bawah,
mayoritas penghuni propinsi. Keras kata-kata mungkin dirasakan oleh
mereka yang selama 32 tahun Orba tidak mengenal arti pembunuhan,
penindasan, pemerasan dan pembungkaman serta apalagi kelaparan.Mengingat
jumlah masyarakat bawah dan paling bawah demikian besar dan merupakan
mayoritas penduduk (Dayak atau bukan Dayak) maka jalan keluar dari
ancaman "the lost generation" ini justru terletak pada mereka juga. Dari
sini pulalah kita mulai membangun elite tandingan baru, elite yang
berakar pada masyarakat dan bukan elite comotan. Bila elite tandingan
ini muncul maka politik uang akan kehilangan makna, termasuk partai-
partai politik yang hanya mengatas-namai rakyat pun akan kehilangan
barang dagangan.

Massa dan hanya massa lah yang merupakan pahlawan sejati. Pemaduan
kekuatan antara para cendekiawan, massa dan pimpinan akan memberi
kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan jalan keluar dari ancaman "the
lost generation". Wawasan, organisasi masaa bawah dan program yang jelas
bertolak dari kenyataan akan merupakan cara praktis dalam menangani
masalah ancaman yang disinyalirkan oleh Kwik. Di sinilah terletak
peranan penting Yayasan Hatantiring beserta seluruh organisasi anggota-
nya yang bergerak di berbagai bidang.Di sini pulalah letak penting
kerjasama antara Yayasan Hatantiring sebagai organisasi swadaya masya-
rakat dengan pemerintah kotapraja Palangka Raya di bawah pimpinan wali-
kota Salundik Gohong yang berorientasi ke rakyat. Memperkuat kerjasama
ini akan mempunyai arti strategis saling mengisi. Kerjasama antara
Yayasan Hatantiring dan pemerintah kotapraja, tidak berarti Hatantiring
sebagai sebuah LSM menjadi bawahan pemerintah kotapraja. Mereka adalah
setara dan adalah mitra kerja. Dengan status ini mereka bisa saling
kontrol, saling memacu untuk bisa bekerja lebih efektif guna mencapai
hasil semaksimal mungkin. Bermitra tidak berarti harus saling puji
tetapi yang lebih penting lagi adalah saling bantu dalam menunjukkan 
kelemahan dan kekurangan demi mengatasi keduanya.  Menunjukkan
kekurangan dan kelemahan tidak sama dengan dan berbeda dengan
pembelejedan. Mencintai kawan dan menyayangi mitra berarti saling memacu
agar keduanya bisa maju terus ke tingkat yang kian meninggi. Kami tidak
meragukan komitmen Salundik Gohong sebagai walikota kepada rakyat di
dalam lingkup wilayah kerjanya. Dan selama beliau setia kepada komitmen
ini kami sebagai organisasi massa akan mendukungnya dan kami percaya
bahwa Salundik tidak ingkar akan komitmen ini. Komitmen dan
praktek-praktek kongkret adalah penakar yang pasti untuk mengukur
kata-kata.Orang seperti Salundik diperlukan dan seribu, ribuan Salundik
akan masih dan selalu diperlukan oleh propinsi ini.

Bekerja dari bawah dan lapisan paling bawah adalah salah-satu jalan dan
satu-satunya jalan untuk merobah wajah Kalimantan Tengah kita. Dalam
pekerjaan ini, pendidikan dan pendidikan, terutama pendidikan yang
membebaskan pikiran adalah kegiatan terus-menerus dilakukan. Pendidikan
kritis yang membebaskan pikiran bukanlah pekerjaan rutin, ia adalah
kegiatan yang tidak mengenal jeda. Dilakukan dengan seribu-satu cara dan
semua kesempatan. Karena pemberdayaan dilakukan oleh manusia. Berapa pun
jumlah uang tersedia jika tidak ditopang oleh kadar manusia yang bebas
pikirannya, uang itu akan gampang lenyap begitu saja bagaikan gelembung-
gelembung sabun pecah di udara. Dalam konteks Kalimantan Tengah maka
manusia yang kami maksudkan adalah manusia Dayak Modern. Manusia Dayak
artinya manusia yang berangkat dari budaya lokal Dayak setelah menyaring
budaya lokal tersebut untuk kepentingan kekinian karena tidak semua
kebudayaan lama bisa tanggap terhadap tantangan kehidupan hari ini.
Modern artinya manusia Dayak itu mempunyai kemampuan menjadikan miliknya
segala unsur terbaik dari budaya manapun secara tersaring. Dengan
memiliki budaya Dayak, manusia Dayak Modern mempunyai kemungkinan
berdialog dan menyerap unsur-unsur budaya luar yang terbaik. Melalui
dialog budaya ini, manusia Dayak mampu menciptakan sendiri budaya
kekinian mereka guna menjawab tantangan mereka hari ini. Nilai junjungan
manusia Dayak Modern tidak lain adalah nilai-nilai republiken, yaitu
kemerdekaan, kesetaraan dan persaudaraan. 

Guna mewujudkan nilai-nilai republiken ini patut didahului dengan proses
penelitian sehingga Hatantiring tahu persis keadaan seperti mengenal
garis-garis telapak tangan sendiri dan tidak bertolak dari mimpi-mimpi
subyektif. Program dan mimpi-mimpi serta bagaimana melaksanakan program
serta mimpi-mimpi itu berangkat dari tuntutan kenyataan untuk menjawab
tuntutan-tuntutan itu. Penelitian dimaksudkan untuk mengenal kebenaran
dari kenyataan. Pelaksanaan program sekaligus dimaksudkan untuk menguji
ketepatannya. Riset, bekerja, menyimpulkan pengalaman, riset, bekerja
dan kembali menyimpulkan pengalaman adalah proses pendidikan sekaligus
meningkatkan mutu pekerjaan. Adalah proses tanpa henti karena kenyataan
berkembang terus-menerus. Di dalam siklus ini massa bawah dan paling
bawah turut langsung mengerjakannya. Diharapkan melalui proses ini massa
bawah dan paling bawah akan membebaskan diri dan mengembangkan seluruh
potensi mereka sebagai manusia. Dari posisi ini, Hatantiring tidak lain
dan tidak bukan serta tidak lebih daripada mitra dalam mencapai puncak-
puncak baru yang terus meningkat bagaikan perkembangan spiral.

Metode yang digunakan baik di kalangan masyarakat bawah dan paling
bawah, dengan para mitra maupun di kalangan Hatantiring sendiri adalah
metode yang kami sebut sebagai metode Hatantiring, yaitu metode saling
asih, saling asah dan saling asuh. Dengan rasa asih dahulu kita baru
bisa saling asah dan saling asuh. Metode ini sungguh sesuai dengan
budaya tradisional Dayak kita. 

Bisakah kita menyelamatkan Kalteng dari ancaman "the lost generation"
yang disinyalirkan oleh Kwik? Pemerintah di berbagai tingkat di propin-
si, organisasi masyarakat Dayak dan non-Dayak, baik yang tradisional
maupun yang modern serta seluruh masyarakat dari berbagai agama dan
etnik di propinsi akan menjawabnya. Adalah mustahil rasanya jika masya-
rakat Dayak dan yang senasib dengan Dayak yang kini terpuruk jika mereka
betul-betul dimobilisasi, tidak mampu mengatasi masalah dan merebut hak
tuan atas nasib diri mereka sendiri. Tetapi bukan pula ajaib bahwa yang
mustahil itu dalam kenyataan menjadi bukan mustahil. Jika demikian maka
alangkah rendahnya nilai dan mutu manusia propinsi ini. Oleh karena itu
jadinya dalam menjawab tantangan-tantangan kehidupan propinsi, kita
semua ditantang. Kitalah penanggungjawab timbul-tenggelamnya daerah
ini.Waktu yang selalu tidak mempunyai maaf dan tidak perduli memaksa
kita untuk selalu merebut waktu pagi dan senja karena seribu tahun
terlalu lama. Kawan-kawan Dayak di Kalimantan Barat sudah membuktikan
bahwa orang Dayak bisa keluar dari lingkaran setan keterpurukan Dayak.
Mengapa manusia Dayak dan yang senasib dengan Dayak di Kalteng tidak
bisa berbuat demikian? Apakah kita di sini, apakah angkatan sekarang
adalah manusia- manusia dari angkatan budak-modern? Mari kita jawab
bersama!


Palangka Raya, Nopember 1999

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke