Precedence: bulk


BAB IV

KASUS-KASUS UTAMA 

32. KPP HAM memusatkan perhatian pada kasus-kasus utama sejak bulan Januari
sampai dengan bulan Oktober 1999 . Kasus-kasus itu meliputi: pembunuhan di
kompleks Gereja Liquica, 6 April; penculikan enam orang warga Kailako,
Bobonaro 12 April; pembunuhan penduduk sipil di Bobonaro; penyerangan rumah
Manuel Carrascalao, 17 April ; penyerangan Diosis Dili, 5 September ;
penyerangan rumah Uskup Belo, 6 September ; pembakaran rumah penduduk di
Maliana, 4 September ; penyerangan kompleks Gereja Suai, 6 September;
pembunuhan di Polres Maliana, 8 September; pembunuhan wartawan Belanda
Sander Thoenes, 21 September; pembunuhan rombongan rohaniwan dan wartawan di
Lospalos 25 September ; dan  kekerasan terhadap perempuan.

Kasus Pembantaian di kompleks Gereja Liquica. 

33. Pada tanggal 6 April terjadi penyerangan oleh milisi BMP, bersenjata
tajam dan senjata api,   yang didukung aparat Kodim terhadap pengungsi yang
berlindung di kompleks Gereja Liquica. Pengungsi  berasal dari masyarakat
yang ketakutan akibat teror yang dilakukan oleh milisi. Pada peristiwa ini
kurang lebih 30 orang tewas.  Pihak pelaku dari kalangan sipil telah
ditangkap pihak kepolisian, akan tetapi di bebaskan kembali. Sedangkan dari
pihak TNI tidak ada tindakan apapun terhadap anggotanya yang terlibat.  Lima
jenasah yang telah divisum atas upaya kepolisian, kemudian dikuburkan atas
perintah Kodim. Sedangkan jenasah korban lain di buang ke danau Masin atas
perintah Pasukan Rajawali  (TNI AD).   

Kasus pembunuhan   warga Kailako. 

34. Pada tanggal 12 April 1999 terjadi penculikan atau penangkapan
sewenang-wenang  terhadap  6 orang warga yang dilakukan oleh  Koramil
Kailako dan Milisi Halilintar. Keenam orang itu diculik  dan dibawa ke
Koramil Kailako. Di sana mereka ditahan, diinterogasi dan  disiksa. Kemudian
dibawa ke rumah Manuel Soares Gama dan dibunuh.

35. Pada tanggal 12 April 1999 terjadi pembalasan oleh kelompok yang diduga
Falintil dengan melakukan pencegatan rombongan  Manuel Soares Gama dalam
perjalanan dari Maliana ke  Kailako.   Dalam penghadangan itu  3 orang
meninggal termasuk Manuel  Soares Gama, 2 orang korban tewas lainnya adalah
anggota TNI. Sementara itu  4 orang lainnya luka-luka. 

36. Pada tanggal 13 April  terjadi tindakan  pembalasan oleh pihak aparat
TNI dan milisi Halilintar, dengan melakukan penangkapan terhadap 6 Orang
penduduk. Keenam orang tersebut, setelah diintrogasi dan disiksa  di
Koramil, kemudian di eksekusi mati di depan massa pelayat dan jenasah Manuel
Soares Gama.  Tindakan eksekusi itu dipimpin oleh Letkol. TNI Burhanudin
Siagian Dandim Bobonaro, dan Joao da Silva Tavares panglima PPI.  Jenasah
keenam korban dibuang di sungai Marobo.  

Penyerangan rumah Manuel Carrascalao

37. Pada tanggal 17 April 1999 dilakukan apel akbar yang dihadiri sekitar
5000 massa Pro integrasi dari 13 kabupaten di Timor Timur di depan Kantor
Gubernur Timor Timur. Apel itu dalam rangka pengukuhan milisi Aitarak
pimpinan Eurico Guterres. Sebahagian dari arak-arakan milisi menghancurkan
bangunan serta fasilitas kantor Suara Timor Timur. Menjelang sore harinya,
terjadi penyerangan terhadap rumah Manuel Carrascalao oleh milisi yang
terdiri dari Besi Merah Putih dan Aitarak. Korban penyerangan tersebut
adalah para pengungsi dari Liquica, Alas dan Turiscai yang pada saat itu
mencari perlindungan di rumah Manuel Carrascalao serta Manuelito
Carrascalao, putra Manuel Carrascalao. Korban dalam penyerangan ini tewas
sebanyak 15 orang. Sesudah penyerangan sekitar 50 orang pengungsi yang
selamat diangkut oleh polisi ke Polda Timor Timur termasuk keluarga Manuel
Carrascalao dan keluarga tokoh CNRT Leandro Isaac.  

Penyerangan Diosis Dili.

38. Pada tanggal 5 September 1999 situasi kota Dili semakin  memburuk
ditandai dengan rentetan tembakan, pembakaran dan penjarahan. Selama
kekacauan terjadi, selain warga yang berada di jalan untuk mengungsi,
dijumpai pula aparat keamanan yang terdiri dari anggota polisi dan anggota
TNI yang berjaga-jaga. Disamping itu, warga menyaksikan sekelompok milisi
dengan pakaian hitam dengan tulisan Aitarak dan atribut merah putih. Warga
yang berlindung dan mengungsi di Camra Eclesestica (Diosis Dili) diserang
dan kantor Diosis dibakar. Pada peristiwa ini telah jatuh korban sebanyak 25
orang. 

Penyerangan Rumah Uskup Belo

39. Pada tanggal 6 September, seorang perwira TNI berpangkat Letnan Kolonel
masuk ke kediaman Uskup Belo dan memintanya keluar kemudian dievakuasi ke
Mapolda. Setelah Uskup Belo keluar dari kediamannya, kelompok milisi
diantaranya berseragam Aitarak mulai melakukan penyerangan terhadap sekitar
5000 pengungsi yang berlindung di kompleks rumah tersebut. Para pengungsi
dipaksa untuk mengikuti perintah para milisi agar keluar dari halaman
kompleks rumah Uskup Belo disertai dengan tindakan-tindakan kekerasan, dan
pembakaran. Serangan itu setidaknya berakibat  jatuhnya  korban  2 orang tewas. 
Penghancuran massal dan pembunuhan  di Maliana

40. Pada tanggal 4 September terjadi penghancuran dan  pembakaran rumah
penduduk dan bangunan-bangunan di Maliana. Penghancuran itu berakibat  80%
bangunan hancur. Kota Maliana sejak tanggal 30 Agustus dibawah pengawasan
pihak TNI, Polri dan Milisi DMP dan Halilintar, yang melakukan pembatasan
gerak keluar masuknya  penduduk, terutama mereka yang dianggap Pro
kemerdekaan dan staf Unamet.   Dalam proses penghancuran kota, pihak pelaku
juga melakukan penculikan, pembunuhan terhadap dua orang staf lokal UNAMET
dan aktivis Pro kemerdekaan.  Terjadi penyerangan baik dengan senjata api
maupun senjata tajam terhadap penduduk yang berupaya mengungsi. Sejak itu di
wilayah Bobonaro, khususnya Memo dan Batugade didirikan pos-pos pemeriksaan
oleh milisi untuk memeriksa para pengungsi yang akan menuju wilayah NTT.
Keterangan beberapa saksi mengindikasikan tejadinya kasus hilang paksa atas
pengungsi yang sebelumnya terlihat diperiksa di pos-pos tersebut.

41. Pada tanggal 8 September saat itu juga terjadi tindakan pembunuhan
terhadap penduduk yang mengungsi di Polres Meliana, yang dilakukan oleh
Milisi Dadarus merah putih dengan dukungan langsung aparat TNI dan Polri,
yang berakibat setidaknya 3 orang tewas.    

Pembunuhan massal di  kompleks Gereja Suai.

42. Pada tanggal 4 September terjadi  penyerangan oleh Milisi Laksaur dan
aparat TNI di Kampung Debos, yang mengakibatkan seorang pelajar SMA tewas.
Sementara masyarakat menyelamatkan diri ke kompleks Gereja Nossa Senhora de
Fatima atau Gereja Ave Maria Suai, dimana telah terdapat banyak pengungsi
yang berlindung sebelumnya.  Pada tanggal 5 September malam, rumah-rumah
penduduk dan gedung-gedung pemerintah di kota Suai dibakar oleh milisi
Laksaur dan anggota TNI. Mulai tanggal 6 September, penduduk dipaksa
meninggalkan rumah. Danramil Suai Lettu Sugito turut melakukan penjarahan
dan pembakaran. 

43. Pada tanggal 6 September sekitar pukul 14.30  terjadi penyerangan
terhadap warga yang mengungsi di  kompleks Gereja Suai oleh milisi Laksuar
Merah Putih, Mahidi, aparat TNI dan Polisi. Penyerangan tersebut dipimpin
langsung oleh Bupati Covalima Herman Sediono dan Danramil Suai Lettu Sugito.
Setelah sebelumnya mereka mengancam   akan membunuh semua Pastor, dan para
pengungsi laki-laki, maupun perempuan. Pada saat itu  lebih kurang 100 orang
pengungsi yang berada di dalam gereja  sedangkan di luar tidak terhitung
jumlahnya. Pastor Hilario ditembak di bagian dada sebanyak satu kali dan
jenasahnya diinjak oleh Igidio Manek salah seorang anggota milisi Laksaur.
Sedangkan Pastor Francisco mati ditikam dan dipotong oleh Americo yang juga
anggota milisi Laksaur. Saksi lainnya, Domingas dos Santos, menyaksikan
Pastor Dewanto dibunuh di gereja lama.  Pada saat penyerangan, Polisi,
Brimob Kontingen Loro Sae dan aparat TNI  berada di luar pagar menembaki
pengungsi yang berupaya melarikan diri keluar dari kompleks gereja.
Diperkirakan paling sedikit 50 orang terbunuh dalam peristiwa tersebut.  

44. Dua puluh enam jenasah di antara korban tersebut diangkut truk dan dua
buah mobil, serta dikuburkan di desa Alas Kec. Wemasa Kab. Belu.  Kegiatan
penguburan jenasah tersebut dipimpin oleh Lettu TNI  Sugito,  bersama 3
orang anggota TNI dan satu kompi milisi Laksaur. Jenasah-jenasah tersebut
dibawa oleh Lettu Sugito dan kawan-kawan dari Suai sekitar pukul 08.30
melewati pos Polisi Metamauk di wilayah hukum Polsek Wemasa, NTT. Dari hasil
Penggalian kuburan massal korban pembantaian di Gereja Suai tersebut
teridentifikasi 16 laki-laki, 8 perempuan, 2 jenasah tidak dapat
diidentifikasi jenis kelaminnya, berusia   5 tahun sampai dengan dewasa
berumur 40an tahun.

Pembunuhan Wartawan Belanda.

45. Seorang wartawan dari Belanda bernama Sander Thoenes tewas pada tanggal
21 September. Jenasahnya ditemukan oleh penduduk setempat di Desa Becora,
Dili Timur pada tanggal 22 September. Diperkirakan Sander Thoenes
meninggalkan Hotel Tourismo, Dili antara pukul 16.30 dan pukul 17.45 dengan
sepeda motor yang dikendarai oleh Florinda da Conceicao Araujo menuju Desa
Becora, Dili. Kedua orang tersebut baru berjalan sejauh 300 meter ketika
mereka dihadang oleh orang-orang tidak dikenal yang mengendarai tiga sepeda
motor, truk dan sebuah mobil. Penghadang tidak dikenal menggunakan seragam
TNI dan bersenjata otomatis. Orang-orang yang tak dikenal tersebut
melepaskan tembakan terhadap Sander Thoenes dan Florinda da Conceicao
Araujo, tetapi Araujo dapat menyelamatkan diri. Pada saat itu Batalyon 745
sedang melintas di kawasan tersebut. 
Pembunuhan rombongan rohaniwan di Lospalos
46. Pada tanggal  25 September terjadi penyerangan terhadap rombongan
rohaniawan yang sedang dalam perjalanan menuju Baucau. Penyerangan ini
dilakukan oleh kelompok milisi Tim Alfa di bawah pimpinan Joni Marques dan
menewaskan 9 orang, termasuk wartawan Agus Mulyawan, seperti diakuinya
sendiri.  Tindakan ini diduga dilakukan atas perintah  anggota satuan
Kopassus yang tergabung dalam satuan tugas Tribuana. Jenasah para korban
dibuang ke sungai Raumoko dan mobil yang mengangkut dibakar.

Kekerasan terhadap perempuan

Perbudakan seksual.

47. Pada akhir September di tempat pengungsian Raehanek Kec. Belu, NTT,
sejumlah ibu dan anak-anak diturunkan dari  satu mobil yang berhenti di
lapangan dekat kompleks kantor desa. Mereka dipisahkan dari pengungsi
lainnya karena dianggap sebagai simpatisan Pro-kemerdekaan, dan ditempatkan
di tenda-tenda khusus di mana setiap malam dipaksa melayani kebutuhan
seksual kelompok anggota milisi Laksaur. Salah seorang di antaranya adalah
seorang ibu yang masih menyusui anaknya. Jika menolak, para perempuan
tersebut diancam dibunuh, dan seorang pengungsi perempuan sudah menjadi
korban akibat tembakan senjata rakitan di punggungnya. Sampai kini ia masih
trauma dengan kejadian yang dialaminya.

48. Pada tanggal 16 September, 2 orang perempuan remaja dari Ainaro  dibawa
paksa milisi Mahidi dan diperlakukan sebagai budak seksual  oleh  komandan
kompi milisi Mahidi.  Dalam tempat penguasaan milisi Mahidi, kedua korban
harus menghadapi tindak perkosaan oleh para anggota milisi, hal ini
berlangsung berminggu-minggu.  

49. Pada tanggal 6 Juni, terjadi penahanan sewenang-wenang terhadap 23
perempuan oleh milisi BMP di pos dekat Gugleur, Kecamatan Maubara, Kabupaten
Liquica. Mereka disandera dan dipaksa untuk memasak, mencuci dan mengalami
pelecehan seksual. 

50. Pada tanggal 5 September,   seorang Gadis bernama Alola, - seorang
pelajar SMP kelas III Suai - bersama beberapa perempuan lain  dibawa paksa
oleh Danki Laksaur, Manek E. Gidu  ke markas Laksaur di Raihenek NTT,
kecamatan Kobalima, Belu. Mereka dijadikan budak seks milisi Laksaur. Saksi
dan ibu korban telah dua kali berupaya meminta kembali anaknya namun tidak
diperbolehkan oleh milisi. 

Perkosaan

51. Dalam peristiwa  penyerangan kompleks  Gereja Suai pada tanggal 6
September, beberapa orang perempuan  ditahan di Kodim Kovalima. Mereka
mengalami percobaan perkosaan oleh milisi Laksaur.  Salah seorang di
antaranya gadis muda bernama Martinha, pada tanggal 7 September, dibawa
paksa oleh milisi Laksaur bernama Olipio Mau  dan kemudian diperkosa. Begitu
anaknya dibawa paksa, keluarganya langsung melaporkan kejadian itu  kepada
Dandim, namun Dandim tidak berada di tempat, lalu keesokan harinya ia
melaporkan ke juru bayar namun tidak mendapat tanggapan.  Siang harinya
barulah anaknya dikembalikan kepada ibunya. 

(BERSAMBUNG)

----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke