Precedence: bulk SIARAN PERS KPP-HAM DI TIMOR TMUR 1. KPP HAM dalam memformulasikan laporan ini berikut kesimpulannya yang akan diserahkan kepada Komnas HAM telah mempertimbangkan dengan seksama semua penemuan di lapangan, keterangan para saksi, korban dan pelaku serta pihak-pihak lain, laporan-laporan dan dokumen-dokumen resmi maupun tidak resmi dan berbagai informasi lainnya. KPP HAM mempertimbangkan semua laporan dan bahan-bahan termasuk dari UNTAET dan INTERFET berdasarkan penyelidikan mereka sendiri. 2. Sebagai akibat berbagai keterbatasan waktu, sarana dan prasarana serta upaya pihak-pihak tertentu untuk menghilangkan barang bukti, maka temuan-temuan KPP HAM baru menggambarkan sebagian dari pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. 3. KPP HAM telah berhasil mengumpulkan fakta dan bukti yang menunjukkan indikasi kuat bahwa telah terjadi pelanggaran berat hak asasi manusia yang dilakukan secara terencana, sistematis serta dalam skala besar dan luas berupa pembunuhan massal, penyiksaan dan penganiayaan, penghilangan paksa, kekerasan terhadap perempuan dan anak (termasuk di dalamnya perkosaan dan perbudakan seksual), pengungsian paksa, pembumihangusan dan perusakan harta benda yang kesemuanya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. 4. KPP HAM juga menemukan bukti kuat tentang terjadinya penghilangan dan perusakan barang bukti yang merupakan satu tindak pidana. 5. Dari seluruh fakta dan bukti-bukti tersebut KPP HAM tidak menemukan adanya kejahatan genosida. 6. Fakta dan bukti-bukti itu juga menunjukkan bahwa aparat sipil dan militer termasuk kepolisian bekerja sama dengan milisi telah menciptakan situasi dan kondisi yang mendukung terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan, yang dilakukan oleh aparat sipil, militer, kepolisian dan kelompok milisi. 7. Kekuatan kelompok milisi dengan nama yang berbeda-beda dalam setiap lokasi secara langsung atau tidak langsung dibangun atas landasan pembentukan kelompok perlawanan rakyat (WANRA), keamanan rakyat (KAMRA) dan Pasukan Pengamanan Swakarsa (PAMSWAKARSA) yang secara langsung dan tidak langsung dipersenjatai, dilatih, didukung dan didanai oleh aparat sipil, militer dan kepolisian. 8. Bentuk perbuatan (types of acts) dan pola (pattern) kejahatan terhadap kemanusiaan adalah sebagai berikut: Pembunuhan massal · Pembunuhan massal yang menimbulkan banyak korban penduduk sipil dilakukan dengan sistematik dan kejam yang terjadi di berbagai tempat. Pembunuhan massal tersebut pada umumnya terjadi di tempat-tempat perlindungan seperti misalnya di gereja, kantor polisi dan markas militer. Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan senjata tajam dan senjata api oleh kelompok milisi bersama dan atau dengan dukungan aparat militer atau dibiarkan terjadinya oleh aparat militer dan kepolisian. Penyiksaan dan penganiayaan. · Penyiksaan dan penganiayaan dilakukan dalam skala besar, luas dan sistimatik terhadap penduduk sipil yang Pro-kemerdekaan. Penyiksaan dan penganiayayaan terjadi dalam berbagai momen yakni sebelum pembunuhan dilakukan dan setelah penangkapan-penangkapan sewenang-wenang untuk tujuan-tujuan memeras informasi dari korban. Dalam beberapa kasus, penyiksaan dan penganiayaan juga terjadi secara spontan di saat penyerangan di rumah-rumah korban. Pada masa pengungsian, penyiksaan dan penganiyaan kerap dilakukan terhadap korban yang diidentifikasi sebagai mahasiswa, pelajar dan anggota CNRT. Penghilangan paksa 9. Penghilangan paksa terjadi seiring dengan pola-pola sebagai berikut. Pertama dalam rangka rekruitmen anggota milisi. Hilangnya sejumlah warga sipil merupakan akibat penolakan mereka untuk dijadikan anggota milisi. Kedua, penghilangan paksa juga terjadi sebagai usaha penundukkan terhadap warga pendukung kemerdekaan. Ketiga, penghilangan paksa terhadap sejumlah korban dari kalangan mahasiswa dan warga pendukung kemerdekaan juga dilaporkan terjadi sebagai kelanjutan dari aktivitas milisi di tempat-tempat pengungsian. Perbudakan seksual dan perkosaan 10. Perbudakan seksual dan perkosaan terjadi di rumah, markas militer dan tempat-tempat pengungsian baik sebelum dan sesudah jajak pendapat. Pembumihangusan 11. Aksi pembumihangusan dilakukan sebelum dan setelah hasil jajak pendapat diumumkan terhadap rumah-rumah penduduk dan berbagai kantor pemerintah dan bangunan lainnya Sebelum jajak pendapat, pembumihangusan dilakukan terutama terhadap rumah-rumah penduduk yang diduga Pro-kemerdekaan. Aksi ini meningkat dalam intensitas dan skala penyebarannya setelah hasil jajak pendapat diumumkan sehingga mencakup perusakan bangunan dan harta benda lainnya di hampir seluruh wilayah Timor Timur. Pemindahan dan pengungsian paksa 12. Teror dan intimidasi sebelum jajak pendapat telah mengakibatkan terjadinya pengungsian penduduk ke tempat-tempat yang dianggap aman seperti misalnya gereja dan daerah perbukitan. Setelah hasil jajak pendapat diumumkan terjadi pemindahan dan pengungsian paksa secara besar-besaran dengan mendapat dukungan logistik dan transportasi dari aparat sipil, militer dan kepolisian mengikuti pola yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pemindahan paksa ini merupakan sasaran lebih jauh dari berbagai bentuk kekerasan dan pembumihangusan di berbagai tempat. Pemindahan dan pengungsian paksa serta penghalangan pengungsi untuk kembali ke tempat kediaman mereka dilakukan melalui terror dan intimidasi. Sampai saat ini sebahagian diantara para pengungsi tersebut masih belum dapat kembali ke tempat asalnya. Pengrusakan dan penghilangan barang bukti. 13. Penghilangan bukti-bukti oleh pihak-pihak yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut dilakukan dengan sengaja dan terencana antara lain melalui pemusnahan dokumen, penguburan massal, dan pemindahan jenasah ke lokasi tersembunyi. Lokasi penguburan massal hingga saat ini masih terus ditemukan. 14. Seluruh rangkaian kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut merupakan tanggung-jawab tiga kelompok pelaku, yakni: · Para pelaku yang secara langsung berada di lapangan yakni para milisi, aparat militer dan kepolisian; · Mereka yang melaksanakan pengendalian operasi termasuk, tetapi tidak terbatas pada, aparat birokrasi sipil terutama para Bupati, Gubernur dan pimpinan militer serta kepolisian lokal; · Pemegang tanggung jawab kebijakan keamanan nasional, termasuk tetapi tidak terbatas pada, para pejabat tinggi militer baik secara aktif maupun pasif telah terlibat dalam kejahatan tersebut. 15. Keterlibatan aparat sipil dan militer termasuk kepolisian bekerja-sama dengan kelompok milisi Pro-integrasi dalam kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang sehingga mengakibatkan keterlibatan baik institusi militer maupun instansi sipil. Secara lebih rinci, bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa para pejabat pada institusi-institusi sipil dan militer serta kepolisian yang diduga terlibat. 16. KPP HAM dapat memastikan bahwa dari keseluruhan proses penyelidikan termasuk pengumpulan fakta dan dokumen serta keterangan saksi-saksi dan pihak-pihak lainnya, keseluruhan pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dilakukan secara luas dan terorganisir yang terjadi pada masa sebelum dan sesudah jajak pendapat di Timor Timur sepenuh-penuhnya diketahui dan disadari oleh Panglima ABRI/TNI Jenderal Wiranto selaku penanggungjawab keamanan nasional, serta semua jajaran pejabat sipil dan militer dalam ruang lingkup tanggung jawab mereka masing-masing yang bertugas dan beroperasi di Timor Timur pada masa itu. Keluasan dan tak terkendalinya situasi pelanggaran hak-hak asasi manusia dalam masa itu selanjutnya memerlukan diumumkannya keadaan darurat militer, dan diundangnya INTERFET karena TNI secara institusional tidak lagi berkemampuan mengatasi keadaan. 17. Keseluruhan kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor Timur, langsung atau tidak langsung, terjadi karena kegagalan Panglima TNI dalam menjamin keamanan dari pelaksanaan pengumuman dua opsi oleh pemerintah. Struktur kepolisian yang pada waktu itu masih dibawah komando Menteri Pertahanan telah turut memperlemah kemampuan aparat kepolisian dalam melaksanakan tugas pengamanan berdasarkan perjanjian New York. Untuk itu, Jendral TNI Wiranto selaku Panglima TNI adalah pihak yang harus diminta pertanggungjawabannya. 18. Sebagai catatan khusus KPP HAM merasa bahwa tanpa mengurangi hak para pihak yang diperiksa untuk memperoleh bantuan hukum yang sebaik-baiknya, fakta bahwa semua terperiksa kecuali milisi memperoleh bantuan hukum dari Tim Advokasi HAM Perwira TNI telah mengabaikan kemungkinan benturan kepentingan antara pihak satu dengan lainnya. Kemungkinan terdapatnya benturan kepentingan tersebut sangat besar diantara perwira TNI, perwira Kepolisian, mantan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dan mantan Menteri Luar Negeri. Fakta ini, secara langsung ataupun tidak langsung dapat menghambat kerja penyelidikan dalam mengumpulkan fakta-fakta untuk menemukan kebenaran materiil sehingga merupakan perintangan terhadap penegakan hukum dan keadilan. REKOMENDASI. 19. Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas KPP HAM menyampaikan rekomendasi-rekomendasi sebagai berikut: 20. Meminta Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan terhadap pelaku yang diduga terlibat dalam pelanggaran berat hak asasi manusia terutama tapi tidak terbatas pada nama-nama yang tersebut dalam kesimpulan di atas. 21. Meminta Pemerintah agar menyusun protokol guna mendapatkan akses pada semua fakta dan bukti baru tentang pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur selama ini yang masih terus ditemukan UNTAET dan badan internasional lain. 22. Meminta DPR dan pemerintah agar membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia yang mempunyai kewenangan mengadili perkara-perkara pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang mengacu kepada hukum nasional dan internasional (Human Rights and Humanitarian Law). Pengadilan Hak Asasi Manusia dimaksud harus memiliki kewenangan untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi sebelumnya termasuk yang terjadi di Timor Timur selama ini. 23. Meminta Pemerintah untuk segera meratifikasi instrumen-instrumen internasional hak asasi manusia yang penting bagi penegakan hak asasi manusia di Indonesia termasuk, tetapi tidak terbatas pada Covenant on Civil and Political Rights dan First Optional Protocol. 24. Meminta Pemerintah untuk memberikan jaminan keamanan bagi semua saksi dan korban. 25. Meminta Pemerintah agar mengupayakan rehabilitasi dan kompensasi yang adil bagi para korban dan keluarganya. 26. Meminta Pemerintah untuk menyatakan secara tegas bahwa setiap kasus kekerasan berbasis gender adalah pelanggaran hak asasi manusia. Disamping itu pemerintah wajib menyediakan berbagai bentuk pelayanan (psikiatris, psikologis) dan konpensasi lainnya kepada korban. 27. Menyerukan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia -- demi kebenaran dan keadilan serta kepentingan sejarah-- agar melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap semua pelanggaran hak asasi manusia di Timor Timur sejak tahun 1975. Hasil penyelidikan ini harus dijadikan sebagai dokumen resmi hak asasi manusia. 28. Mendesak Pemerintah untuk melakukan reposisi, redefinisi dan reaktualisasi TNI agar menjadi lembaga pertahanan dalam suatu negara demokratis yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Untuk itu fungsi-fungsi tambahan dari TNI harus dihapus terutama fungsi teritorial yang selama ini menjadi hambatan dan gangguan bagi terselenggaranya fungsi kepolisian dan pemerintahan sipil yang baik. 29. Menuntut Pemerintah untuk menjamin fungsi penegakan hukum serta keamanan dan ketertiban masyarakat. Dalam rangka ini harus dilakukan pemisahan sepenuhnya lembaga Kepolisian RI dari TNI. Disamping itu perlu dilakukan penguatan dan pemberdayaan institusi kepolisian melalui upaya profesionalisasi dan demiliterisasi kepolisian. 30. Mendesak DPR dan Pemerintah untuk mengatur lembaga dan kegiatan inteleijen negara melalui undang-undang guna menjamin agar fungsi intelijen negara diselenggarakan sepenuhnya untuk kepentingan keamanan masyarakat dan negara semata sehingga tidak dapat dijadikan alat untuk melanggar hak asasi manusia. 31. Menuntut Pemerintah dan Mahkamah Agung agar dalam proses hukum atas kejahatan terhadap kemanusiaan - siapapun pelakunya, termasuk anggota TNI - dilakukan secara bebas dan mandiri tanpa campur tangan pihak manapun. 32. Meminta Pemerintah agar memfasilitasi dan menghilangkan semua hambatan maupun tekanan yang menghalangi para pengungsi yang ingin kembali ke tempat asalnya. Dalam kaitan ini kepada UNTAET diminta untuk memberikan jaminan hukum dan keamanan sekembalinya mereka ke wilayah Timor Timur. ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html