Precedence: bulk Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom E-mail: [EMAIL PROTECTED] Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp Xpos, No 07/III/5-12 Maret 2000 ------------------------------ CERITA DUKA SEORANG KARTINI (POLITIK): Satu lagi buruh migran diancam dihukum rajam. Pemerintah Indonesia kedodoran dalam mengantisipasi, atau memang tidak peduli? Kartini binti Karim (35) -bersama dengan bayi perempuannya yang baru berumur sebulan, yang diduga hasil hubungannya dengan pria India M Sulaiman- hingga hari Rabu (1/3) masih tinggal di tahanan Kejaksaan Fujairah, Uni Emirat Arab. Ia sedang menunggu sidang pengadilan banding hari Senin ini. Ia diancam dihukum rajam, atau hukuman yang berupa dilempari batu hingga mati. Perempuan asal Rengasdengklok, Jabar ini diancam dihukum lantaran diduga punya anak tanpa pernikahan dengan Sulaiman. Menurut informasi, Kartini ditangkap polisi saat berobat di klinik Fujairah, dan ditahan sejak sembilan bulan lalu atau separuh waktu dari keberadaannya di UEA yang sudah 18 bulan. Ia ditangkap ketika berobat di sebuah klinik dan kedapatan hamil. Kehamilan Kartini tersebut yang menjadi inti persoalan, lantaran tidak bersuami suami resmi sehingga dituduh berzina. Menurut beberapa surat kabar setempat, Kartini mengakui janin yang dikandungnya saat itu sebagai hasil hubungan badan dengan pacarnya, M Sulaiman yang sekarang sudah kabur. Dalam sidang pengadilan, Kartini mengaku melakukan hubungan badan dengan pria tersebut. Karena itulah, ia dijatuhi hukuman rajam hingga mati oleh Pengadilan Syariah Islam di Fujairah, Uni Emirat Arab, Minggu lalu. Hanya saja Kartini diadili tanpa pembela, padahal dalam Hukum Islam pun, bila terjadi kasus seperti itu harus ada saksi yang sehat. Alasan pemerintah setempat tidak memberitahukan kepada KBRI atas pengadilan terhadap Kartini karena berbahasa Arab, menjadi tidak masuk akal. Tapi untunglah, dalam peradilan di UEA tidak langsung melaksanakan hukuman setelah vonis diketuk. Masih ada proses persidangan lagi sehingga masih banyak harapan untuk meminta grasi dari pemerintah negara tersebut. Dubes UEA untuk Indonesia, Muhammad Sultan mengatakan bahwa tulisan harian di Indonesia terlalu didramatisir. Karena menurutnya hukum rajam memang berdasarkan pada syariah Islamiyah, tapi tidaklah sekejam yang dibayangkan. Artinya, hukumannya akan tetap berlandaskan pada kemanusiaan. Kasus Kartini ini menguji komitmen pemerintah baru untuk memberi perlindungan terhadap TKI. Sebab selama ini perlindungan pemerintah terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih belum memadai dan tertinggal dibanding dengan perlindungan Pemerintah Filipina terhadap warganegaranya yang bekerja di luar negeri. Padahal dana yang disisihkan sebesar 20 dolar AS perTKI yang bekerja di Timur Tengah. Bayangkan saja, di Uni Emirat Arab, terdapat sekitar 13.000 tenaga kerja asal Indonesia. Sekitar 300 orang di antaranya tersebar di daerah Fujairah, tempat Kartini Kerja. Artinya, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak melakukan pembelaan terhadap TKI yang terkena musibah, seperti yang dialami oleh Kartini ini secara maksimal. Tanda-tanda akan aktifnya pemerintah Indonesia atas kasus-kasus yang menimpa TKI, sudah mulai kelihatan walaupun terkesan lamban. Pihak Departemen Luar Negeri Indonesia sendiri, diwakili oleh Direktur Penerangan Luar Negeri (Dirpenlugri) Deplu Sulaiman Abdulmanan, mengatakan komitmennya untuk tetap berusaha memberikan perlindungan hukum. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Abu Dhabi sudah mengirim utusan ke Pengadilan Syariah Islam. Selain itu, KBRI setempat juga sudah menugaskan seorang staf untuk mengontak pejabat setempat untuk meminta keterangan atas pelaksanaan pengadilan kepada Kartini yang dilakukan tanpa didampingi pembela dan tanpa pemberitahuan terhadap KBRI. Cerita Kartini, tampak seperti mengulang cerita nasib para buruh migran yang mendapat perlakuan tidak baik di negeri tempat ia tinggal dan tidak mendapat perlindungan dan pembelaan dari pemerintah Indonesia. Pemerintah selalu terlambat untuk mengerti persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para buruh migran. Beberapa tahun yang lalu puluhan buruh migran tiba-tiba harus mengalami hukuman mati tanpa diketahui sejak awal kasusnya. Sebut saja misalnya Solikah yang dihukum mati, Nasiroh yang diperkosa oleh majikan dan diancam hukuman pancung karena dituduh membunuh majikannya, dsb. Secara keseluruhan, menurut data yang dikumpulkan oleh Solidaritas Perempuan (SP), sejak tahun 1991 sampai 1997 tercatat 54 TKI beridentitas jelas yang tewas di luar negeri karena berbagai sebab. Penyebab terbesar yaitu apa yang dilaporkan sebagai kecelakaan (22 orang), disusul disiksa (10), bunuh diri (8), dan dihukum mati/pancung (2). Dari jumlah 54 itu, delapan kematian TKI digolongkan misterius. Bagi TKI yang identitasnya tidak jelas, jumlah kematian sepanjang 1991-1997 dicatat SP sebanyak 552 orang, yaitu kecelakaan (517), dihukum mati/pancung (33), dan bunuh diri (2). =================================== DAFTAR PANJANG DERITA BURUH MIGRAN ----------------------------------- [1997] * Hartati disiksa majikan di Singapura. * Arfah disiksa di Malaysia. * Sutarmi Samin, meninggal di Singapura tidak dijelaskan sebabnya. * Agussaini (alm), meninggal di Malaysia tidak dijelaskan sebabnya. * Mazmudin bin Rusman yang tewas di Taiwan. * Bayati binti Mislan dianiaya. * Tasih (26) TKW asal Kab. Kuningan, Jabar yang dianiaya majikannya di Arab Saudi. Gaji Tasih juga belum dibayar majikan. Penganiayaan berlangsung selama empat tahun, lukanya sekujur tubuh dari kepala, badan hingga kaki penuh luka berdarah, luka memar dan luka bakar bekas penganiayaan. Bahkan bagian kewanitaannya rusak parah bekas terbakar. * TKW Nasiroh binti Karnudin (24) asal Desa Gunungbatu Sirnagali, Kec. Sindangbarang, Kab. Cianjur-Jabar, yang bekerja di kota Gassim, Arab Saudi sejak 17 Juni 1993 dan ditahan sejak September 1994 karena dituduh membunuh majikan laki-laki bernama Saleh Al Senedi. [Maret 1997] * Isroatin binti Sumarto asal Desa Tegalkalong, Jenggawah, Jember dikabarkan jatuh kecelakaan di rumah majikannya, di Arab. [Mei 1997] * Surni (24), salah seorang TKW asal Desa Tugu Kidul, Kec. Sliyeg, Kab. Indramayu-Jabar meninggal di Arab. [Juli 1997] * Hartati (18) pembantu rumah tangga di Singapura, dianiaya dan disiram air panas oleh majikannya. [30 September 1997] * Sulikah dihukum mati di Arab Saudi karena dituduh melakukan pembunuhan. [1998] * Dimyati Usro alias Kangkung bin Amaq Nali (40), tenaga kerja Indonesia (TKI) diancam hukuman pancung di Arab Saudi. * Warni binti Sawiran dan Dimyati bin Usro, diancam hukuman pancung/gantung di Saudi Arabia. * Said Sangkala, Kasman bin Samad dan Erfan Hamid, diancam hukuman pacung/gantung di Malaysia. [Oktober 1998] * Empat oknum petugas PDRM (Polis Di Raja Malaysia) Sarawak, Malaysia Timur ditangkap dan ditahan pihak berwenang setempat, karena diduga keras memperkosa dua TKW Indonesia di Sriaman, Sarawak. [Januari 1999] * Tiga orang tenaga kerja wanita (TKW), yang baru pulang dari Timur Tengah, diculik 4 pria dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. [Februari 1999] * Pelecehan dan pemerasan terhadap TKW oleh empat laki-laki yang mengaku petugas Asosiasi Pengusaha Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), menimpa enam TKW asal Jateng yang baru saja pulang dari Arab Saudi. [Juli 1999] * Wiwin Widaningsih (20), TKW tewas secara misterius di Jeddah. [Januari 2000] * Ny Masitoh (26), TKW asal Brebes, Jateng, yang bekerja di Arab Saudi mengalami siksaan dari majikannya. Nasibnya hampir saja melayang saat majikannya menyuruhnya meminum ramuan obat saat dia sakit. [Tahun (?)] * Fatimah mantan TKI asal Karawang, mengalami berbagai siksaan dan tidak mendapat gaji. * Abdullah mantan TKI asal Indramayu, mengalami berbagai siksaan dan tidak mendapat gaji. * Isna asal Banjarnegara, mengalami berbagai siksaan dan tidak mendapat gaji. * Subainah, asal Lombok, meninggal di Jeddah * Karwati, asal Cianjur, bekerja di Arab Saudi, sepasang telinganya yang luka karena disetrika, juga tangannya yang bergaris bekas sayatan pisau, serta kakinya yang juga disetrika, gaji tidak dibayarkan sepeser pun. =================================== Sederetan panjang kasus-kasus yang menimpa buruh migran Indonesia menuntut keseriusan Pemerintah Indonesia, untuk menciptakan instrumen perlindungan bagi buruh migran Indonesia, dan mengupayakan agar negara-negara yang mempekerjakan buruh migran Indonesia, mempunyai komitmen untuk menyediakan instrumen perlindungan. Ironisnya dengan UU No. 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan, Pemerintah Indonesia mengabaikan dimensi perlindungan terhadap buruh (termasuk buruh migran), bahkan semakin mempersempit ajang gerak hak-hak buruh. Dalam UU tersebut, tak satu pasal pun mengatur soal perlindungan buruh migran Indonesia. Seharusnya merupakan kewajiban yang tak bisa ditunda-tunda bagi Pemerintah RI, untuk melakukan perubahan secara mendasar kebijakan ketenagakerjaan, yang lebih berorientasi perlindungan. (*) --------------------------------------------- Berlangganan mailing list XPOS secara teratur Kirimkan alamat e-mail Anda Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda ke: [EMAIL PROTECTED] ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html