Precedence: bulk MENGAPA CUA'AK STRES PASCA DOM? Oleh: Waspada Samosir Alkisah Cu'ak pasca DOM di Aceh katanya kini gelisah dan stres. Kenapa stres .....? Sekilas perlu dibahas tentang definisi cua'ak. Bagi masyarakat Aceh, arti kata cu'ak sudah sangat paham. Tapi bagi masyarakat luar Aceh tentu masih banyak bertanya: cu'ak itu binatang apa? Gelar cu'ak itu sesungguhnya sangat hina dalam sudut pandang masyarakat Aceh. karena tugas sebagai cu'ak hanya segelintir orang-orang yang tidak bermoral. Bersifat dengki dan khianat terhadap orang lain. Berkolusi dengan penguasa, menghalalkan segala cara dalam bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selama diberlakukan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) dalam menumpas Gerakan Pengacau Liar (GPL) selama 9 tahun lamanya (1989-1998), pihak militer memberi gelar sebagai Tenaga Pembantu Operasi (TPO). Di jaman penjajahan Belanda dulu, cu'ak disebut sebagai loh atau yang lebih populer disebut 'Panglima Tibang'. Dalam tugasnya, Panglima Tibang menjadi mata-mata Belanda untuk berkhianat kepada bangsanya sendiri. Tugas seorang TPO pada masa DOM sangat jelek ketimbang seekor anjing pelacak. Seekor anjing pelacak dalam tugasnya selalu mencari suatu benda atau orang yang selalu pasti. Namun dalam kenyataannya, TPO atau cu'ak selama DOM tidak lebih seperti seekor ular berbisa, jika dipatuk dapat mematikan. Seorang cu;ak tidak lebih sebagai setan jalanan yang menghalalkan segala cara tanpa memikirkan penderitaan orang lain. Sudah kedapatan seorang cu'ak di Pidie tega menyiksa ayah kandungnya sendiri tanpa perikemanusiaan. Akibat perbuatan fitnah cu'ak, ribuan orang Aceh tak berdosa menjadi korban DOM. Kini DOM sudah berlalu. Namun DAM (dendam) mulai muncul. Ditandai dengan tewasnya cu'al Rusli Basyah (45) warga Desa Kulam Ara, kecamatan Mutiara Pidie. Korban DAM pertama tewas diamuk massa 19 Oktober 1998 lalu. Peristiwa tewasnya du'ak di pidie, membuat ratusan cu'ak di Aceh merasa tidak tentram. Diantaranya sudah ada yang meninggalkan kampung halamannya untuk menyelematkan diri. Sebagian besar yang tinggal di Aceh kini stress berat. Di Pidie misalnya, ada cu'ak yang kini tiduran di tengah hutan. Hukum karma mulai berlaku. Seperti kata peribahasa Aceh, "Nyang sulet krehkoh, nyang toh boh mirah muka." Artinya, orang yang suka berbohong selalu resah, ayam setiap bertelor selalu merah mukanya. Istilah yang lebih populer lagi, "siapa yang menabur angin, pasti akan menudai badai". Pasukan jaring merah non organik sudah meninggalkan Aceh, dan ratusan cu'ak kini stress dan kebingungan, tak tahu lagi hendak mengadu ke mana. Mau mengadu ke Gubernur tidak berani karena mereka tidak pernah menyuruh. Mau minta honor sebagai TPO, majikannya kini telah pergi. Obat paling mujarab buat para cu'ak adalah 'taubat nashuha' dibarengi dengan permintaan maaf kepada keluarga korban DOM yang sudah difitnahnya. Mereka harus berani melaporkan diri ke Polisi, pemda dan ulama setempat terhadap pelanggaran HAM yang pernah mereka buat.*** ---------- SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html