Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 01/III/2 - 8 Januari 2000
------------------------------

Wardah Hafidz, Koordinator UPC (Urban Poor Consortium):
"SUTIYOSO SAJA YANG MUNDUR"

(DIALOG): Pemerintah DKI Jakarta berang. Mereka merasa kewalahan
"menertibkan" penarik becak dari jalan-jalan di Ibukota. Apalagi setelah di
badan becak terpasang "tanda pengenal". Segera saja Gubernur DKI Sutiyoso
menitahkan jajarannya untuk menindak Wardah Hafidz. Sebab menurut laporan
yang ia terima, aktivis yang akrab dengan kehidupan kaum miskin kota ini
bertanggung jawab atas peredaran tanda pengenal tadi. Pemda malah menuduh
tanda pengenal UPC sebagai `peneng' seperti tertera di kendaraan-kendaraan
bermotor. "Wardah menjual peneng-peneng tadi seharga Rp 5.000 sampai Rp
10.000," terang Sutiyoso. "Apa yang ia lakukan tentu saja pungli". Benarkah
begitu? Berikut percakapan Wardah dengan Xpos pada H minus 2 tutup tahun
1999 selepas waktu buka puasa:

T: Anda menolak tuduhan penengisasi Pemda DKI?
J: Saya sebetulnya menolak penggunaan kata peneng. Sebab asosisasi peneng
itu khan pada pajak, sementara penarikan pajak itu urusan pemerintah. Bukan
wewenang UPC. Jadi, sebenarnya apa yang saya edarkan hanyalah tanda pengenal
di tiap-tiap wilayah operasi becak. Jakarta Utara misalnya, menggunakan
warna merah, oranye untuk Jakarta Barat, hijau untuk Jakarta Selatan.
Seterusnya hitam untuk Jakarta Timur dan biru untuk Jakarta Pusat. Gunanya
selain mendata secara pasti jumlah penarik becak, juga agar tidak terjadi
saling serobot rejeki. Becak bertanda hitam tidak boleh masuk ke wilayah
bertanda biru, begitu sebaliknya. Akhirnya, tanpa Pemda susah payah mengatur
mereka, penarik becak telah dapat mengatur dirinya sendiri.

T: Nyatanya tanda-tanda pengenal tadi dijual. Malah sampai ada yang seharga
Rp 10.000?
J: Di lapangan mungkin saja terjadi salah pengertian. Sebetulnya kita sudah
menjelaskan maksud dan tujuan perederan tanda pengenal. Aktivis-aktivis UPC
menyebar ke tiap-tiap pangkalan becak. Kita nggak sembunyi-sembunyi, kok.
Ada logo UPC di tiap-tiap tanda pengenal. Ya, memang kami jual. Kalau nggak
darimana UPC punya uang membagi-bagi gratis. Tapi harganya bukan 5 ribu atau
10 ribu seperti Sutiyoso bilang.

T: Harga resmi UPC berapa?
J: Tiga ribu lima ratus rupiah. Jadi, Rp 2.500 untuk ongkos pembuatan, dan
Rp 1.000 untuk simpanan kelompok. Kalau di Karang Anyar, Jakarta Pusat
sampai ada tanda pengenal dijual seharga Rp10.000 terang bukan dari UPC.
Kita sudah cek ke sana dan memang ada indikasi beberapa orang yang berniat
merugikan gerak UPC. Anda tentu tahu siapa yang paling tidak menghendaki
keberadaan becak.

T: Seribu rupiah untuk simpanan kelompok? Berarti Anda tidak semata
melakukan pendataan?
J: Tujuan UPC memang mengorganisir mereka. Seribu rupiah simpanan kelompok
barangkali tidak berarti apa-apa untuk orang lain. Tapi bagi penarik becak
lain lagi ceritanya. Melalui seribu rupiah simpanan kelompok, solidaritas
sesama penarik becak nyatanya kian kental. Ada organisasi di situ, ada
diskusi dan ada proses penyadaran politik. Kami di UPC justru belajar banyak
dari abang-abang penarik becak. Satu misal bagaimana mereka menjawab alasan
Sutiyoso bahwa becak menjadi penyebab kemacetan di jalan. Mereka bilang, "di
jalan tol tidak ada becak tapi tetapi macet." Artinya apa? Mereka melihat
permasalahan lalu lintas Jakarta bukan kepada alat angkut apa yang
digunakan, melainkan kebijakan tata kotanya.

T: Upaya-upaya tadi yang membuat Pemda DKI menuduh Anda menggalang kekuatan
pembangkangan sipil?
J: Civil disobedience perlu dilakukan kalau Pemda tidak mendengarkan
masyarakat. Gunanya Pemda khan menyelenggarakan kepentingan-kepentingan
masyarakat, menjadi pelayan masyarakat. Sementara itu, becak sebagai alat
angkut tidak ada dengan sendirinya. Kenapa penarik becak mendapat uang
Rp10.000 sehari karena ada demand. Memang tidak kentara permintaan itu dari
kalangan masyarakat elit perkotaan. Tapi di masyarakat kebanyakan, di mana
angkutan tidak masuk ke gang-gang dan waktu malam kebutuhan itu terasa
sekali. Ibu-ibu mau melahirkan tengah malam harus naik apa? Sementara
rumah-rumah mereka cukup jauh dari jalan raya.

T: Toh, Sutiyoso tetap berniat menghapus becak dari Jakarta seusai Idul Fitri?
J: Seusai Idul Fitri sebaiknya Sutiyoso saja yang mundur, kenapa harus para
abang becak? Sutiyoso semestinya sadar, dia sendiri yang awalnya membolehkan
penarik becak kembali beroperasi di Jakarta hingga jumlahnya bisa mencapai
7.000 becak. Sedangkan waktu itu, dan masih hingga sekarang, situasi krisis
membuat orang nyaris tidak punya alternatif. Nah, gubernur membolehkan becak
beroperasi. Banyak orang lantas menjual atau menggadaikan perhiasan atau
barang-barang apapun dan terjun ke jalan-jalan menarik becak. Seminggu
kemudian Sutiyoso menarik pernyataannya. Becak dilarang lagi beredar di
Jakarta. Siapa sebetulnya buat masalah?

T: Sikap keras Sutiyoso ini membuat Anda merasa perlu mengundang Presiden
dan Wapres?
J: Pertemuan di Senayan waktu itu tak hanya dengan penarik becak, tapi
delegasi seluruh kaum miskin kota di Jabotabek. Di situ Gus Dur menegaskan,
kalau ada pilihan sumber nafkah sebaiknya becak diganti. Statement ini yang
disalahartikan Sutiyoso sehingga dia kian nekat menghapus becak. Padahal,
oleh Gus Dur dikasih tiga syarat. Pertama, tramtib jangan semena-mena pada
penarik. Kedua, operasi becak boleh di perumahan, dan ketiga Gus Dur bilang
jangan sekali-kali buang becak ke laut.

T: Lantas bagaimana jika masyarakat setuju becak dihapus dari Jakarta?
J: Serahkan saja kepada mekanisme pasar dengan mempertimbangkan hak asasi
mereka. Anda harus tahu sebagian dari mereka mulanya bekerja pada
sektor-sektor yang akibat krisis ekonomi kemudian hancur, semisal sektor
properti. Konstitusi kita menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
mendapat pelayanan dan penghidupan yang layak. Artinya juga kemerdekaan
untuk menentukan sumber nafkah mereka. Penarik becak itu orang-orang yang
merdeka. Mereka cukup menyetor 3 ribu sampai 4 ribu. Malah mereka bilang,
"inilah profesi yang tidak memungkinkan orang untuk korupsi." (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke