Precedence: bulk


Diterbitkan oleh Komunitas Informasi Terbuka
PO Box 22202 London, SE5 8WU, United Kingdom
E-mail: [EMAIL PROTECTED]
Homepage: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp
Xpos, No 05/III/13-19 Pebruari 2000
------------------------------

POLITIK DARI BALIK KELAMBU

(POLITIK): Aktivis PDI-P tuntut Megawati pegatan politik dari sang suami.
Taufik  Kiemas: "Anda harus tahu, Mega itu sangat lugu".

Pamor Hillary Rodham Clinton sangat kuat di mata publik Amerika. Lulusan
fakultas hukum ini disinyalir banyak memberi masukan politik dan turut
men-setting strategi Clinton. Pers negeri Paman Sam pun tanpa segan menyebut
Hillary sebagai the real American president. Saat skandal  Whitewater
diungkap Hillary tampil membela suaminya. Komentar bernada joke lantas
menyebar. Bagaimana presiden kita mengatur waktu kalau kini berperan sebagai
pengacara suaminya?

Di Indonesia cerita serupa tapi tak sama berlaku pada Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P). Bukan rahasia, suami Ketua Umum PDI-P Megawati
Soekarnoputri, M Taufik Kiemas berperan kelewat jauh dari kapasitasnya di
PDI-P. Bedanya, kalau Hillary begitu jitu menyusun strategi politik untuk
dimainkan Bill, ia malah dianggap cenderung "merugikan" posisi Megawati dan
keseluruhan Banteng Besar sebagai organisasi. Pamor Megawati, seperti
ditengarai elit politik PDI-P, justru dimanfaatkan sang suami guna membentuk
jaringan pribadi. Alih-alih tercipta konsolidasi, partai kian amblas ke
faksionalisasi.

Jaring faksi Taufik melebar ke berbagai dewan pimpinan daerah. "Kultur
politik elit daerah turut menentukan pengaruh Taufik," terang pengamat
politik CSIS J Kristiadi. Anggapan orang daerah, informasi dari sang suami
lebih valid dan mendekat dengannya berarti keuntungan politik. Bahasa
lainnya: kekuasaan. Tidak salah. Beberapa orang daerah penjalin lobby
akhirnya memang terbang menuju Senayan dan duduk dalam sidang-sidang wakil
rakyat. Kontan suami Megawati disebut beroleh profesi baru: broker caleg.
Termasuk menjadi 'klien' adalah rombongan penyeberang dari FPG dan
purnawirawan TNI. Begitu meyakinkan pendekatan Taufik sehingga Ketua Umum
PDI-P membuka tangan kepada orang-orang yang sejatinya institusi mereka
merupakan lawan politik.

Sialnya lagi, bisik-bisik beberapa pengurus daerah memperdengarkan adanya
kepentingan bisnis suami wapres. Memang belum terbukti benar. Namun, sebagai
pengusaha ia diketahui bergaul sangat akrab dengan banyak petinggi sipil dan
militer era Soeharto. Kendati elit politik masa itu sangat tidak bersahabat
dengan PDI di mana ia tercatat sebagai anggota dan wakil di majelis. Mantan
Panglima ABRI Jenderal (Purn) Feisal Tanjung mengakui berkawan kental dengan
pemilik enam pompa bensin ini. Pengakuan yang tak pernah ditampik Taufik.
Padahal, nama Feisal Tanjung adalah torehan luka dalam bagi jutaan anggota
dan simpatisan PDI-P (Lihat juga: Jangan Lupa Nama Sutiyoso).

Impak petualangan politik tersebut membuat citra Taufik tersudut di mata
pendukung PDI-P, lebih-lebih kalangan arus bawah. Menjelang penetapan daftar
calon anggota legislatif pada Pemilu 1999, demonstrasi menentang pencalonan
dirinya berlangsung di Jawa Barat. Massa pengunjuk rasa menggelar berbagai
poster protes. Salah satu kalimat tertulis "pencalonan Taufik bumerang buat
Mega". Cukup efektif. Terbukti waktu penetapan daftar calon tetap, nama
Taufik terlempar mewakili Sumatera Selatan.

Kecaman serupa berlangsung di tingkat elit organisasi. Tokoh-tokoh senior
partai seperti Aberson Marle Sihaloho dan Sabam Sirait tanpa sungkan
memperlihatkan ketidaksukaan mereka. Ceritanya Aberson pernah 'diguyoni'
Taufik ketika bulan Januari 1996 ia mensponsori edaran formulir dukungan
Megawati sebagai capres. "Memangnya selembar formulir bisa menjatuhkan
Soeharto?" Padahal, manuver Aberson beserta Marwan Adam dan SGB Tampubolon
itu beroleh reaksi positif dari cabang-cabang. Ketika lima bulan kemudian
kantor PDI diserbu setelah digoyang lewat Kongres Medan, Taufik menyalahkan
Aberson dan kawan-kawan. Vokalis DPR itu dituduh 'tidak cantik' bermain
politik. Toh, realitas politik kemudian berbicara lain. "Faktor Aberson"
turut berperan dalam menggolkan pencalonan Megawati lewat Kongres  Bali.

Sebenarnya pria berambut nyaris putih ini telah mengutarakan pengunduran
diri dari jabatan wakil rakyat sesaat Megawati menduduki posisi wapres. Ia
berencana akan kembali serius menggeluti dunia bisnis. "Saya tidak
menginginkan terjadi conflict of interest". Beberapa pihak meragukan hal
ini. Pasalnya, baru menjadi suami ketua umum partai saja ia sudah cenderung
kolutif dan nepotis, bagaimana sebagai suami wapres? Kira-kira begitu
pertanyaannya. Juga dipertanyakan pernyataan Taufik kepada pers beberapa
waktu sebelumnya tentang keluguan Megawati dalam politik. Hal ini dianggap
merugikan PDI-P secara keseluruhan.

Politik "di balik kelambu" Taufik Kiemas belakangan kembali mendapat
tentangan keras. Gerakan Pemuda Penyelamat Demokrasi Indonesia (GPPDI)
minggu lalu melakukan unjuk rasa di depan kediaman resmi Wakil Presiden,
Jalan Diponegoro. Mereka meminta ketegasan sikap jajaran pengurus pusat
PDI-P terhadap Taufik. PDI-P sebagai partai pemenang pemilu 1999, demikian
pernyataan GPPDI, semestinya menampilkan perilaku politik berlainan
dibanding rejim lama. Kuatnya pengaruh Taufik yang "bukan apa-apa"
memperlihatkan nepotisme orde baru membekas lekat.

Pertanyaannya Pak Taufik, sang istri yang lugu atau suami yang tak patut
digugu? Apalagi ditiru. (*)

---------------------------------------------
Berlangganan mailing list XPOS secara teratur
Kirimkan alamat e-mail Anda
Dan berminat berlangganan hardcopy XPOS
Kirimkan nama dan alamat lengkap Anda
ke: [EMAIL PROTECTED]


----------
SiaR WEBSITE: http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/siarlist/maillist.html

Kirim email ke