--- Made Wiryana <[EMAIL PROTECTED]> schrieb:
> Pengalaman saya ketemu orang Indonesia di LN, banyak > setelah kerja 10 tahun > di luar. Males pulang (apalagi buka pabrik dan nanem > modal), bawaannya malah > akhirnya jadi "nyalahin situasi di Indonesia terus" > Padahal untuk alasan > males pulang (hidup enak itu naluri orang koq). > > Mungkin itu bedanya ama orang China/India :-) Sorry > Carlos. > > IMW You got the point, but not only that. Kebanyakan orang di Indonesia berpikir, perubahan harus dari kampus. Padahal kampus di Indonesia tidak mencetak entrepreneur. Bahkan di Amrik sekalipun. Bill Gates dulu memutuskan lebih baik DO daripada jadi mahasiswa. Bahkan entrepreneur bukan lahir dari program MBA yang menjamur di mana2. Industriawan hampir pasti entrepreneur, contohnya Lakhsmi Mittal raja baja dunia, orang India yang salah satu perusahaan pertamanya adalah industri baja kecil di Surabaya. Karena tuntutan yang berlebihan terhadap kampus inilah, sinergi industriawan dan akademisi tidak pernah jalan. Industriawan by nature selalu pikir pragmatis, optimalisasi, sedangkan akademisi by nature selalu berpikir teoritis, harusnya begini dan begitu. Industriawan tanpa akademisi hanya bikin industri tanpa inovasi (beli aja lisensi dari luar, lebih dikit R&D costs), sedangkan akademisi tanpa industriawan cuma bikin paper dan analisa. Gimana, siapa yang siap bikin aliansi akadamisi dan industriawan? Salam, nano ___________________________________________________________ Telefonate ohne weitere Kosten vom PC zum PC: http://messenger.yahoo.de