---------- Forwarded message ----------
From: Aslan

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/nusantara/10/07/11/124197-petani-terbaik-tasikmalaya-itu-kini-sejahtera-di-malaysia

Petani Terbaik Tasikmalaya itu kini Sejahtera di Malaysia

Ahad, 11 Juli 2010,
12:04 WIB

.

Perkebunan organik yang dikembangkan di Malaysia
REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA--Dulu, orang di kampungnya cuma memanggil dia
dengan sapaan Aef, karena memang begitu pula kalangan keluarganya menyapa
orang
yang kini terkenal sebagai ahli pertanian organik itu. Tapi, sejak dia
sukses
mengembangkan pertanian organik di lahan dangkal (deet, begitu orang Sunda
menyebutnya), pada 1990-an, terkenalah sebutan nama Aef Deet di seantero
Tasikmalaya dan sekitarnya.

Ketenaran pria kelahiran 1966 itu sebagai ahli pertanian organik boleh
dibilang
terus tersiar melewati Bumi Parahyangan. Banyak orang, baik sendiri-sendiri
maupun berkelompok, datang berguru kepada petani itu.

Menurut sejumlah orang yang mengenalnya di Tasikmalaya, dari tahun ke tahun
Aef
terus mengembangkan pertanian organik itu sambil berharap ada perhatian dari

pemerintah.

Tapi, ketenaran nama petani asal Desa Sukapada, Kecamatan Pagerageung,
Tasikmalaya, sebagai pelopor teknik sistem penanaman padi organik dangkal
itu
tidak kunjung memperbaiki kehidupan ekonomi keluarganya. Hingga, datanglah
sejumlah orang dari Serikat Sunnah Tani dari Kelantan, Malaysia, menemui
Aef,
beberapa tahun lalu, yang ternyata bukan hanya untuk berguru, tapi
menawarkan
perbaikan ekonomi bagi pria itu.

Setahun lalu, pergilah dia merantau ke Malaysia. Bukan sebagai buruh kasar
tentunya, karena orang-orang Malaysia itu rupanya tertarik pada keahlian
yang
dimiliki Aef."Saya senang bekerja di Malaysia," kata Aef, ketika kembali ke
kampung halamannya, setahun setelah dia ke Malaysia.
Pada kunjungannya kali itu, dia juga membawa sejumlah orang Malaysia.

Aef mengantar tiga orang, yakni Direktur Serikat Sunnah Tani H Muhammad
Nuri,
kepala marketing H Julemi, bagian keuangan H Alyas, untuk bertemu dengan
ketua
gabungan kelompok tani padi organik Tasikmalaya Uu Syaeful Bachri.

Pada akhir pekan minggu pertama Juli itu, mereka juga melihat proses
pertanian
organik di Tasik.
Di sela-sela kegiatan itu, Aef menyatakan kebanggaannya hidup di Malaysia.
Dia
menyatakan, pilihannya menjadi petani dan mengabdikan ilmunya di Kelantan,
sebagai sesuatu yang lebih baik dibandingkan ketika dia melakukan hal yang
sama
di tanah kelahirannya sendiri.

"Saya mendapatkan materi yang cukup besar dan fasilitas memadai hingga saya
merasa terjamin," katanya. Menurut dia, berkat pilihannya itu, dia mengaku
keluarganya ikut sejahtera.

Baru setahun Aef di Malaysia, dia mengaku mampu mengubah kehidupan ekonomi
keluarganya menjadi lebih baik. Bahkan dia dia bisa mengumpulkan dana untuk
menunaikan ibadah haji.
Menurut Aef, selain menjadi petani dan menggarap sawah padi di negeri jiran
itu, dia juga memberikan pelatihan cara penanaman padi organik kepada petani
di
Malaysia.

Dari hasil mengajar pelatihan sistem penanaman padi itu, ia mendapatkan gaji

cukup besar dari pemerintah Malaysia hingga mampu membangun rumah di kampung

halamannya menjadi layak huni.

Menurut Aef, ada enam petani Indonesia yang yang bekerja dan memberikan
pelatihan tentang pertanian di sana, yang datang ke Kelantan dibawa oleh
Serikat Sunnah Tani. "Saya dan yang lainnya diberi gaji sebesar Rp 12 juta
per
bulan," kata Aef dengan nada bicara bangga.

Menurut dia, kepergiannya ke Malaysia memang untuk mencari perubahan ekonomi

agar dapat menyejahterakan keluarganya.

Selama di Malaysia, menurut Aef, segala ilmu dan jasa-jasanya sebagai petani

lebih dihargai. Penghargaan itu berupa sejumlah fasilitas pertanian maupun
kesejahteraan ekonomi. "Buruh tani di sini sulit sejahtera karena yang
dibayar
hanyalah tenaganya bukan dilihat dari ilmu atau jasanya," katanya.

Sementara itu, Ketua Agribisnis Tasikmalaya Wawan mengatakan, kepergian
petani
terbaik asal Kabupaten Tasikmalaya itu ke negara Malaysia menjadi boomerang
bagi pertanian di Indonesia.
Dinilai dari jangka pendeknya, menurut dia, sepertinya tidak ada kerugian
apa-apa. "Kepergian Aef justru seperti hanya memberikan keuntungan bagi
buruh
tani yang mengabdikan dirinya di Malaysia hingga mendapatkan kesejahteraan
yang
cukup besar," katanya.

Padahal, kata dia, kepergian Aef, dan sejumlah petani lain yang memiliki
keahlian itu, memiliki dampak negatif tersembunyi bagi perkembangan pertaian
di
dalam negeri. "Bisa saja terjadi lama-lama Malaysia akan mencuri teknologi
penanaman padi organik di Tasikmalaya. Lalu, jika selama ini Malaysia
mendatangkan beras dari Tasikmalaya, maka lama-lama nanti bisa jadi
sebaliknya," kata Wawan.

Kirim email ke