Mungkin di negeri-negeri seperti Arab Saudia dan Iran.  Di lain negeri Islam 
ada taria perut, seperti Syria, Lebanon, Moroko, Tunisia dan  Mesir.  Ke Kario 
dan Beirut itu biasanya datang touris  dari Arab Saudia untuk menikmati 
kebebasan dan melihat tari perut yang dipertunjukan di restauran hotel pada 
malam hari. Ini kalau tari perut itu dikatagorikan sebagai "porno".

Bagi yang mau lihat tari perut silahkan clik: 
http://www.youtube.com/watch?v=i-BQXhFAZhQ

  ----- Original Message ----- 
  From: monyongsexy 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Thursday, September 18, 2008 2:40 AM
  Subject: [SPAM] [wanita-muslimah] Re: RUU Pornografi, Ancaman Kriminal bagi 
Perempuan


  Tanya, apakah di negara laen ada pengaturan pornografi beginian. Kalau
  ada bagaimana bentuknya? Apakah juga menggunakan pasal2 karet seperti itu.

  Saya kira baru Indonesia saja yg melakukan ekperimen tolol ini.
  Kayaknya ada pesanan, karena kepepet sehingga perlu pengalihan isu.

  --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  >
  > http://www.suarapembaruan.com/News/2008/09/17/index.html
  > 
  > SUARA PEMBARUAN DAILY 
  > RUU Pornografi, Ancaman Kriminal bagi Perempuan
  > 
  > 
  > ANTARA/str-Akbar Nugroho 
  > 
  > Ratusan seniman yang mengatasnamakan Komunitas Bebas Berkreasi
  (Kobber) Surakarta melakukan aksi jalan bersama dari Pendopo STSI
  sampai Taman Budaya Surakarta, Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
  Dalam aksinya mereka menyatakan penolakan terhadap RUU Pornografi
  (sebelumnya disebut RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi/APP), karena
  dianggap akan membatasi kebebasan dalam kreasi seni. 
  > 
  > Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi dinilai berpeluang
  mengkriminalkan perempuan dan anak. Sebab, berdasarkan laporan
  International Labour Organization (ILO) dan sejumlah lembaga penggiat
  HAM, data trafficking (perdagangan) perempuan dan anak yang
  diperdagangkan untuk tujuan prostitusi dan pornografi meningkat. 
  > 
  > "Karena itulah, RUU Pornografi harus ditolak," kata Koordinator
  Perubahan Hukum LBH Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (Apik)
  Umi Farida, saat dihubungi SP, di Jakarta, Senin (15/9). 
  > 
  > Sebaliknya, Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) dalam siaran persnya
  yang diterima SP, Selasa (16/9) sore menyatakan, mendukung RUU
  Pornografi tersebut disahkan menjadi UU. Alasannya, pornografi saat
  ini sudah sangat meresahkan, karena tersebar luas dan bebas, melalui
  berbagai media komunikasi, mudah mengaksesnya, dan tidak jelas sanksi
  hukumnya. 
  > 
  > MTP berharap dengan UU Pornografi tersebut, akan menjadi payung
  hukum untuk menghambat laju pertumbuhan pornografi dan industri
  pornografi. UU ini dapat mendukung UU Perfilman, UU Perlindungan Anak,
  dan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang. 
  > 
  > Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Hadi Supeno,
  menegaskan badai pornografi telah melahirkan eskalasi kriminalitas
  yang harus segera diatasi secara serius oleh berbagai pihak terkait.
  "Data dari kepolisian misalnya, selama Tahun 2006 terjadi tindak
  pidana aborsi sekitar 3,3 juta kasus dan perkosaan meningkat 200
  persen. Data di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) Tangerang
  menunjukkan bahwa kejahatan seksual menempati urutan kedua setelah
  narkoba," katanya. 
  > 
  > Namun, Umi Farida dari LBH Apik mengingatkan, perempuan yang menjadi
  korban perdagangan orang justru kerap memperoleh ancaman untuk
  memenuhi aspek legalitas saat pemeriksaan petugas. "Perempuan yang
  dilacurkan adalah korban bukan pelaku. Inilah yang belum dipahami,"
  katanya. 
  > Untuk anak, katanya, dalam Kovenan Hak Anak diinterpretasikan, jika
  anak melakukan tindakan kriminal atau tindakan pornografi maka anak
  tetaplah sebagai korban. Sebab, secara psikologis anak belum bisa
  mengambil keputusan penuh. "Anak belum bisa menjadi subjek hukum
  penuh," katanya. 
  > 
  > Dalam RUU Pornografi, lanjutnya, semua diatur tanpa pengecualian.
  "Tentu saja ini berpotensi mengkriminalkan perempuan dan anak-anak,"
  katanya. 
  > 
  > Dia melanjutkan, RUU ini juga dinilai sumir, karena definisi
  pornografi tidak jelas dan berpotensi mengkriminalkan pihak-pihak yang
  sebenarnya menjadi korban pornografi. Selain itu, katanya, terdapat
  kecenderungan melakukan politisasi tubuh dan isu seksualitas. 
  > 
  > Dia mencontohkan kesumiran tersebut. Misalnya, pada Bab I Pasal 1
  tentang Ketentuan Umum yang menyebutkan, pornografi adalah materi
  seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa,
  ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi,
  kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi
  lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di
  muka umum yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar
  nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat. 
  > 
  > Definisi ini, menunjukkan longgarnya batasan "materi seksualitas"
  dan menganggap karya manusia, seperti syair dan tarian (gerak tubuh)
  di muka umum, sebagai pornografi. Dikatakan, kalimat membangkitkan
  hasrat seksual atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat
  bersifat relatif dan berbeda di setiap ruang, waktu, maupun latar
  belakang. 
  > 
  > Senada dengan itu, Aktivis Suara Perempuan Indonesia Peduli, Citra
  Timur Permata menegaskan sampai saat ini sikap sejumlah lembaga
  swadaya masyarakat soal RUU Pornografi masih tetap konsisten menolak.
  Dari sisi substansi, RUU ini dianggap masih mengandung sejumlah
  persoalan, antara lain RUU ini mengandung atau memuat kata-kata atau
  kalimat yang ambigu, tidak jelas, atau bahkan tidak bisa dirumuskan
  secara absolut. Misalnya, eksploitasi seksual, erotis, kecabulan,
  ketelanjangan, aurat, gerakan yang menyerupai hubungan seksual,
  gerakan menyerupai masturbasi, dan lain-lain. 
  > 
  > "Kami menolak, karena RUU Pornografi merupakan bentuk eksploitasi
  berlebihan atas seksualitas, melalui majalah, buku, film dan
  sebagainya, memang harus ditolak dengan tegas. Tapi, tidak menyetujui
  bahwa untuk mencegah dan menghentikan pornografi lewat sebuah UU yang
  hendak mengatur moral dan akhlak manusia Indonesia secara pukul rata,"
  katanya. 
  > 
  > RUU dipandang menganggap bahwa kerusakan moral bangsa disebabkan
  kaum perempuan tidak bertingkah laku sopan dan tidak menutup
  rapat-rapat seluruh tubuhnya dari pandangan kaum laki-laki. Pemahaman
  ini menempatkan perempuan sebagai pihak yang bersalah. 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > Daerah Menolak 
  > 
  > Penolakan keras atas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pornografi, tidak
  hanya datang dari aktivis perempuan, tetapi juga muncul dari semua
  elemen masyarakat di daerah-daerah. Daerah-daerah mengingatkan agar
  DPR tidak memaksakan kehendak menyetujui RUU itu menjadi undang-undang
  (UU), karena mengancam kebinekaan bangsa Indonesia. 
  > 
  > Masyarakat Bali mulai dari mahasiswa, cendekiawan, budayawan, dan
  Pemerintah Daerah Bali misalnya, Senin (15/9) kembali dengan tegas dan
  keras menolak pengesahan RUU Pornografi yang tengah digodok di DPR
  tersebut. Sikap penolakan ini disampaikan dalam bentuk aksi
  demonstrasi dan pertemuan cendekiawan yang berlangsung beberapa pekan
  terakhir ini. 
  > 
  > Sikap serupa disampaikan masyarakat Bali yang tergabung dalam
  Komponen Rakyat Bali (KRB). Komponen KRB ini sebenarnya sudah sempat
  gencar melakukan aksi penolakan RUU APP awal-awal tahun 2006. 
  > 
  > Sementara itu, Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Lebu Raya
  meminta kalangan DPR agar memperhatikan aspek yuridis dan sosiologis
  sebelum mengambil keputusan untuk mengesahkan RUU Pornografi. Sebab,
  jangan sampai sebuah produk UU mengakomodasikan kepentingan segelintir
  orang. 
  > 
  > Secara terpisah, Welly Katipana, salah satu tokoh perempuan NTT
  mengungkapkan penolakannya atas rencana DPR untuk mengesahkan RUU
  Pornografi. 
  > 
  > Tidak hanya Bali dan NTT, Papua juga secara tegas menolak
  kehadirannya RUU Pornografi tersebut. Wakil Ketua II Majelis Rakyat
  Papua, Hanna Hikoyabi, menegaskan, setelah disahkan, UU tersebut akan
  melarang kehidupan keseharian berbudaya masyarakat Papua di daerah
  pedalaman-pedalaman yang sudah terjadi dari nenek moyang mereka. 
  > 
  > "Kita tahu bagaimana keberagaman suku di Papua yang kehidupannya tak
  lepas dengan adat istiadat mereka. Ada suku yang bertelanjang dada
  juga berkoteka adalah hal yang biasa, dan itu adalah tradisi
  turun-temurun. Dan tak layak diterapkan di Papua, " ujarnya Selasa pagi. 
  > 
  > Aktivis Perempuan Papua, Sofia Popy Maypauw menegaskan, pornografi
  tidak perlu diatur secara khusus dalam UU yang berlaku umum di seluruh
  daerah. * 
  > 
  > 
  > 
  >
  ----------------------------------------------------------
  > Last modified: 17/9/08 
  > 
  > [Non-text portions of this message have been removed]
  >



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke