Saya hari ini baru menuliskan beberapa tanggapan dalam bahasa Arab terhadap 
seseorang yang bernama zulfaqar dari Maroko tentang tasawuf yaitu dalam 
sebuah diskusi yang sedang berlangsung seputar kitab al-Futuhat al-Makkiyah. 
Penulis kitab ini adalah Ibnu Arabi yang oleh sebagian kalangan dituliskan 
bahwa banyak para ulama menganggapnya murtad dan kafir. Benar bahwa banyak 
ungkapan dan gagasannya yang aneh, dan benar pula bahwa sebagian ungkapannya 
disalahpahami sehingga justru dia yang dituduh murtad dengan kesalahpahaman 
tersebut. Dan yang ironis lagi, gara-gara ini tasawuf dianggap sebagai 
bidang ilmu yang sesat.

Beberapa bagian dari ajarannya yang di  list di sini adalah tidak 
sebagaimana yang dia maksudkan pemahamannya. Karena sempitnya waktu saya 
ambil contoh ajaran pertama di sini. Seingat saya, ungkapan Ibnu Arabi 
terhadap hal tersebut berbentuk puisi yang oleh Arifin Badri MA 
diterjemahkan sebagai berikut:

"Hamba adalah tuhan, dan tuhan adalah hamba
duhai gerangan, siapakah yang diberi tugas?
Bila kau katakan hamba, maka ia adalah tuhan
atau kau katakan : tuhan, maka mana mungkin tuhan diberi tugas!?"

Dari puisi ini sebagian berpandangan bahwa Ibnu Arabi menyamakan antara 
hamba dan Tuhan. Setelah membaca teks aslinya, saya memberikan tanggapan:

Tanpa panjang lebar, karena saya belum membaca alur logika yang dilontarkan 
secara utuh, saya terkejut membaca terjemahan Ustadz terhadap syair Ibnu 
Arabi, sehingga sepintas saya langsung terpikir untuk lebih dahulu 
memberikan tanggapan pada bagian ini.

Keterkejutan saya tentu saja muncul karena membaca terjemahan tidak seperti 
selama ini yang saya pahmi dari syair-syair semisal itu, termasuk tidak 
selaras dengan pengajaran-pengajaran para guru saya. Jadi saya kira wajar 
jika saya kemudian mengajukannya sebagai bahan perbandingan tentang 
pemahaman yang lain.

Selama saya belajar syair atau bahkan kalimat yang cenderung puitis, satu 
prinsip yang bisa saya tangkap bahwa tidak semua kalimat bisa diterjemahkan 
secara sederhana dengan merujuk makna kamus semata. Banyak faktor lain 
seperti emosi, pikiran, diksi, dan lain-lain yang turut serta di dalamnya. 
Bahkan al-Qur`an sendiri mengandung nilai-nilai puitis meskipun bukan 
berbentuk syair, sehingga kita tidak bisa dengan sederhananya menerjemahkan 
"Allah adalah cahaya langit dan bumi..." dalam maksud cahaya seperti yang 
kita pahami dalam realitas kehidupan kita. Lebih dari itu, syair Arab 
sendiri (syair klasik tentunya) berbeda dengan syair-syair umum, dimana ada 
keterbatasan wazan dan qafiyah.

Dalam membaca syair ini misalnya, saya malah memahaminya secara terbalik 
dari apa yang Ustadz pahami. Dan itu saya dapatkan dengan menghayati lebih 
dalam bahasa syair ini. Lebih dari itu, penjelasan guru-guru saya dahulu 
terhadap ide dan pendapat Ibnu Arabi, termasuk menjelaskan 
kalimat-kalimatnya malah mendukung pemahaman yang terbalik dari yang Ustadz 
pahami.

Bagian awal, hamba adalah tuhan dan tuhan adalah hamba, tanpa penjelasan 
syair lebih lanjut cenderung menyesatkan. Wajar jika ustadz memahaminya 
sebatas itu kemudian menuduh penulisnya sebagai tokoh sesat. Padahal, 
kalimat tersebut hanya mengetengahkan sebuah pernyataan yang kemudian 
diikuti dengan perasaan takjub dan heran selanjutnya mempertanyakan dengan 
mengajukan bentuk fakta yang tidak bisa dibantah; yaitu adanya taklif, 
pemberi taklif, penerima taklif. Singkatnya, "kalau seperti itu (tuhan 
adalah hamba..dst), siapa yang mukallaf?"

Sikap mempertanyakan ini menjadi lebih tegas dengan syair selanjutnya; 
"Apabila kamu katakan: hamba, maka itu adalah Tuhan." Penjelasan struktur 
kalimat ini sangat jelas dengan membuang mubtada dimana jumblah mubtada 
mahzup dengan khabar, fi mahalli nashbin sebagai maqul qaul (maf'ul). 
Sebenarnya malah di sudut ini saya sangat terkejut setelah membaca 
terjemahan Ustadz. Entah Nahwu mana yang Ustadz gunakan untuk menerjemahkan 
isim Isyarat dengan dengan "ia". Isim Isyarat dengan Dhamir (kata ganti) 
sangat berbeda sekali.  Apalagi syair ini menggunakan kata "Dzaaka" yang 
merupakan isyarat lilbaid (berkonotasi jauh). Kalau kita terjemahkan 
literlek dalam bahasa Indonesia, maknanya adalah "itu". Namun dalam bahasa 
Arab konotasinya lebih luas dari sekedar "itu" apalagi jika kita mengukurnya 
dari sudut pandang Balagah, dan ini adalah syair sehingga sudut pandang 
Balaghah sangat dibutuhkan.

Ustadz menilai syair ini sebagai sebuah kesesatan, saya justru sangat 
menikmatinya karena kedalaman makna yang ia ajukan. Coba bayangkan saja, 
saat ia berkata: "Apabila kamu katakan: hamba,..." Siapa yang dikatakan 
hamba? Pembuangan mubtada di sini menggambarkan keluasan cakupan siapa saja. 
Kalau semua objek yang tergambar dalam pikiran kita adalah "hamba", maka itu 
Dia Yang Jauh Tak Terjangkau adalah Tuhan.

Kalimat syair selanjutnya adalah kebalikannya, tetapi lagi-lagi dengan 
pengajuan adanya taklif. "Atau kau katakan: Tuhan, Maka bagaimana mungkin 
diberi taklif?" Bukankah ini sebenarnya adalah bantahan yang nyata terhadap 
pernyataan yang mengatakan Tuhan adalah Hamba dan Hamba adalah Tuhan. 
Renungkan pembuangan Mubtada di sini, sehingga ketika mengatakan: "Tuhan", 
siapa tuhan itu? Apabila kita baca dari sudut munasabah dengan pembuangan 
pada kalimat sebelumnya yang mengandung keluasan makna, maka maknanya 
"apabila kamu katakan ini (atau itu, atau.. atau..) adalah Tuhan, maka 
bagaimana bisa diberi taklif?" Artinya, jelas bukan dong, karena ini (atau 
itu, atau.. atau..) diberi taklif. Kalau benar Tuhan, dari sudut mana bisa 
ada taklif kepada Tuhan? "Bukankah Tuhan Pemberi Taklif?" (kalimat terakhir 
ini munasabah lagi dengan bagian terakhir dari syair baris pertama yang 
sejak awal mempertanyakan).

Jadi, sangat jelas kalau Ustadz memahami syair ini sebagai penyamaan Tuhan 
dengan Hamba, saya malah sebaliknya memahaminya sebagai bentuk penegasan 
perbedaan dengan keluasan makna dilengkapi dengan pengajuan argumen kuat 
sebagaimana fakta terhadap perbedaan itu.

Bantahan balik yang diberikan kepada saya hanya menegaskan kekafiran dan 
kemurtadan Ibnu Arabi sebagaimana dikemukakan oleh banyak ulama yaitu para 
ulama yang disebutkan dalam artikel ini. Saya tidak bermaksud membela 
kekufuran jika memang hal itu adalah kekufuran. Saya hanya ingin kita 
bersikap obyektif dan menyandarkan sesuatu sesuai pada tempatnya. 
Prinsipnya, kita tidak mungkin menuduh pencurian pada perbuatan seseorang 
yang sebenarnya adalah perzinahan.

Banyak lagi perkataan Ibnu Arabi yang disalah pahami disamping memang banyak 
ungkapannya yang secara zhahirnya merupakan ungkapan yang menyimpang. Jujur 
saja, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim sendiri misalnya justru memberikan 
penjelasan-penjelasan yang mencerahkan terhadap konsep-konsep Ibnu Arabi 
ini. Secara khusus bisa dibaca di dalam Majmu' Fatawa dan Madarijus Salikin. 
Cobalah baca perlahan-lahan dari awal hingga akhir, saya pastikan akan 
ditemukan beberapa penjelasan yang saya maksud tersebut. Saya hanya lupa 
persis halamannya, tapi pernah membacanya.

Beberapa ulama yang disebutkan di sini juga, jika kita kutip ungkapan mereka 
secara menyeluruh, maka akan kita temukan betapa mereka sangat menahan diri 
dan hanya menyebutkan sesuatu sebatas tempatnya. Misalnya al-Dzahabi, 
setelah menculik ungkapan-ungkapan Fushush al-Hikam kemudian memberi 
komentar pada bagian-bagian yang secara lahir ungkapannya menyimpang. 
Kemudian pada bagian akhir secara keseluruhan dia mengatakan (kebetulan 
pernyataan para ulama tentang Ibnu Arabi ini juga diriwayatkan darimana saja 
sumbernya yang baik Ibnu Taimiyah atau lainnya semuanya dari Izzuddin ibnu 
Abdis Salam.):

"Seandainya dia berpandangan (yakin) dengan ungkapannya ini niscaya 
dihukumkan kekufurannya. Kecuali bahwa Ibnu Arabi rujuk (kembali) dari 
perkataan ini kepada agama Islam, maka dari Allah keselamatan atasnya."

Selanjutnya adz-Dzahabi memberikan penghargaan dan pujian terhadap Ibnu 
Arabi dan kemudian berkata: "Seandainya tidak ada syatahat dalam perkataan 
dan syairnya niscaya menjadi kalimat ijma'. Barangkali hal itu muncul 
darinya dalam kondisi 'mabuk' dan 'ghaibah', maka kita mengharapkan kebaikan 
untuknya." (Tarikh adz-Dzahabi, hal. 4762).

Demikian sebagian dari sikap para ulama dalam menyimpulkan sesuatu apalagi 
yang berkaitan dengan kepribadian seseorang. Mungkin itu dulu sebagian dari 
apa yang bisa saya sampaikan.

Wassalam
Aman


----- Original Message ----- 
From: "Rudyanto Arief" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Sent: Saturday, February 25, 2006 7:51 AM
Subject: [wanita-muslimah] 5. Menangkal Bahaya JIL & FLA


> Syaikh Muhammad Al-Ghazali:
> "Orang Sekular Itu Murtad"
>
> Syaikh Muhammad Al-Ghazali ulama internasional di Mesir menyayangkan orang
> Arab dan umat Islam atas kurang gigihnya bekerja hingga hari kerjanya 
> hanya
> dipakai selama sepertiga sampai setengah jam. Padahal, katanya, hari kerja
> di Eropa, Amerika, dan Jepang itu 8 jam.
>
> Ulama yang kitab karangannya tersebar ke seluruh penjuru dunia ini
> mengemukakan keprihatinannya itu menjawab pertanyaan wartawan Majalah
> Al-Khairiyah Kuwait no 48/ 1414H yang menanyakan: Dunia Islam menderita
> krisis politik, ekonomi, sosial yang sangat mencekik, bagaimana jalan
> keluarnya.
>
> Menurut Syaikh Al-Ghazali, Dunia Islam wajib bekerja keras agar sukses.
> Kalau kaum Muslimin dalam keadaan leha-leha atau malas maka pasti akan
> dihukum oleh kodrat. Oleh karena itu petani Muslim wajib meningkatkan
> pertaniannya sampai hasil panennya baik dan berlipat ganda, sedang 
> Muslimin
> yang bekerja di lapangan-lapangan lain hendaknya bekerja keras.
>
> Mengenai krisis politik, Syaikh Al-Ghazali penulis Fiqh Siroh (Sejarah 
> Nabi
> Muhammad SAW) ini mengemukakan, penguasa adalah cerminan masyarakat. Maka
> apabila masyarakat ingin bebas untuk hidup dalam kemuliaan Islam, wajib 
> atas
> masyarakat itu memegang teguh Islam tanpa meninggalkannya sedikitpun. 
> Syaikh
> Al-Ghazali mengemukakan usahanya untuk mengembalikan hal yang telah pernah
> sampai pada Muslimin dulu yakni berlakunya hukum --yang diturunkan Allah--
> di seluruh negeri umat Islam.
>
> Syaikh Muhammad Al-Ghazali yang produktif menulis ini jagoan juga dalam
> berdebat. Setidaknya beliau telah dua kali berdebat secara resmi dengan
> kelompok  ilmaaniyah (sekular). Pertama, tahun 1989, Darul Hikmah (lembaga
> di bawah Ikatan Dokter Mesir) menyelenggarakan debat  Islam dan Sekular.
> Syaikh Muhammad Al-Ghazali dan Dr Yusuf Al-Qorodhowi dari pihak Islam,
> berhadapan dengan kubu sekular yang saat itu tampil Dr Fuad Zakariya. 
> Debat
> kedua, 1992, diadakan oleh Asosiasi Penulis Mesir pimpinan Dr Samir 
> Sarhan,
> dihadiri 30.000 hadirin. Wakil pihak Islam Syaikh Muhammad Al-Ghazali,
> Muhammad Al-Ma'mun Al-Hudaibi, dan Dr Muhammad Imarah  berhadapan dengan
> kelompok sekular diwakili Dr Muhammad Khalafallah[1] dan Dr Faraq Fouda.
> Hasilnya disebarkan ke seluruh dunia, di antaranya di Indonesia 
> diterbitkan
> oleh Pustaka Al-Kautsar Jakarta dengan judul Debat Islam-Sekular.
>
> Tokoh Sekuler, Dr. Faraq Fouda Dibunuh
>
> Perdebatan itu tidak berhenti begitu saja. Syaikh Muhammad Al-Ghazali
> didatangkan lagi di dalam pengadilan sebagai saksi ahli (hukum Islam) Juli
> 1993 di Mesir atas kasus terbunuhnya tokoh sekular Dr Faraq Fouda, 8 Juni
> 1992. Kesaksian Syaikh Muhammad Al-Ghazali cukup membuat kelabakan pihak
> sekular, karena menurut Syaikh Muhammad Al-Ghazali, sekular itu hukumnya
> adalah keluar dari Islam.
>
> Syaikh Al-Ghazali ditanya Majalah Al-Khoiriyah: Anda cukup lama menolak
> kebohongan orang sekular terhadap Islam, apa sebenarnya mereka itu?
>
> Jawab Syaikh Al-Ghazali: Mereka itu adalah manusia yang telah keluar dari
> Islam secara nyata. Kalau toh kemurtadannya itu pasif dan mereka tinggal
> saja di dalam rumah-rumah mereka, maka kami tidak mendobrak rumah-rumah
> mereka dan kami tidak berusaha menghukumi mereka. Tetapi mereka itu ingin
> bertolak di jalan-jalan untuk menghalangi manusia dari jalan Allah, lalu
> mereka memerangi sholat sambil menggalakkan kebejatan akhlaq dan 
> pemabukan.
> Mereka menginginkan kaum Muslimin meninggalkan agamanya di medan-medan
> pembinaan, tarbiyah, ta'lim, pers dan sebagainya. Mereka itu musuh-musuh
> Islam, maka wajib kita singkap wajah-wajah mereka agar kita tahu betul
> hakekat mereka dan menghadang jalan mereka.
>
> Dalam perdebatan dengan kaum sekular yang dihadiri 30.000 pengunjung 1992,
> Syaikh Al-Ghazali mengemukakan tentang sempoyongannya peradaban Barat.
> "Mereka berjalan sempoyongan dan tidak dapat keluar dari kegelapan dan
> kemuraman kecuali setelah mereka memboyong peradaban yang ditinggalkan 
> oleh
> kerajaan Umawiyah, Abbasiyah, dan Turki. Mereka ambil 'abjad-abjad', lalu
> mereka rangkai dan susun kata dan kalimat darinya," tuturnya.
>
> Dalam hal kehidupan masyarakat, Syaikh Al-Ghazali mengemukakan, minoritas
> Kristen Koptik yang ada di tengah Muslimin Mesir adalah kelompok minoritas
> yang paling bahagia di dunia ini. Mereka telah memperoleh segala hal yang
> mereka inginkan, baik yang berkenaan dengan urusan duniawi maupun ukhrowi.
> Bahkan ada yang menjadi sekjen PBB (Persatuan Bangsa-bangsa). "Apakah ada
> kelompok minoritas di dunia ini yang hidup di bawah naungan mayoritas kaum
> Yahudi dan Kristen yang anda jumpai seperti kehidupan sosial dalam naungan
> mayoritas Muslim ini?" sergah Syaikh Al-Ghazali.
>
> Kehidupan sosial seperti ini, menurutnya, tidak lain tumbuh dari warisan
> peradaban Islam yang kita fahami dari agama kita, Kitab Suci kita, dan 
> dari
> Sunnah Nabi kita; bahwa seluruh penduduk negeri berada dalam perlindungan
> dan amanah kita.
>
> Oleh karena itu Syaikh Al-Ghazali mengingatkan kepada Umat agar digalang
> betul tentang pentingnya persatuan Islam di seluruh negeri dengan cara
> memegang teguh aqidah dan syari'ah Islam. Dengan demikian Muslimin merasa
> bersaudara secara internasional dan tahu betul bahwa dipecah-pecahnya umat
> Islam itu adalah program penjajah. Apabila umat Islam kembali pada 
> agamanya,
> maka program semu yang digariskan para penjajah itu akan luntur dengan
> sendirinya.[2]
>
> Peristiwa Pengedaran Brosur Bantahan Lontaran Nurcholish Madjid yang
> Mengutip Ibnu Arabi Bahwa Iblis Kelak Akan Masuk Surga[3]
>
> [1] Tulisannya jadi rujukan pula di kalangan Tim Penulis Paramadina  di
> Jakarta yang menyusun buku Fiqih Lintas Agama.
> [2] Ditampilkannya kembali pendapat almarhum Syaikh Muhammad Al-Ghazali
> (yang sudah kami muat di buku Bila Hak Muslimin Dirampas, 1994/ 1415H) ini
> untuk mengingatkan bahwa di tahun 1990-an telah terjadi pertentangan yang
> dahsyat di Mesir antara dua kelompok, Islamiyyun dan 'ilmaniyyun 
> (sekuler).
> Kemudian di antara orang Indonesia yang belajar di Mesir ada yang
> mengais-ngais rimah-rimah sampah pemikiran tokoh sekuler di sana dan 
> diusung
> ke Indonesia, di antaranya ada yang tergabung dalam Tim 9 Penulis 
> Paramadina
> yang membuat buku Fiqih Lintas Agama, 2003. Menampilkan kembali pendapat
> almarhum Syaikh Muhammad Al-Ghazali ini tidak berarti mengagungkannya atau
> lebih-lebih menyetujui semua pendapat beliau dalam buku-bukunya. Tidak.
> Karena sebaigamana dimaklumi, selain al-ma'shum (Nabi Muhammad saw),
> perkataannya boleh diterima dan boleh ditolak, menurut Imam Malik. Jadi
> dalam kaitan kasus pertentangan antara Islamiyyun dan 'ilmaniyyun 
> (sekuler),
> bagaimanapun kenyataan sejarah ini tidak bisa dinafikan, dan dalam
> pembahasan ini penulis anggap sangat relevan untuk mengingatkan peristiwa 
> di
> dunia Islam yang masih berlangsung sampai kini.
>
> [3] Sesatnya Ucapan Nurcholish Madjid: "Iblis Kelak Akan Masuk Surga"
> Nurcholish Madjid menimbulkan kasus 23 Januari 1987 di pengajian 
> Paramadina
> yang ia pimpin di Jakarta. Saat itu ada pertanyaan dari peserta pengajian,
> Lukman Hakim, berbunyi: "Salahkah Iblis, karena dia tidak mau sujud kepada
> Adam, ketika Allah menyuruhnya. Bukankah sujud hanya boleh kepada Allah?"
> Dr. Nurcholish Madjid, yang memimpin pengajian itu, menjawab dengan satu
> kutipan dari pendapat Ibnu Arabi, dari salah satu majalah yang terbit di
> Damascus, Syria, bahwa:
> "Iblis kelak akan masuk surga, bahkan di tempat yang tertinggi karena dia
> tidak mau sujud kecuali kepada Allah saja, dan inilah tauhid yang murni."
> Nurcholis juga mengatakan, "Kalau seandainya saudara membaca, dan lebih
> banyak membaca mungkin saudara menjadi Ibnu Arabi. Sebab apa? Sebab Ibnu
> Arabi antara lain yang mengatakan bahwa kalau ada makhluk Tuhan yang 
> paling
> tinggi surganya, itu Iblis. Jadi sebetulnya pertanyaan anda itu permulaan
> dari satu tingkat iman yang paling tinggi sekali. Tapi harus membaca
> banyak." (lihat buku/ brosur Jawaban Tuntas untuk Dr. Nurcholish Madjid
> tentang Ibnu Arabi dan Setan Masuk Surga, Yayasan Islam Al-Qalam, 1407 H,
> hlm. 20). (Brosur jawaban terhadap Nurcholish Madjid inilah yang kisah
> penyebarannya di Paramadina diceritakan dalam judul tulisan ini: Peristiwa
> Pengedaran Brosur Bantahan Lontaran Nurcholish Madjid yang mengutip Ibnu
> Arabi bahwa Iblis Kelak Akan Masuk Surga.)
>
> Demikianlah jawaban Nurcholish Madjid. Mari kita perbandingkan jawaban itu
> dengan pendapat para ulama, terutama mengenai siapa dan bagaimanakah
> sebenarnya pemahaman Ibnu Arabi itu.
>
> Siapakah Ibnu Arabi itu?
> Ibnu Arabi, nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad Ibn Ali Muhyiddin Al-Hatimi
> At-Thai Al-Andalusi, dikenal dengan Ibnu Arabi.
>
> Ibnu Arabi (Muhyiddin) dianggap sebagai tokoh tasawuf falsafi, lahir di
> Murcia Spanyol, 17 Ramadhan 560 H/28 Juli 1165 M, dan mati di Damaskus, 
> Rabi
> 'ul Tsani 638 H/Oktober 1240 M. Inti ajarannya didasarkan atas teori
> wihdatul wujud (satunya wujud, semua wujud di alam ini
> adalah -cerminan-Allah) yang menghasilkan wihdatul adyan (satunya agama,
> tauhid maupun syirik).
>   Di antara ajaran Ibnu Arabi adalah:
> -  Hamba adalah Tuhan (tercantum dalam kitab Ibnu Arabi, Fushush Al-Hikam,
> 92-93)
> - Neraka adalah surga itu sendiri (Fushush Al-Hikam, 93-94).
> - Perbuatan hamba adalah perbuatan Allah itu sendiri. (Fushush Al-Hikam
> 143).
> - Fir'aun adalah mu'min dan terbebas dari siksa neraka. (Fushush Al-Hikam,
> 181).
> - Wanita adalah Tuhan (Fushush Al-Hikam, 216).
> - Fir'aun adalah Tuhan Musa. (Fushush Al-Hikam, 209).
> - Semua ini adalah Allah, tidak ada nabi/rasul atau malaikat. Allah adalah
> manusia besar. (Fushush Al-Hikam, 48).
> - Allah membutuhkan pertolongan makhluk. (Fushush Al-Hikam, 58-59).
>
> Oleh karena sebegitu drastisnya penyimpangan yang ditampilkan Ibnu Arabi,
> maka 37 ulama telah mengkafirkannya atau memurtadkannya. Di antara yang
> mengkafirkan Ibnu Arabi itu adalah ulama-ulama besar yang dikenal sampai
> kini:
> -Ibnu Daqieq Al-'Ied  (w 702 H).
> - Ibnu Taimiyah (w 728 H).
> - Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (w 751 H).
> - Qadhi 'Iyadh (w 744 H).
> - Al-'Iraqi (w 826 H).
> - Ibnu Hajar Al-'Asqalani (w 852 H).
> - Al-Jurjani (w 814 H).
> - Izzuddin Ibn Abdis Salam (w 660 H).
> - An-Nawawi (w 676 H).
> - Adz-Dzahabi (w 748 H).
> - Al-Bulqini (w 805 H).[3]
>
> Mengenai iblis dan Fir'aun masuk surga seperti yang dicantumkan oleh Ibnu
> Arabi dalam kitabnya, Fushush Al-Hikam, itu jelas sangat bertentangan 
> dengan
> ayat Al-Qur'an. Iblis dan pengikut-pengikutnya dimasukkan dalam neraka,
> ditegaskan dalam ayat:
> "Dan berkatalah setan, tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan,
> 'Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku 
> pun
> telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyelisihinya. Sekali-kali tidak 
> ada
> kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu, lalu 
> kamu
> mematuhi seruanku. Oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi
> cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu, dan kamu
> pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan
> perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.' Sesungguhnya
> orang-orang yang zhalim itu mendapat siksaan yang pedih." (Ibrahim: 22)
>
> Setan di sini adalah iblis menurut ijma' para mufassirin salaf (tiga
> generasi awal: sahabat, tabi'in, dan tabi'it tabi'in). Arti wamaa antum
> bimushrikhi adalah kamu tidak dapat membebaskanku dan menyelamatkanku. Itu
> artinya iblis adalah bersama mereka di neraka.
>
> Dalam Mukhtashar Tafsir At-Thabari, juz 1, hlm. 430-431,  dijelaskan:
> Dan iblis berkata ketika telah selesai perkara (hisab), maka ahli surga
> dimasukkan ke surga dan ahli neraka dimasukkan ke neraka:
> "Allah telah menjanjikan kepada kalian janji untuk memasukkan neraka 
> kepada
> orang-orang kafir, maka Dia memenuhi janji-Nya, dan aku (iblis) telah
> menjanjikan pertolongan, lalu aku selisihi janjiku, dan tidak ada bagiku
> atas kalian alasan tetapnya kebenaran ucapanku, tetapi aku telah mengajak
> kalian untuk bermaksiat kepada Allah, lalu kalian kabulkan ajakanku, maka
> kalian jangan mencelaku atas pengabulan kalian terhadap (ajakan)ku, dan
> cercalah diri-diri kalian sendiri atasnya. Aku tidak bisa menolong dan
> menyelamatkan kalian dari adzab Allah, dan kalian tidak bisa juga 
> menolongku
> dari adzab-Nya. Sesungguhnya aku membantah terhadap kalian yang
> menyekutukanku dengan Allah di dunia."  (Ini --perkataan iblis-- khusus
> hanya berada pada sisi ketetapan ahli neraka di neraka, maka iblis berdiri
> khutbah di hadapan mereka --ahli neraka-- untuk menambahi kesedihan kepada
> mereka, dan ini adalah khutbah batao' yang iblis di dalam neraka itu
> mengumumkan kepada pengikut-pengikutnya hakekat perkara sebenarnya, dan ia
> membenarkan di dalam neraka itu bahwa ia dulu adalah penipu terhadap 
> mereka
> di dunia, --pidato iblis ini-- untuk menambah kesedihan dan kepedihan.).
> Sesungguhnya bagi orang-orang yang kafir terhadap Allah itu adzab yang
> sangat menyakitkan.
>
> Di situ iblis jelas masuk neraka dan tidak bisa menolong orang-orang yang
> telah ditipunya. Bagaimana akal bisa menerima paham Ibnu Arabi bahwa iblis
> masuk surga? Orang-orang yang ditipu saja jelas masuk neraka, apalagi yang
> menipunya. Kalau yang menipu justru masuk  surga, maka berarti menipu itu
> adalah ibadah. Itu adalah pemikiran Setan.
> Sedang keyakinan Ibnu Arabi dan kaum shufi bahwa Fir'aun masuk surga, 
> perlu
> dibantah pula dengan ayat. Karena, biar akar pemikiran Nurcholish yang
> menafsirkan ayat  pakai paham shufi itu  sekalian tuntas diketahui 
> salahnya.
>
> Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
> "Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari
> terjadinya Kiamat (dikatakan kepada malaikat): Masukkanlah Fir'aun dan
> kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras." (Al-Mukmin: 46)
>
> Demikianlah, betapa jauhnya penyelewengan pemahaman shufi sesat, tanpa
> menggubris ayat. Namun justru Nurcholish Madjid merujuk pemahaman shufi
> sesat itu dalam menjawab pertanyaan, hingga dia siarkan bahwa Iblis kelak
> akan masuk surga. Itulah kampanye model Iblis. (Dipetik dari buku Aliran 
> dan
> Paham Sesat di Indonesia, dalam bab Tulisan Nurcholish Madjid Berbahaya
> Merujuk ke Tasawuf Sesat, dengan sedikit modifikasi).
>




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke