http://www.riaupos.com/main/index.php?mib=berita.detail&id=2293
Jum'at, 06 Maret 2009 , 08:25:00 Tajuk Rencana Chavez dan Kebijakan Beras APA yang dilakukan oleh Presiden Bolivia, Hugo Chavez, yang memilih melakukan intervensi industri pemprosesan beras pada Sabtu (28/2) lalu, adalah sebuah langkah revolusioner yang dilakukannya untuk menyelamatkan rakyatnya dari tingginya harga beras. Dia menenggarai, kapitalisme pertanian telah memunculkan para spekulan sehingga harga beras dalam negri begitu tinggi. Chavez memerintahkan militer mengambil-alih tempat-tempat penggilingan padi, termasuk salah satunya adalah perusahaan raksasa milik Amerika Serikat (AS), Cargill. Juga beberapa perusahaan pangan besar di sana, di antaranya Empresas Polar, pabrik penggilingan beras terkemuka Corporacion Mary dan beberapa perusahaan lainnya. Chavez menuduh, perusahaan-perusahaan besar tersebut bersekongkol untuk mengendalikan harga beras yang tinggi, dan menolak menjual beras dengan harga yang sudah dipatok pemerintah. Chavez juga mengancam, jika perusahaan-perusahaan tersebut mogok, maka Garda Nasional yang dipimpinnya akan mengambil-alih. Menurut Chavez, apa yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pangan tersebut merupakan bentuk dari persekongkolan liberalisme ekonomi yang didalangi AS yang ingin menekan dirinya dan membuat rakyat Venezuela kelaparan karena harga-harga yang tinggi. Maka, satu-satunya jalan adalah menguasai mereka dan menetapkan standar harga yang terjangkau oleh rakyatnya. Bukan rahasia, Chavez adalah penentang liberalisasi dan kapitalisme yang dipelopori AS. Dia pernah mengecam terang-terangan presiden AS sebelumnya, Georghe W Bush diberbagai forum internasional. Bahkan dia juga pernah menuduh AS mendalangi upaya pembunuhan atas dirinya yang dilakukan oleh dinas inteljen AS, CIA. Demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Venezuela sebelum referendum yang kemudian dimenangkannya, disinyalir, menurutnya, juga didalangi oleh AS. Keberanian Chavez ini, paling tidak, menjadi inspirasi banyak negara yang selama ini juga menentang AS seperti Iran, Libya dan beberapa negara lainnya. Persoalan beras yang dialami Bolivia, sebenarnya juga sedang terjadi di Indonesia. Meski pemerintah selalu mengatakan saat ini kita swasembada beras, tetapi harga beras di pasar tetap tinggi. Saat ini, untuk beras kualitas menengah, harga berkisar antara Rp7-8 ribu, sementara beras kualitas tinggi harganya di atas itu. Untuk beras kualitas rendah pun, harganya di atas 5 ribu. Tingginya harga bahan makanan paling pokok ini membuat masyarakat kelas bawah semakin tertekan. Sebagai contoh, ketika harga getah masih tinggi berkisar antara 10-12 ribu di tingkat petani, dan harga sawit di atas seribu, harga tersebut masih bisa terjangkau. Tetapi kini, ketika harga getah hanya mencapai 3-4 ribu rupiah dan harga sawit di bawah seribu rupiah, bagaimana petani mengakali kehidupan mereka? Bagaimana mereka menyisihkan uang untuk kebutuhan sehari-hari, membayar sekolah anak-anak mereka yang kini juga sangat mahal? Itu baru mereka yang masih memiliki pendapatan tetap di sektor perkebunan. Bagaimana dengan mereka yang tak memiliki pekerjaan tetap? Kebijakan beras yang dilakukan oleh Chavez adalah sebuah bukti bahwa pemerintah bisa berperan besar untuk menentukan harga yang diinginkan dan terjangkau oleh rakyat, paling miskin sekalipun. Meskipun kebijakan itu ditentang oleh negara-negara liberal karena dianggap intervensi berlebihan dan bertentangan dengan sistem pasar bebas, namun demi melindungi rakyatnya, Chavez tetap pasang badan. Di Indonesia, apakah hal seperti ini bisa dilakukan oleh para pemimpin kita untuk menghindari rakyat dari kelaparan? Mungkin ini tak penting bagi kalangan menengah ke atas, tetapi bagi rakyat kebanyakan, hal nyata seperti ini adalah tindakan kepahlawanan.*** [Non-text portions of this message have been removed]