Apa Manfaat RUU APP?
  
Oleh Benny Susetyo
   
  RUU Anti-Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) dinilai berlebihan jika hanya 
ditujukan untuk menyelamatkan generasi muda dari kemaksiatan. Apakah adanya UU 
tentang pornografi dan pornoaksi, menjamin masyarakat tidak lagi berbuat
maksiat. Di balik itu RUU ini merupakan bentuk intervensi yang sangat kuat dari 
negara atas warganya.
   
  Negara terlalu dalam mencampuri urusan warganya hingga ke perilaku tubuh. 
Belumlah direfleksikan secara mendasar bahwa intervensi negara yang begitu 
besar dalam mengatur tubuh manusia merupakan pelanggaran asasi. Dasar pemikiran
lahirnya undang-undang ini harus dicermati.
   
  RUU ini, terlalu mengatur hal-hal yang terkait dengan kehidupan pribadi 
manusia. Pornografi harus dibedakan dari erotika. Erotika sesuatu yang mengarah 
pada orang tertentu, termasuk bagian-bagian tubuhnya. Pornografi tidak 
demikian. Disitu seksualitas diisolasikan dan dimutlakkan.
   
  Tidak mengherankan kalau pornografi sering merupakan masalah yang hampir 
eksklusif bagi laki-laki. Terdapat masalah gender di sini, di mana perempuan 
direndahkan, yaitu sebagai objek nafsu seksual laki-laki.
   
  Perampasan Hak Privat
  
Tidak terlalu ada kaitan langsung antara keresahan sebagian masyarakat akan 
meningkatnya kejahatan asusila dewasa ini dan maraknya tayangan pornografi dan 
pornoaksi di media yang sangat mudah dijangkau. Yang tidak dipertanyakan dalam
konteks ini adalah peran negara yang melemah dalam melindungi warganya.
   
  Respon pemerintah justru memberikan solusi yang tidak tepat, yaitu terbitnya 
RUU APP. Berbagai kelemahan mendasar dalam RUU ini yang tidak dipikirkan adalah 
perampasan hak privat oleh pemerintah melalui RUU itu. Hak mengembangkan seni
budaya demi meningkatkan kualitas hidup masyarakat sebagaimana diatur dalam 
Pasal 28 huruf C ayat (1) UUD'45 telah dipasung oleh RUU ini.
  
Kemerdekaan berpikir yang merupakan hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 
28 huruf I ayat (1) dibatasi pemerintah dengan prinsip-prinsip penilaian yang 
subjektif terhadap hasil buah pikir warganya. Identitas budaya dan hak 
masyarakat tradisional yang dilindungi negara melalui Pasal 28 huruf I ayat (3) 
UUD'45 akan dicabut oleh RUU ini dan digantikan dengan tindakan 
mengkriminalisasikan secara legalistik oleh pemerintah.
   
  Definisi yang tidak jelas akan mengaburkan batas antara pornografi dengan 
erotika dan kecabulan. Ini adalah ekspresi paling eksesif dari kekerasan atau 
eksploitasi terhadap seksualitas sebagai barang komoditi oleh negara. Definisi
unsur publikasi sebagai syarat pornografi berimplikasi pornografi yang tidak 
dipublikasikan bukan termasuk pornografi dalam RUU ini.
   
  Jika RUU ini direalisasikan, kriminalisasi terhadap korban akan menjadi-jadi, 
tanpa melihat konteks sosial ekonomi di mana perempuan dan anak rentan terjerat 
menjadi objek pornografi.
   
  Ada UU
  
Sayang RUU ini tidak membahas pornografi sebagai isu kekerasan terhadap 
perempuan. Barang-barang yang disebut berbau pornografi sangat terbatas 
maknanya ditambah lagi batasan tentang pornografi tidak jelas. Karya seni pun 
harus
dibatasi, dan hanya bisa disaksikan pada ruang yang sangat terbatas. Cukup 
kelihatan dari Pasal 1 sampai Pasal 90 RUU ini umumnya bertentangan dengan 
dasar hukum pembentukannya, yaitu Pasal 28 huruf F UUD '45.
  
Sebetulnya sudah ada UU yang mengatur mengenai pornografi dan pornoaksi. Karena 
itu RUU ini tidak diperlukan. Jika pornografi muncul di media, pemerintah bisa 
menggunakan UU No 40/1999 tentang Pers atau juga UU No 32/2002 tentang
Penyiaran. Itu sudah lebih dari cukup untuk mengatur publikasi seksualitas yang 
vulgar. Dengan demikian tidak memerlukan UU khusus yang berdampak fatal bagi 
kebebasan ekspresi warga. Jika terdapat pornografi di sinetron/film, kita bisa 
menggunakan UU No 8/1992 tentang Perfilman.
   
  Bahkan KUHP juga bisa digunakan. Pasal 281 KUHP mengenai kejahatan terhadap 
kesusilaan dan Pasal 282 KUHP menyebutkan larangan menyebarkan sesuatu yang
membangkitkan birahi remaja. Mengenai pornoaksi dan pornografi ataupun 
kejahatan kesusilaan, sebenarnya telah relatif rinci diatur dalam KUHP. Paling 
tidak ada 24 pasal dalam RUU KUHP, mulai dari Pasal 411 hingga Pasal 435 di 
bawah Bab XV
tentang Tindak Pidana Kesusilaan, mengatur hal tersebut.
  
Jauh lebih penting penegakan hukum ditingkatkan. Untuk itu dibutuhkan peradilan 
bebas dari mafia. Dalam konteks ini konsentrasi lebih ditujukan kepada cara 
mengefektifkan kerja lembaga yang sudah ada seperti, Badan Sensor Film, Komisi
Pemantau Penyiaran Indonesia, atau Dewan Pers Nasional.
   
  Penulis adalah budayawan

  Sinar Harapan



Click:

http://www.mediacare.biz

or

http://mediacare.blogspot.com

or 

http://indonesiana.multiply.com

Mailing List: http://www.yahoogroups.com/group/mediacare/join
                
---------------------------------
Yahoo! Mail
Bring photos to life! New PhotoMail  makes sharing a breeze. 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke