Refleksi :  Apakah ada sesuatu yang telah teruji pada sang syeh dan oleh karena 
itu namanya Syeh Puji ataukah karena namanya Pujiono?

http://www.kaltimpost.web.id/index.php?mib=berita.detail&id=17092

      Minggu, 08 Maret 2009 , 07:53:00


      Diperiksa 13 Jam, Syeh Puji Drop

       


       
      DROP: Syekh Puji didampingi istri tuanya.(jpnn) 

SEMARANG -  Polwiltabes Semarang akan melanjutkan pemeriksaan terhadap H 
Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji pada Rabu (12/3) mendatang. Sebab 
pemeriksaan yang berlangsung 13 jam pada Jumat (6/3) pagi hingga malam terpaksa 
dihentikan, lantaran jawaban yang disampaikan dinilai penyidik berbelit-belit. 

Kasat Reskrim Polwiltabes Semarang AKBP Roy Hardi Siahaan mengungkapkan, pria 
kaya-raya yang tinggal di Desa Jambu, Kecamatan Bedono, Kabupaten Semarang, 
Jateng, itu tidak kooperatif selama penyidikan. Jawaban yang disampaikan kerap 
berubah-ubah saat penyidik membacakan ulang jawaban yang telah disampaikan.

Menurut Roy, dalam proses pemeriksaan kemarin, sebanyak 32 pertanyaan 
dilontarkan kepada pemilik Ponpes Miftahul Jannah tersebut.

Roy mengungkapkan, materi pertanyaan masih seputar proses terjadinya pernikahan 
secara siri Syekh Puji dengan Lutviana Ulfa, bocah 12 tahun. 

"Jawaban yang ia (Syekh Puji, Red) berikan berbelit-belit. Ini kurang 
memuluskan jalannya pemeriksaan. Tadi (Jumat malam, Red) sebenarnya mau 
dituntaskan tapi kondisi fisiknya (Syekh Puji) tidak memungkinkan. Jadi 
pemeriksaan dihentikan," ujarnya.

Karena itu, masih menurut Roy, pemeriksaan Syekh Puji akan dilanjutkan Rabu 
(12/3) mendatang. 

"Pemeriksaan masih belum tuntas. Kami masih banyak pertanyaan yang akan 
diajukan kepada yang bersangkutan," tambahnya.

Penundaan pemeriksaan, lanjut Roy, juga atas permintaan Syekh Puji yang kondisi 
kesehatannya drop. 

"Pemeriksaan kita lanjutkan Rabu (12/3) sekira pukul 09.00 seperti yang 
disepakati oleh yang bersangkutan. Pemeriksaan nantinya masih terkait UU 
Perlindungan Anak dan KUHP," ujarnya.

Seperti diketahui, Puji diperiksa lantaran menikah siri dengan Lutviana Ulfa. 
Pernikahan Puji-Ulfa dianggap polisi menyalahi UU 1 Tahun 1974 tentang 
Perkawinan, dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

DUKUNG POLISI

Terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung langkah 
kepolisian memproses Syekh Puji. Alasannya, jika kasus tersebut tidak 
ditangani, mengakibatkan dampak buruk bagi bocah perempuan pada umumnya.

"Saya lihat langkah polisi ini sudah sesuai instrumen hukum seperti KUHP, UU 
Perkawinan, serta UU Perlindungan Anak," kata anggota Komnas HAM Johny Nelson 
Simanjuntak usai seminar bertema Golput: Antara Haram dan HAM di ruang 
Serbaguna DPRD Jateng, Sabtu (7/3).

Dia menambahkan, di dalam KUHP dijelaskan bahwa pernikahan tanpa ikatan yang 
sah dapat dipidanakan karena termasuk tindakan kriminalitas. Sementara di dalam 
UU Perkawinan dijelaskan, usia perkawinan minimum usia 16 tahun untuk 
perempuan. 

Sebelumnya, Komnas HAM juga pernah membuat pernyataan pernikahan Syekh Puji 
dengan Lutviana Ulfa harus ditinjau ulang.

"Alasan kawin siri yang dibenarkan oleh agama ini masih dapat diperdebatkan. 
Terlebih karena kawin sirinya dengan anak yang berusia di bawah batasan yang 
disayaratkan UU Pernikahan," paparnya.

Dia juga meminta agar Syekh Puji dimintai pertanggungjawaban secara pidana. 
Soal hukumannya tidak harus langsung dipenjarakan. Namun dianggap perkawinan 
itu suatu tindakan yang bisa merugikan kepentingan anak di Indonesia pada masa 
depan.

Dia menerangkan, menikah memang merupakan hak asasi manusia. Namun dalam kasus 
Syekh Puji, pernikahan tidak dapat diterima secara umum. Soal pendapat tentang 
Ulfa yang tidak merasa dirugikan, dia menganggap sebagai pendapat pribadi. 
Artinya, tak berelevansi dengan hukum yang diberlakukan pada masyarakat 
Indonesia.

Ketua MUI Jateng KH Ahmad Daroji yang juga menjadi pembicara dalam seminar itu 
menjelaskan, pernikahan tersebut diindikasikan tidak hanya soal nikah siri, 
namun juga menikahi anak di bawah umur. 

"Pelanggarannya menyangkut hak seorang anak. Saya khawatir jangan-jangan ada 
pelanggaran lainnya seperti pemaksaan contohnya," tandasnya.(ric/isk/jpnn)
 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke