RIAU POS
      Senin, 24 Desember 2007 

      Ibu Penentu Kualitas Bangsa  

     
      Setiap 22 Desember kita merayakan Hari Ibu dalam upaya mengapresiasikan 
penghargaan terhadap peran ibu dalam banyak hal. Peran ibu memang sangat besar 
terhadap kualitas bangsa. Status ibu sangat mulia sehingga disebutkan bahwa 
surga di bawah telapak kaki ibu, ibu adalah tiang agama dan negara, rusak 
perempuan (baca ibu) rusak juga negara. 

      Saat ini kualitas Indonesia dibanding negara-negara lain cukup 
memprihatinkan. Berdasarkan laporan UNDP, Human Development Index (HDI) 
Indonesia pada 2006, menempati peringkat 106 dari 173 negara yang diteliti. 
Bahkan rangking Indonesia jauh di bawah negara ASEAN lainnya. Padahal pada 
1995, Indonesia berada pada rangking ke-104. Ibu mempunyai andil yang amat 
besar dalam meningkatkan kualitas Indonesia yang saat ini masih terpuruk. 
Terdapat tiga masa penting dalam kehidupan manusia yang ternyata menjadi 
penentu kualitas hidup manusia selanjutnya yaitu masa janin, masa menyusui 0-2 
tahun dan masa anak berumur 4-6 tahun. Peran ibu sangat dominan dan menentukan 
pada masa penting tersebut.

      Kehamilan merupakan masa awal yang penting dan menentukan selanjutnya. 
Kualitas janin yang dilahirkan sangat ditentukan kualitas kehamilan yang 
dijalankan ibu selama kehamilan. Sesayang apapun sang ayah pada janin namun 
hanya ibulah yang mempunyai hubungan langsung dengan janin karena secara 
biologis anak dikandung selama 9 bulan di rahim ibu dan setelah dilahirkan akan 
disusui dan diasuh oleh ibu. Melalui Ibulah anak mendapatkan nutrisi untuk 
kehidupannya, untuk pembentukan otaknya, untuk menumbuhkan seluruh organ 
tubuhnya. Bahkan melalui komunikasi ibu dan janin yang berkualitas selama 
kehamilan akan menstimulasi kecerdasan intelektual, emosi dan spiritual anak. 
Selama sembilan bulan ibu tak terpisahkan dari janinnya. Setiap helaan 
nafasnya, setiap suara yang diucapkannya, setiap pangan yang dikonsumsinya akan 
lansung diterima janin dalam kandungan. 

      Kecerdasan erat kaitannya dengan tumbuh kembang otak. Berbeda dengan pola 
pertumbuhan organ tubuh lainnya, pola pertumbuhan otak menunjukkan sebagian 
besar pertumbuhannya terjadi selama masa janin.Terdapat dua titik utama dalam 
pertumbuhan otak. Pertama, sekitar masa kehamilan 32 minggu, kedua sekitar anak 
berumur 15 bulan. Gizi yang cukup selama kehamilan akan menghasilkan bayi 
dengan berat otak dan jumlah sel otak yang optimal. Pada saat lahir 2/3 jumlah 
sel otak telah terbentuk tapi berat otak baru mencapai sepertiganya. Hal ini 
memberikan indikasi bahwa sebagian besar pembelahan sel otak terjadi pada saat 
janin dalam kandungan dan sebagian besar proses pembesaran masing-masing sel 
otak dilakukan setelah lahir. 

      Kekurangan gizi pada saat janin dalam kandungan beresiko mengalami 
ketidakmampuan belajar yang akan terus berlansung seumur hidupnya, tidak peduli 
apapun yang dilakukan kemudian untuk memperbaiki kekurangan gizi tersebur 
karena saat janin terjadi pembelahan sel otak. Dalam kandungan, sel-sel otak 
janin bertambah banyak dengan kecepatan sekitar 250 ribu sel setiap menit dan 
bila ibu hamil kekurangan gizi, jumlah sel otak anak yang dilahirkannya bisa 
separuh saja dari yang dimiliki anak sehat. Itulah sebabnya mengapa masa janin 
disebut masa kritis yang menetukan karena saat ini merupakan fase pesat 
tumbuh-kembang, pada saat ini terjadi pembelahan sekaligus pembesaran sel otak.

      Michael-Crawford, seorang profesor asal skotlandia yang telah meneliti 
lebih dari sepuluh tahun tentang pengaruh nutrisi pada pertumbuhan otak bayi 
dan janin menyatakan: "Setiap kali kami menemukan bayi dengan Berat Badan Lahir 
Rendah (BBLR), lingkar kepala kecil dan intelegensi rendah, kami pasti 
menemukan ibunya mengalami kekurangan sejumlah besar zat gizi, sebelum dan 
selama kehamilan. Janin cukup umur, bukan prematur, yang BBLR mengindikasikan 
kehamilan yang kurang berkualitas. Menurut Depkes, janin dikategorikan BBLR 
jika berat lahirnya di bawah 2500 gram. Kasus BBLR masih cukup tinggi di 
Indonesia berkisar antara 7-16 persen selama periode 1986-1999. 

      Demikian juga dari studi terserak yang menunjukkan angka BBLR antara 
10-16 persen. Jika proporsi ibu hamil yang akan melahirkan bayi adalah 2,5 
persen dari total penduduk, maka setiap tahun diperkirakan 355.000 sampai 
710.000 dari 5 juta bayi lahir dengan kondisi BBLR. Kejadian BBLR ini erat 
kaitannya dengan gizi kurang pada ibu sebelum dan selama kehamilan.

       Berbagai penelitian sudah membuktikan dampak negatif BBLR terhadap 
kualitas bayi selanjutnya. IQ anak BBLR pada usia 6-8 tahun lebih rendah 
sekitar 10 point dibandingkan anak seusianya dengan berat lahir normal dan juga 
menunjukan kemampuan dasar yang rendah dalam membaca huruf dan berhitung bahkan 
juga ditemukan anak BBLR dapat menderita gangguan neurologik seperti 
hiperaktif. Pertumbuhan bayi BBLR lebih lambat dibanding bayi normal sehingga 
anak tumbuh menjadi lebih kurus dan lebih pendek. Tidak hanya berdampak pada 
kecerdasan dan hambatan pertumbuhan, ternyata bayi BBLR juga mempunyai respon 
imunitas yang sangat rendah sehingga bayi BBLR lebih rentan sakit. Dampak yang 
serius dapat berkesinambungan sampai usia dewasa. Penyakit kronik degeneratif 
seperti diabetes dan jantung koroner pada usia dewasa ternyata telah diprogram 
sejak janin dalam kandungan dan hasil penelitian Barker (1996) menemukan 
ternyata bayi BBLR mempunyai resiko 2-18 kali lebih besar dibanding bayi lahir 
dengan berat normal.

      Kecerdasan, penyakit dan gangguan fisik manusia setelah lahir, yang 
merupakan bagian dari kualitas SDM ternyata telah diprogram sejak janin. Ibu 
yang berkualitas yang didukung dengan suami dan keluarga yang penuh kasih, 
program pemerintah yang peduli pada ibu hamil serta lingkungan yang sehat akan 
menghasilkan bayi yang berkualitas yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan 
kualitas SDM dan daerah secara makro. Peringatan hari ibu sesungguhnya adalah 
memuliakan ibu dan pada saat yang sama para ibu juga mengintrospeksi diri 
tentang amanah yang harus dijalankan sebagai seorang ibu. Masa depan bangsa 
ini, di tangan ibu.***


      Dr Hj Netti Herawati MSi, 
      dosen Teknologi Hasil Pertanian Faperta Unri. 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke