KOMPAS Senin, 23 Oktober 2006 Idul Fitri, Kemenangan (untuk Siapa?)
Abd A'la Idul Fitri kembali tiba. Seperti sebelumnya, para khatib shalat id biasanya berkhotbah. Isinya, umat Islam yang telah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh adalah termasuk yang kembali ke fitrah, terlahir kembali dalam keadaan suci. Mereka adalah hamba-hamba Tuhan yang memperoleh kemenangan. >newarea 1< Dalam konteks Indonesia kini, pertanyaan menggugat di balik khotbah >yang sudah mentradisi itu adalah kebenaran ungkapan terkait fenomena kehidupan >yang kini menggejala kuat. Fitrah adalah kesucian sikap dan perilaku yang lahir dari pengembangan ketakwaan. Intinya, kemampuan seseorang untuk konsisten ada dalam moralitas luhur yang berdimensi individual dan sosial. Dalam realitas, kondisi semacam itu masih jauh panggang dari api. Di berbagai daerah, krisis kehidupan terus mendera masyarakat, sebagian besar akibat degradasi moral dan ulah kejahatan mereka. Sebagai contoh, di Jambi beberapa waktu lalu, asap tebal menaburkan polusi udara hingga ke negara tetangga. Di Sidoarjo, lumpur panas belum tertangani tuntas, dan gizi buruk melanda anak balita kita yang justru banyak didapati di Jakarta. Belum lagi kasus-kasus hukum seperti pembunuhan Munir yang kian gelap. Kasus-kasus semacam ini-jujur saja-salah satu penyebabnya muncul dari kekurangpedulian kita terhadap sesama dan lingkungan hingga derajat tertentu akibat keserakahan dan sikap kita yang mau enak dan menang sendiri. Konkretnya, keberagamaan yang kita jalani-khususnya dalam pelaksanaan puasa dan Idul Fitri-belum mampu menjadikan diri kita manusia yang benar-benar "beragama" yang mampu mengubah menjadi fitri. Tidak ada perubahan Melihat kenyataan itu, perubahan signifikan dalam diri, mulai puasa hingga Idul Fitri, tampaknya belum terjadi. Ibadah puasa-seperti Idul Fitri-lebih menunjukkan nuansa ritual formalistik, bahkan telah berkembang menjadi kegiatan mentradisi yang kurang menukik ke makna substantif di balik kegiatan itu. Sebagian (besar) umat Islam Indonesia agaknya terpaku pada kesemarakan ibadah. Aktivitas ritual yang terkait puasa terkesan terbingkai dalam nuansa pesta. Begitu pula shalat malam tarawih, bernuansa pesta, malam nuzulul Quran sebagai ajang yang berbau pesta, Idul Fitri juga sebagai hari berpesta. Bahkan, tak cukup dengan semua itu, mereka menutup rangkaian ibadah dengan pesta besar dalam bentuk lain, halalbihalal. Mungkin tidak berlebihan jika kita menyebut semua aktivitas itu sebagai sesuatu yang kental dengan warna pesta karena berbagai dimensinya mewujudkan diri dalam makna dan hakikat pesta. Dalam persiapan dan pelaksanaan kegiatan itu, polanya ditekankan pada hal-hal yang penuh gaung, penampilannya terkesan branded dalam pengertian luas, dan prosesnya benar-benar seremonial semata. Sejalan dengan itu, sebagian Muslim Indonesia hanya memikirkan hal-hal besar dan bersifat struktural. Mereka melupakan persoalan-persoalan kecil yang sejatinya menjadi persoalan keseharian umat, dari pemiskinan yang terus berlangsung di sekitarnya hingga kekerasan dalam berbagai bentuk (kultural, struktural, dan langsung) yang sejatinya berakar dari diri sendiri. Ada anggapan, melalui kerja besar, persoalan-persoalan yang kecil pasti hilang sendiri. Mereka belum menyadari, agenda besar masih bersifat bangunan besar yang belum ada isinya selain angan-angan. Dari individual ke sosial Akibatnya, dari tahun ke tahun puasa dan Idul Fitri datang silih berganti, tetapi kondisi umat secara khusus dan bangsa secara keseluruhan belum mengarah pada perbaikan substantif berarti. Realitas buram semacam itu senyatanya perlu menjadi perhatian umat Islam Indonesia. Jangan sampai umat Islam terperangkap ke dalam buaian keberhasilan puasa formal yang bersifat fisik semata, tidak menjadikannya sebagai puncak kemenangan yang hanya diakhiri dengan aktivitas semacam pesta. Untuk itu, sebuah terobosan yang sama sekali tidak baru perlu dilakukan. Puasa-sebagaimana sering kita dengar-adalah ibadah yang amat individual yang hanya pelaku dan Tuhan semata yang mengetahui kesungguhan dia dalam melakukannya. Pada sisi ini, pelaku puasa perlu menjadikannya sebagai sesuatu yang bermakna bagi kehidupan masing-masing ke depan. Melalui puasa, kita perlu membuat program perbaikan kehidupan setahap demi setahap menuju pencapaian ketakwaan hakiki. Artinya, setahun ke depan pascapuasa kali ini, mereka harus meniscayakan adanya perubahan ke arah perbaikan satu poin meningkat dari sebelumnya. Tahun berikut, dikembangkan menjadi dua poin, demikian seterusnya. Sejalan dengan itu, setiap umat Islam perlu melakukan pengamatan dalam bentuk refleksi diri yang berkesinambungan mengenai keberhasilan atau kegagalan proses yang mereka jalani dengan penuh ketulusan dan kejujuran. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau sebaliknya, umat Islam membuat indikator yang jelas dan akurat dalam dimensi individual dan sosial. Konsistensi penegakan moralitas luhur dari kejujuran yang bersifat individual hingga pengembangan sikap yang mencerminkan keadilan dan kesetaraan yang bersifat sosial mutlak dijadikan entitas menyatu dalam indikator keberhasilan. Semua itu bukan sesuatu yang besar dan sulit dilakukan. Yang diperlukan adalah kesungguhan. Kita jadikan Idul Fitri sebagai awal menuju transformasi sikap dan perilaku, bukan sekadar puncak kemenangan yang menjadi akhir proses. Abd A'la Alumnus Pesantren Anuqayah Sumenep; Anggota National Board pada International Center for Islam and Pluralism (ICIP) Jakarta [Non-text portions of this message have been removed] ======================= Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/