http://www.suarapembaruan.com/News/2007/03/22/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY Penderita TB di Indonesia Terbesar Ketiga Dunia [JAKARTA] Data Departemen Kesehatan (Depkes) Indonesia menunjukkan, penderita tuberkulosis (TB) di negara ini menempati urutan ketiga terbesar di dunia setelah Tiongkok dan India. Secara nasional penderita TB mencapai 107 per 100.000 penduduk. Tetapi tiap wilayah sangat beragam, di mana untuk Yogyakarta/Bali, prevalensi mencapai 64 per 100.000 penduduk, Jawa 107 per 100.000 penduduk, Sumatera 160 per 100.000 penduduk, dan Kawasan Timur Indonesia 210 per 100.000 penduduk. Hal itu dikemukakan Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari di Jakarta, Rabu (21/3) dalam rangka peringatan hari TB sedunia. Puncak peringatan hari TB sedunia akan digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (24/3) dengan tema "TB Anywhere is TB everywhere". Menkes mengakui, harus ada terobosan dalam penyelesaian masalah tuberkolosis (TB) -meski secara nasional Indonesia sudah mencapai target yang ditetapkan WHO. Angka temuan kasus TB (case detection rate/ CDR) telah mencapai 70 persen di tahun 2006 dan angka keberhasilan pengobatan (succes rate/ SR) mencapai 89,7 persen. Sampai Kiamat Target yang ditetapkan WHO, yaitu CDR mencapai 70 persen dan SR mencapai 85 persen. Persoalannya, kalau angka itu tidak ditingkatkan. TB tetap akan menjadi masalah. "Bagaimana mungkin kita bisa menyelesaikan masalah TB kalau 30 persen masih terinfeksi? Mereka bisa tetap menyebarkan penyakit dan sampai kiamat TB tidak akan tuntas di Indonesia," kata Menkes. Dijelaskan Fadilah, banyak strategi yang dilakukan dalam pemberantasan TB sebenarnya sudah ketinggalan zaman. Seperti metode yang digunakan untuk mendeteksi seseorang positif atau tidak dengan menggunakan metode bakteri tahan asam (BTA) yang sudah berusia 100 tahun. Menurut Menkes, metode itu sudah 100 tahun usianya dan sensitifitasnya dalam mendeteksi hanya 60 persen. Seharusnya kata dia, Indonesia sudah meninggalkan cara BTA tersebut, tetapi sampai sekarang WHO masih merekomendasikan cara itu. ''Selain itu, saat ini CDR yang ada di Indonesia masih bersifat pasif. Artinya orang terdeteksi TB, karena datang dengan inisiatifnya sendiri ke Puskesmas. Ke depan kita harus melakukan deteksi kasus secara aktif. Petugas turun langsung ke masyarakat untuk menemukan kasus TB," katanya. Medical Officer TB WHO Firdosi Mehta menjelaskan, sampai saat ini penggunaan BTA dinilai WHO masih merupakan metode yang efektif dalam mendeteksi TB. Selain itu, BTA sangat mudah, sehingga pelaksanaan BTA dapat di lakukan di tingkat yang paling bawah, seperti puskesmas. Saat ini memang WHO mencari metode lain yang lebih efektif dan cepat serta bisa dilaksanakan di lapisan paling bawah. Tetapi, paling cepat metode baru bisa dilakukan pada tahun 2010. Dia menjelaskan bahwa persoalan TB di Indonesia masih menghadapi persoalan pada masalah pemerataan pemahaman antarwilayah. Di wilayah seperti Jawa dan Bali, masyarakat sudah sangat memahami TB sehingga prevalensi berhasil ditekan. [A-22] Last modified: 22/3/07 [Non-text portions of this message have been removed]