Salam
  
  http://hidayatullah.com/content/view/3088/60/
  
          Pornografi dan Pencemaran Bhineka Tunggal Ika?               Rabu, 03 Mei 2006 - 10:19:25 WIB       
  Oleh: Nasrulloh Afandi


Gejolak pro-kontra terhadap RUU APP terus memanas, bahkan seolah-olah menjadi bagian berita wajib bagi bangsa Indonesia saat ini.

Marak diekspos oleh berbagai media massa, pada hari Sabtu (22/04/2006), ada karnaval di Jakarta untuk menolak RUU APP. Uniknya, acara tersebut, dikemas dengan pawai budaya berslogan "Selamatkan Bhineka Tunggal Ika". Sekilas sungguh meyakinkan!

Hebohnya! Astaghfirulloh al-Adzim, acara yang katanya untuk ''menyelamatkan Bhineka Tunggal Ika'' itu, disertai pamer payu dara oleh sebagian para waria murahan. Meskipun panitianya berkilah atas adanya skandal  tersebut (detiknews.com,22/04/2006).

Selain detik.com yang rada sedikit “jujur”, mayoritas (dimaksud tidak semua), media massa nasional kita menutup kebodohan “atraksi pamer payu dara'' dalam pawai itu.

Sehingga mampu menyulap opini publik, bahwa acara tersebut adalah murni gerakan moral berdasarkan aspirasi rakyat mayoritas, meskipun sebenarnya hanya dimotori oleh sebagian golongan kecil. Apalagi dikemas dengan memanfaatkan “bingkai” slogan: "Selamatkan Bhineka Tunggal Ika".

Pemelesetan Demokrasi

Demokrasi, adalah kalimat paling ngetrend, yang dilontarkan oleh antek-antek para penganut pornografis. Maupun mereka yang sebatas ingin "mendekat" kepada elit-elit pornoaksi, tentu dengan iming-iming bisa meraup kepentingan sempitnya. Dan dengan slogan "Selamatkan Bhineka Tunggal Ika" itu, seolah-olah adalah "jurus maut" bagi komunitas mereka.

Memang, sesuai opini Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat ke-16, eksisitensi demokrasi adalah: “Democracy is government of the people, by the people and for the people”. (Pidato, Gettysburg, 1863).  Atau singkatnya: “Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk Rakyat”.

Al-Quran pun mengakui kebinekaan atau keragaman manusia. Sebagaimana firman Allah SWT: ”Sesungguhnya usaha kamu(wahai manusia) amat beragam”(QS. al-Lail, ayat :4). Tepatnya, menurut Dr. Quraish Shihab, dalam bukunya ”Wawasan al-Quran” (Mizan, 2001, h. 254). Keragaman dimaksud di situ, adalah sikap-sikap manusia.
       
Jadi, setiap warga negara punya hak yang sama tanpa diskriminasi. Dan tidak mungkin diseragamkan.

Tetapi, dengan adanya salah satu contoh kecil, kasus pamer payudara dalam demonstrasi (katanya menyelamatkan Bhineka Tunggal Ika), dan maraknya pamer aurat badan di berbagai tempat umum itu, komunitas terpelajar pasti balik bertanya:

“Begitukah cara kebebasan berekspresi menghidupkan Bhineka Tungal Ika? Dengan asas demokrasi? Yang bising didengung-dengungkan, utamanya dimotori oleh  elite-elite liberalis, dengan berbagai kepentingan sempitnya?“

Sedangkan acara itu, nyata-nyata diprakarsai oleh komunitas "si ratu penjual pantat" Inul Daratista itu?.

Dan komunitas terpelajar pun pastilah tau jawabannya: “Bahwa hal itu, adalah jelas upaya ‘politik komersial’. Sekaligus dengan segala cara mendekati berbagai media massa, untuk “menghias” berbagai kepentingan golongan kecil mereka itu”.

Muaranya, terjadinya pencemaran terhadap eksistensi demokrasi. Dengan dalih katanya menghidupkan kebebasan ekspresi untuk “kelangsungan budaya bangsa”. Sejatinya, para artis berjuang untuk kebebasan kemaksiatan, demi memuluskan langkah-langkah pribadinya untuk meraih bongkahan-bongkahan materi dengan harapan tetap bisa bebas untuk memamerkan aurat badannya di berbagai media massa itu.

Dari aspek legitimasi unsur demokrasi pun, yakni “The aspiration of the people” (aspirasi masyarakat), hal itu juga kurang berarti. Mengingat jelas para demonstran itu, hanya dari komunitas porno(isme). Yang dimotori oleh  ‘si Inul’ cs itu. Dan meskipun, ada orang-orang yang bukan artis ikut nimbrung, itu hanya pengecualian saja.

Sedangkan rakyat yang mendukung untuk segera disyahkannya RUU APP, jauh lebih banyak jumlahnya!

Inilah hakikat ulah para “teroris pembajak Bhineka Tunggal Ika” dengan kepentingan-kepentingan sempitnya, mereka memelesetkan eksistensi demokrasi. Sungguh memprihatinkan!

Sekedar untuk diingat. Islam pun, juga mengakui human rights (hak asasi manusia). Syariat Islam tidak egoistis atau diskriminatif.

Tetapi, perspektif sosiologi Islam. Mayoritas kitab-kitab ilmu akhlak menyatakan. “Bahwa dalam kehidupan, manusia harus memperhatikan terhadap   hak asasi secara vertikal (kewajiban manusia dengan Allah SWT). Juga hak asasi secara horisontal (kewajiban dengan sesama manusia)”.

Tepatnya, konteks akhlak, dalam adab al-Mua’syaroh (etika bermasyarakat), harus memperhatikan terhadap  nilai-nilai susila yang ada di sekitarnya.

Jadi, jelaslah. Dalam geliat demokratis pun. Bukan berarti seenak sahwatnya sendiri, setiap manusia bisa mengekspresikan kebebasan dengan memamerkan pornoaksi di hadapan publik, sikap yang sangat identik dengan hewani itu.

Sesuai dengan Firman Allah SWT: “Setiap umat(masyarakat) di antara kamu, Kami(Allah) berikan aturan dan jalan yang terang(QS. al-Mai’dah: 48).

Politisasi Kultural

Demonstrasi itu, kiranya adalah kali pertama gerakan tergolong besar untuk menolak RUU APP dengan “mengendarai” reklame Bhineka Tunggal Ika. Selain gerakan “para pengecer” reklame Bhineka Tunggal Ika yang jauh sebelumnya sudah sering melakukan hal demikian, yang tentu dengan komunitas “eceran” atau kecil belaka.

Ketika menjalankan pawai dengan memanfaatkan rekalame Bhineka Tunggal Ika itu, mereka bisa memakai aneka pakaian adat atau daerah dengan sedikit menutupi aurat badan. Dan memang tidak heran, karena para artis pintar berdandan dengan jenis pakaian apapun, bukan?

Namun, bukankah masyarakatpun sudah sangat paham, bagaimana gaya para penjual aurat badan (artis) itu, ketika berada di atas panggung atau medan syuting atas tuntutan sang sutradara yang tidak bisa dibantahnya, menyuruh mereka memamerkan anggauta badan?

Dan kalaulah terus berdalih faktor keragaman budaya, bukankah negeri kita ini katanya ingin berperadaban? Dan bukankah kebudayaan itu juga layak dicampakkan bila nyata-nyata bertentangan dengan moral dan susila kemanusiaan? Apalagi jika bertentangan dengan syariat Ilahi!?

Umpamanya saja, haruskah memelihara budaya animisme/dinamisme seperti mengagungkan batu, atau menyembah api itu dilestarikan? Atau budaya orang-orang primitif, sang ayah meniduri anak perempuanya? Atau keluar rumah dengan telanjang, tanpa sehelai pakaian seperti pada zaman purbakala? Tentu tidak! Bukan?

Di konteks lain, kalau pornoaksi terus dibiarkan melekat dalam kehidupan bangsa kita. Pastilah suatu saat nanti komunitas penganut pornografis pun akan berdalih :

“Bahwa pornoaksi di muka umum adalah telah menjadi bagian budaya bangsa Indonesia, karenanya harus dipelihara”.

Para penganut pornografis berdalih,  “Sebagaimana bebasnya fenomena-fenomena pornoaksi (di muka publik) yang menggurita di negara-negara Eropa itu“. Sungguh naïf!

Padahal, bukankah, RUU APP yang sedang digodog oleh Pansus DPR RI, itu juga jelas-jelas banyak pasal-pasal pengecualian, dalam berbagai momen, budaya, atau konteks tertentu?

Kenapa Menolak?

Sebagaimana marak diekspose oleh berbagai media massa. Pawai itu dihadiri oleh budayawan, seniman, waria, tukang jamu. Inul Dara Tista tak terkecuali, Dawam Raharjo yang sering memproklamirkan diri katanya “cendikiawan Muslim” itu.

Di atas panggung yang dibuatnya, para peserta pawai itu, mereka bersorak-sorak, bahwa: “Kami menolak pornografi. Tapi kami juga menolak diterapkannya UU APP”. (Kompas, 23/4/2006). Sungguh menggelikan!

Hemat saya, hal itu sama dengan orang yang berteriak: “Di lingkungan kami banyak maling berkeliaran, dan ‘perusahaan tempat kami bekerja’ ingin aman dari maling. Tetapi kami menolak bila dipasang pagar pengaman”.

Kenapa demikian? Hemat saya, karena sejatinya, mereka itulah “para maling“ yang ingin leluasa mengambil barang-barang ‘di tempat kerjanya’ (dalam konteks ini, memamerkan aurat badan di berbagai media massa).

Karena kalau sudah ada “pagar pengaman” (baca : UU APP), tentu mereka (“para maling”) tidak lagi leluasa “mencuri” dan akan mudah ditangkap oleh polisi.

Logis, dan sangat jelas akar permasalahannya, bukan? Sebab utama para artis dengan menggandeng tokoh-tokoh liberalis, mereka menggelar karnaval untuk menolak RUU APP itu.

Bagaimanapun, inti persoalannya, ketika banyak “maling berkeliaran”, maka orang-orang terpelajar pasti menganggap sangat perlu dan tepat dipasangnya “pagar pengaman” (UU APP).

Tak mau ketinggalan, Dawam Rahardjo pun berorasi dalam aksi tersebut (Kompas, 23/4/2006),  hal itu juga “prestasi besar” untuk turut meruntuhkan tatanan moralitas  manusia (yang sesuai syariat Illahi).

Ya. Telah lama Dawam “kebelet” memproklamirkan diri katanya “cendikiawan Muslim”. Persisnya, setelah dikuburnya Nurcholish Madjid, Dawam sangat berambisi menduduki kursi kosong Cak Nur.

Orang-orang seperti Dawam Rahardjo dan “saudara-saudaranya“ dengan berbagai jaringan penyelewengan pemikirannya itu, akan selalu mencari peluang demi hanya untuk meraih sekelumit “popularitas dengan berbagai iming-imingnya“. Dengan keterbatasan pengetahuannya membabi buta memporak-porandakan orisinilitas syariat Illahi, estafet mengkampanyekan liberalisme Islam. “Naudzu Billah Mindzalik“.

Wajah Bangsa Kita

Dr.  Alexis Carrel,  dalam bukunya  “Man The Unknown (1935)”, Ia beropini: “Bahwa dunia telah dilanda dekadensi moral“. Sangat wajar kiranya, bila bangsa Indonesia dinominasikan bagian dari wilayah yang dimaksud oleh ilmuwan kenamaan asal Perancis itu.

Dengan fakta, pesatnya dekadensi akhlak al-hasanah (terpuji) dan terus meningkatnya frekuensi akhlak as-sayiah (tercaci), dari “akar bumi“ sampai “atap langit“ bangsa kita. Fenomenanya; mengguritanya pornoaksi, merajalelanya korupsi, kronisnya narkotika liar, dan lain-lainnya. Utamanya oleh Associated Press (AP) Indonesia dinobatkan sebagai negeri pornografis dengan “ranking“ ke-2 setelah Rusia.

Hal itu, adalah jelas “prestasi” yang cukup “meludahi wajah” bangsa kita, sebagai bangsa yang berpenduduk Muslim mayoritas. Sungguh memprihatinkan!

Akankah kondisi tersebut dibiarkan. Hanya demi untuk memutar balikkan kalimat demokrasi? Atau katanya pemeliharan budaya? Dengan slogan kosong dan mempolitisasi simbol “Bhineka Tunggal Ika“? Yang sejatinya demi mempertahankan kepentingan sempit segolongan kecil manusia. Tentu tidak! Bukan?

Karenanya, diterapkannya UU APP, jelas merupakan upaya efektif untuk meminimalisir kebobrokan moralitas bangsa kita. Sehingga, dengan mengikis lingkup pornografis itu, secara estafet akan mampu membangun bangsa ini sudut-persudut. Menuju totalitas sebagai bangsa yang berperadaban sesuai kehidupan manusiawi.

Dan bukankah peringatan dari Allah SWT kian gencarnya melanda? Bencana alam/wabah penyakit terus estafet menghunjam bangsa kita? Sunami dan wabah flu burung menelan korban jutaan jiwa manusia dan milyaran harta. Serta kini jutaan jiwa dan milyaran harta masyarakat Djogjakarta dan sekitarnya berada di bawah ancaman letusan gunung Merapi?

Belum cukupkah, fenomena-fenomena tersebut sebagai pengingat kepada kita?

Ya. Perspektif agama. Itu semua adalah peringatan dari Allah SWT akibat  menggunungnya dosa-dosa manusia, utamanya hal-hal yang berkaitan dengan merajalelanya sendi-sendi skandal zina, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah SAW : “Bahwa maraknya zina adalah penyebab terjadinya malapetaka“(HR. Ahmad).

Realitas sangat kronisnya pornografi/aksi menjangkit bangsa kita ini. Jelas, inilah penyebab utama bencana/wabah yang mendera bangsa kita ini. 

Akhirnya. Dengan penuh kesadaran dan keikhlasan hati, sangat tepat kita sama-sama mengungkapkan: “Astaghfirullah al-Adzim“!!!

Wa-Allohu A’lamu bi ash-Showab.



                 
---------------------------------
Yahoo! Mail goes everywhere you do.  Get it on your phone.

[Non-text portions of this message have been removed]



Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment ....




SPONSORED LINKS
Women Islam Muslimah


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke