Bahkan di antara mereka ada yang tetap dalam keyakinannya, bahwa hukum-hukum 
Islam tidak perlu dilembagakan dalam negara,yang penting subtansinya. Anehnya, 
pemahaman seperti ini juga menjadi keyakinan
sebagian tokoh-tokoh agama Islam.
=======================================
RESPOND SAYA; Bismilahirahmanirrahiim.

Mengenai sistem pemeritintahan apakah Secular atau Syariat Islam?

Untuk menjawab Issue bentuk sistem Pemerintahan mari kita buka Al Quran sebagai 
rujukan kita,bukan hadits2 Palsu rekayasa ulama2 Arab yang haus dengan 
kekeusaan utk memerintah selama hidupnya seperti Saudi,iran. Sistem Saudi dan 
Iran sama dgn  sistem diktator Komunis,dimana kemerdekaan beragama dan 
berkeyakinan di haramkan.

Hanya satu agama atau keyakinan saja yg berhak beraktivitas.Inilah sistem 
agama(baik islam maupun Kristen) yang berlaku diskriminasi kpd agama2 
lain2nya.ALLAH mengharamkan perbuatan diskriminasi itu.

ALLAH berfirma dlm Al Quran;

Bismilahirrahmanirrahiim.
Hai orang-orang yang beriman, (1) taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), 
dan(2) ulil amri di antara kamu. QS 4:59.

1. Taatilah ALLAH dan Rasul sama dgn mentaati Al Quran.

2. Taatilah Ulil Amri yaitu mentaati peraturan2 pemerintah yg Plural

(sebab masarakat itu tidak satu agama dan budaya saja, tapi bermacam amcama 
agama dan keyakinan.Sebab itu sistem pemerintahan harus netral dan berlaku adil 
kpd semua warganya tanpa pilih bulu.)

Kalau terjadi sistem pemerintahan agama Kristen, yahudi di Indonesia atau 
Amerika, maka pemerintahan Krsiten atu yahudi akan berlaku diskriminasi kpd 
golongan2 umat Islam, budha, dan komunis.Benar bukan?
karena pemerintahan Krsiten berangap bahwa agama Islam dan Yahudi adalah agama 
sesat..Pemerintah wajib melarangnya agar anak2 mereka tidak terpengaruh. 

itulah bahayanya kalau sistem pemerintahan bercorak agama.
Sebaliknya kalau pemerimntahan Syariat islam,maka golongan2 agama lain akan 
diperlakukan diskriminasi dan diharamkan beraktifitas yang sama dgn umat Islam.

Jadi Perintah mendirikan negara agama itu tidak ada, hanya diberitakan oleh 
Hadits2 Palsu, bukan dari ALLAH atau Al Quran dan Bible.

Tapi setiap umat beragama wajib mentaati perintah2 agama masing2 sebagai orang2 
yg patuh kpd ALLAH.

PEMERINTAHAN YG DI PERINTAH OLEH ALLAH BUKAN PEMERINTAHAN AGAMA , TAPI 
PEMERINTAHAN DIMANA AGAMA2 DAN PEMERINTAHAN TERPISAH.

Semoga bermafaat dan dapat meluruskan aqidah kita selama ini.


salam







--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Yudi Yuliyadi" <y...@...> wrote:
>
>  
> 
> Ramadhan: Saatnya Mengubur Sekularisme dan Menegakkan Syariah Islam Secara 
> Total 
> 
> [Al Islam 518] Ramadhan memang belum tiba. Namun, kita tinggal menghitung 
> hari menyambut kedatangan bulan suci di tahun 1431 H ini. 
> 
> Ramadhan adalah bulan agung. Kedatangannya perlu disambut dengan penuh 
> kegembiraan dan penghormatan yang agung pula. Apalagi kedatangan Ramadhan 
> cuma setahun sekali. Keagungan Ramadhan diisyaratkan oleh sejumlah nash 
> al-Quran maupun as-Sunnah, baik secara langsung maupun tak langsung; di 
> antaranya saat Allah SWT menegaskan bahwa pada bulan Ramadhanlah al-Quran 
> Mulia diturunkan (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 185). Karena itu, kaum Muslim 
> menyebut Ramadhan sebagai ‘bulan al-Quran’ (syahr al-Qur’an); selain 
> karena di bulan inilah kaum Muslim lebih banyak lagi membaca al-Quran 
> dibandingkan dengan di bulan-bulan lain. 
> 
> Selain itu, di bulan Ramadhan pula terdapat suatu malam yang lebih baik dari 
> seribu bulan, yakni Lailatul Qadar (QS al-Qadar [97]: 1), yang banyak 
> dirindukan oleh kaum Muslim. Karena itu, kaum Muslim pun menyebut Ramadhan 
> sebagai ‘bulan keberkahan’ (syahr[un] mubarak); selain karena di bulan 
> ini pula Allah SWT melimpahkan pahala yang berlipat ganda hingga ratusan kali 
> lipat untuk setiap amal salih dibandingkan dengan di bulan-bulan lain. 
> Rasulullah saw. pun bersabda: 
> 
> قَدÙ' جَاءَكُمÙ' رَمَضَانَ شَهÙ'رٌ 
> مَبَارَكٌ اِفÙ'تَرَضَ اللهُ عَلَيÙ'كُمÙ' 
> صِيَامَهُ تُفÙ'تَحُ فِيÙ'هَ أَبÙ'وَابُ 
> الجَنÙ`َةِ وَ تُغÙ'لَقُ فِيÙ'هِ أَبÙ'وَابُ 
> الجَحِيÙ'مِ وَ تُغَلÙ`ُ فِيÙ'هِ 
> الشÙ`َيَاطِيÙ'نُ فِيÙ'هِ لَيÙ'لَةٌ خَيÙ'رُ 
> مِنÙ' أَلÙ'فِ شَهÙ'رٍ 
> 
> Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan keberkahan. Allah telah mewajibkan 
> kalian shaum di dalamnya. Di bulan itu pintu-pintu surga di buka, pintu-pintu 
> neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Di bulan itu pula terdapat suatu 
> malam yang lebih baik dari seribu bulan (HR an-Nasa’i dan al-Baihaqi). 
> 
> Karena itu, layaknya kedatangan ‘tamu agung’, seorang Muslim yang cerdas 
> tentu akan melakukan persiapan yang optimal-dengan mempersiapkan bekal iman, 
> ilmu maupun amal shalih-dalam menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan ini. 
> Tentu amat mengherankan jika kedatangan sesuatu yang agung hanya disambut 
> dengan persiapan yang alakadarnya, dengan sambutan yang juga biasa-biasa 
> saja, tanpa ekspresi kegembiraan sama sekali. 
> 
> Dengan persiapan iman, ilmu dan amal shalih, saat Ramadhan tiba setiap Muslim 
> tentu akan siap untuk mengisi hari-hari Ramadhan dengan ragam amal shalih: 
> shaum, qiyamul lail, tadarus al-Quran, bersedekah, mendatangi kajian-kajian 
> keilmuan, meningkatkan aktivitas dakwah dan melakukan banyak amal shalih 
> lainnya. Semua itu dilakukan tentu dalam rangka semakin mendekatkan diri 
> (taqarrub) kepada Allah SWT. 
> 
> Hakikat Taqarrub illa Allah 
> 
> Di dalam sebuah hadis qudsi, Baginda Rasulullah saw. pernah bersabda, bahwa 
> Allah SWT telah berfirman: 
> 
> وَمَا تَقَرÙ`َبَ إِلَيÙ`َ عَبÙ'دِيÙ' 
> بِشَيÙ'ءٍ أَحَبÙ`ُ إِلَيÙ`َ مِمÙ`َا 
> افÙ'تَرَضÙ'تُ عَلَيÙ'هِ ، وَ لاَ يَزاَلُ 
> عَبÙ'دِيÙ' يَتَقَرÙ`َبُ إِلَيÙ`َ 
> بِالنÙ`َوَافِلِ حَتÙ`َى أُحِبÙ`َهُ 
> 
> Tidaklah hamba-Ku ber-taqarrub kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih aku sukai 
> daripada menunaikan kewajiban yang telah Aku perintahkan kepadanya. Hamba-Ku 
> selalu ber-taqarrub kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku 
> mencintainya (HR al-Bukhari). 
> 
> Berdasarkan hadis qudsi ini, hal yang paling utama yang bisa mendatangkan 
> cinta Allah SWT bagi seorang Muslim adalah melakukan semua kewajiban, 
> termasuk di dalamnya meninggalkan semua keharaman; kemudian dibarengi dengan 
> bersungguh-sungguh mengerjakan banyak amalan sunnah serta meninggalkan 
> hal-hal yang makruh dan subhat (Ibn Rajab al-Hanbali, I/25). 
> 
> Menurut Abdur Ra’uf al-Minawi, yang dimaksud kewajiban dalam hadis di atas 
> mencakup fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah (Abdur Ra’uf al-Minawi, 
> I/515). 
> 
> Di antara kewajiban terpenting sekaligus terbesar atas kaum Muslim adalah 
> menegakkan hukum-hukum Allah SWT (syariah Islam) dalam seluruh aspek 
> kehidupan; baik dalam tataran individual, sosial maupun negara. Alasannya 
> jelas, sebagaimana menurut al-Minawi di atas, kewajiban dalam Islam ada dua. 
> Pertama: fardhu ‘ain (kewajiban individual) seperti shalat, shaum, haji, 
> menuntut ilmu, melakukan amar makruf nahi mungkar, dll. Kedua: fardhu kifayah 
> (kewajiban kolektif), seperti membentuk jamaah yang beraktivitas mendakwahkan 
> Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar serta mendirikan Khilafah 
> (membaiat seorang khalifah) yang akan menegakkan syariah Islam secara formal 
> dalam negara serta untuk menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia 
> dengan dakwah dan jihad. 
> 
> Namun sayang, bukan hanya di bulan Ramadhan, di bulan-bulan lain pun, 
> kebanyakan kaum Muslim hanya ber-taqarrub dengan menunaikan 
> kewajiban-kewajiban individualnya saja plus beberapa perkara sunnah. Adapun 
> fardhu kifayahnya mereka tinggalkan. Buktinya, saat ini jauh lebih banyak 
> kaum Muslim yang tak peduli terhadap tidak diterapkannya syariah Islam dalam 
> sebagian besar aspek kehidupan mereka dibandingkan dengan mereka yang peduli 
> dan mau berjuang untuk menegakkannya. Padahal, hanya dengan melaksanakan 
> semua kewajiban (baik fardhu ‘ain maupun fardu kifayah)-tentu dengan 
> meninggalkan semua keharaman-itulah setiap Muslim benar-benar bisa dikatakan 
> sebagai orang bertakwa, sebagai ‘buah’ dari puasa yang dia lakukan selama 
> bulan Ramadhan. 
> 
> Hakikat Takwa 
> 
> Ibadah puasa di bulan Ramadhan ini, sebagai salah satu bentuk aktivitas 
> taqarrub kepada Allah SWT, pada akhirnya memang diharapkan dapat mewujudkan 
> ketakwaaan pada diri setiap Muslim: 
> 
> يٰأَيÙ`ُهَا الÙ`َذينَ ءامَنوا كُتِبَ 
> عَلَيكُمُ الصÙ`ِيامُ كَما كُتِبَ عَلَى 
> الÙ`َذينَ مِن قَبلِكُم لَعَلÙ`َكُم 
> تَتÙ`َقونَ 
> 
> Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana 
> puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian 
> bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 183). 
> 
> Menurut al-Jazairi, frasa “agar kalian bertakwa” bermakna: agar dengan 
> shaum itu Allah SWT mempersiapkan kalian untuk bisa menjalankan semua 
> perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya (Al-Jazairi, I/80). 
> 
> Saatnya Mengubur Sekularisme 
> 
> Jika ‘buah’ dari puasa adalah takwa, tentu idealnya kaum Muslim menjadi 
> orang-orang yang taat kepada Allah SWT tidak hanya di bulan Ramadhan saja; 
> juga tidak hanya dalam tataran ritual dan individual semata. Ketakwaan kaum 
> Muslim sejatinya terlihat juga di luar bulan Ramadhan sepanjang tahun, juga 
> dalam seluruh tataran kehidupan mereka. 
> 
> Sayang, faktanya yang terjadi malah sebaliknya. Pertama: Setelah Ramadhan, 
> kaum Muslim-yang sebelumnya berusaha ber-taqarrub kepada Allah SWT untuk 
> meraih takwa dengan puasa dan seluruh amal shalih yang mereka lakukan-justru 
> kembali jauh dari Allah SWT dan kembali melakukan ragam kemaksiatan 
> kepada-Nya. Banyak wanita Muslimah yang kembali memamerkan auratnya, padahal 
> saat Ramadhan mereka menutupnya rapat-rapat. Banyak masjid kembali sepi, 
> padahal saat Ramadhan ramai dikunjungi. Acara-acara di televisi kembali 
> menampilkan acara-acara berbau pornografi/pornoaksi, padahal selama Ramadhan 
> mereka menyiarkan acara-acara religi. Banyak tempat-tempat maksiat dibuka 
> kembali, padahal selama Ramadhan ditutup. Penguasa dan banyak pejabat kembali 
> melakukan korupsi dan mengkhianati rakyat, padahal selama Ramadhan mungkin 
> mereka berusaha berhenti dari perbuatan-perbuatan tercela tersebut. Bagi 
> orang-orang semacam ini, tentu puasa tak ada artinya. Inilah yang diisyarakat 
> Baginda Nabi saw.: 
> 
> كَمÙ' مِنÙ' صَائِمٍ لَيÙ'سَ لَهُ مِنÙ' 
> صِيَامِهِ إِلÙ`َا الÙ'جُوعُ 
> 
> Betapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apapun selain rasa laparnya 
> saja (HR Ahmad). 
> 
> Kedua: Setelah Ramadhan, sekularisme (pengabaian agama [syariah Islam] dari 
> kehidupan) tetap mendominasi kehidupan kaum Muslim. Setelah Ramadhan, tak ada 
> dorongan dari kebanyakan kaum Muslim, khususnya para penguasanya, untuk 
> bersegera menegakkan hukum-hukum Allah SWT secara formal dalam segala aspek 
> kehidupan melalui institusi negara. Bahkan di antara mereka ada yang tetap 
> dalam keyakinannya, bahwa hukum-hukum Islam tidak perlu dilembagakan dalam 
> negara, yang penting subtansinya. Anehnya, pemahaman seperti ini juga menjadi 
> keyakinan sebagian tokoh-tokoh agama Islam. Keyakinan semacam ini hanya 
> menunjukkan satu hal: mereka seolah ridha dengan hukum-hukum sekular yang ada 
> (yang nyata-nyata kufur) dan seperti keberatan jika hukum-hukum Islam 
> diterapkan secara total oleh negara dalam seluruh aspek kehidupan mereka. 
> Padahal Abu Abdillah Jabir bin Abdillah al-Anshari ra. telah menuturkan 
> riwayat sebagai berikut: 
> 
> أنÙ`َ رجلاً سَأَلَ رَسُوÙ'لَ اللهِ صَلÙ`َى 
> اللهُ عَلَيÙ'هِ وَسَلÙ`َمَ، فَقَالَ: 
> “أَرَأَيÙ'تَ إِذَا صَلÙ`َيÙ'تُ 
> الÙ'مَكÙ'تُوÙ'بَاتِ، وَصُمÙ'تُ رَمَضَانَ، 
> وَأَحÙ'لَلÙ'تُ الÙ'حَلاَلَ، وَحَرÙ`َمÙ'تُ 
> الÙ'حَرَامَ، ولَم أَزِدÙ' عَلَى ذَلِكَ 
> شيئاً، أَدÙ'خَلُ الجَنÙ`َةَ؟ قَالَ: 
> نَعَمÙ'” 
> 
> Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Bagaimana pendapat 
> engkau jika saya telah menunaikan shalat-shalat wajib, melakukan shaum 
> Ramadhan, menghalalkan yang halal dan meninggalkan yang haram, sementara saya 
> tidak menambah selain itu; apakah saya masuk surga?” Rasul saw. menjawab, 
> “Benar.” (HR Muslim). 
> 
> Berdasarkan hadis ini, meninggalkan keharaman adalah syarat untuk bisa masuk 
> surga. Di antara keharaman yang wajib ditinggalkan tentu saja adalah berhukum 
> dengan hukum-hukum kufur. Apalagi Allah SWT tegas menyatakan bahwa siapapun 
> yang berhukum dengan selain hukum Allah SWT bisa bertatus kafir, zalim atau 
> fasik (Lihat: QS al-Maidah [5]: 44, 45, 47). 
> 
> Karena itu, agar kita tidak termasuk golongan orang-orang kafir, zalim atau 
> fasik maka tentu kita harus segera menegakkan semua hukum-hukum Allah SWT 
> melalui institusi negara. Sebab, hanya melalui institusi negaralah 
> hukum-hukum Islam dalam seluruh aspek kehidupan manusia-dalam bidang ekonomi, 
> politik, pemerintahan, pendidikan, peradilan, keamanan, dll-dapat benar-benar 
> ditegakkan. 
> 
> Karena itu pula, hendaknya seluruh kaum Muslim, khususnya di negeri ini, 
> menjadikan Ramadhan kali ini sebagai momentum untuk segera mengubur 
> sekularisme, kemudian menggantinya dengan menerapkan syariah Islam secara 
> total dalam seluruh aspek kehidupan melalui institusi negara, yakni Khilafah 
> ar-Rasyidah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah. Itulah wujud ketakwaan sejati. Itulah 
> pula yang menunjukkan bahwa kita benar-benar sukses menjalani puasa sepanjang 
> bulan Ramadhan. Wallahu a’lam bi ash-shawab. [] 
> 
>  
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke