Bung Ardian,
nice artikel,
ijin saya forward ke milis lain

Terima kasih

Abu Abdurrahman Al Ghazy

----- Original Message ----- 
From: ardian kimiawan 
Subject: [Pojokan Pabrik] Rokokku oh fatwamu


  


Entah kenapa sore itu si Panjul teman saya bawaannya manyun terus. “Masak 
Muhamadiyah juga ikutan bilang rokok itu haram !” Katanya sengit.



Ooo itu masalahnya, tentu sebagai perokok, Panjul adalah “korban hidup” dari 
keputusan oleh lembaga fatwa Muhammadiyah, yang menyatakan merokok adalah 
haram. Jadi logika dia, merokok sekarang sama dengan makan babi, atau minum bir.



“Emang yg bikin fatwa, gak mikir berapa rakyat yang jadi korban dari keputusan 
ini. Petani tembakau, buruh pabrik rokok, penjual rokok, biro iklan, bahkan 
sampai liga sepakbola nasional.” Cetusnya berapi-api.



Begitu dia mulai diam, saya coba menyela. “Kan rokok menimbulkan kanker !”

“Kenapa kelapa dan kambing nggak diharamkan juga ?” sanggahnya

“Lho kok  ?”

“kan santan dari kelapa, bisa menimbulkan kolesterol, lalu stroke. Daging 
kambing bisa bikin darah tinggi, lalu stoke. Sama-sama berbahaya kan…harus 
konsisten dong !”



Saya semakin terpojok dengan kalimat Panjul yang makin lama makin kritis.



“Gua orang awam nih, ga bisa jawab pertanyaan lu yg benar benar bikin pale 
botak. Tapi gua ajak loe pake pendekatan manfaat dan mudharat. Bayangkan uang 
Rp 10 ribu yang kamu pakai untuk beli rokok se pack perhari, dalam sebulan bisa 
terkumpul 300 ribu, atau 3.6 juta pertahun.”



“Loe bisa liburan sekeluarga ke puncak, menyewa villa yang indah, makan di 
restoran mewah, bersenang senang dengan anak istri. Atau loe pake menginap di 
hotel mewah bintang lima di pusat kota Jakarta, 2x dalam setahun, termasuk 
malam tahun baru. Sesuatu yg loe anggap, itu hanya untuk orang kaya”



“Dengan uang 3.6 juta, loe bisa beli 3 ekor kambing untuk berkurban. Loe bisa 
sumbangkan beras sebesar 800 kg, kepanti-asuhan, loe bisa belikan semen 72 sak 
untuk pembangunan masjid. Apa itu tidak lebih bermanfaat buat akhirat loe”



“Dengan uang 3.6 juta loe belikan rokok, apa kenikmatan yang loe terima, selain 
paru-paru yang makin kembang kempis, batuk batuk loe yang makin keras, apa loe 
terlihat lebih gagah di mata banyak orang. Bukankah jelas manfaatnya, bila loe 
belanjakan ke hal hal lain, daripada loe sibuk berdebat, menyalahkan 
Muhammadiyah, sambil tetap menghisap batang rokok.”



“Percuma juga gua ngomong sampai berbusa, tapi cobalah loe nongkrong di RSUD di 
bagian paru-paru. Loe dengerin suara batuk dari para perokok disana. Loe lihat 
bagaimana ekspresi kesakitan di wajah wajah mereka, loe dengar berat dan sesak 
saat mereka bernafas. Baru loe sadar bahwa loe berlaku zalim pada diri loe 
sendiri.”

Begitu melihat saya nyerocos gak habis habis, giliran Panjul terdiam. Asap 
rokok di mulutnya masih terus mengepul, walaupun tatapan matanya sudah tidak 
segalak tadi.



“Masalahnya kalaupun gua gak merokok, pasti uang segitu nggak terkumpul 
juga.Kepakai bayar arisan RT lah, bayar buku sekolah lah, pokoknya istri gua 
selalu menemukan ide kreatif untuk habiskan uang deh.”



Wah itu sudah masuk urusan dalam negeri, saya hanya bisa nyengir, sambil 
berlalu membiarkan Panjul bermain main dengan asap rokoknya.



Tambun 17 Maret 2010

Ditulis oleh : Damar kurung

Diinspirasi oleh : Fatwa rokok haram oleh Muhammadiyah




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke