Refleksi : Ini yang dibilang NKRI HARGA MATI. Rakyat miskin  kalau sakit  atau 
kekurangan gizi  seperti teken kontrak kematian karena tidak mendapat 
pertolongan selayaknya dari yang disebut negara.

http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009061905163054

      Jum'at, 19 Juni 2009 
     

      OPINI 
     
     
     

TAJUK: Gizi Buruk Menuntut Keseriusan Pemerintah 


      PENDERITA gizi buruk, Sukria, terpaksa dibawa pulang dari Rumah Sakit 
Umum Abdul Moeloek (RSUAM) sebelum masa pengobatannya tuntas, Rabu (18-6). 
Padahal, bocah berusia 9 tahun itu masih koma dan dokter tak mengizinkan 
keluarga membawanya pulang. Tapi, tak ada kekuatan yang bisa menghalangi orang 
tua Sukria.

      Sukria telah dirawat selama 21 hari di RSUAM. Menilik kompleksitas 
penyakitnya--selain gizi buruk bocah itu juga menderita meningitis 
tuberkolosis--dokter memperkirakan perlu perawatan 1--2 bulan. Tapi, orang tua 
Sukria beralasan memperpanjang perawatan buah hatinya berarti kesulitan ekonomi 
bakal kian mengimpit. Ia tak mampu lagi membayar rumah sakit, transportasi, dan 
akomodasi selama di Bandar Lampung.

      Kita tidak tahu kondisi Sukria di rumahnya. Bisa jadi ada "keajabiban". 
Tetapi, di rumah sakit yang tersedia dokter, peralatan medis, dan obat-obatan 
saja Sukria tak lekas membaik.

      Sukria hanya salah satu kisah sedih dari sekian banyak penderita gizi 
buruk di Provinsi Lampung. Sebelumnya seorang balita dari Panjang, Maulana, 
bahkan harus dijemput maut karena persoalan serupa.

      Di provinsi berpenduduk 7,3 juta ini sedikitnya terdapat 68 penderita 
serupa yang tercatat di Dinas Kesehatan Lampung. Data ini tentu belum valid 
belaka. Pertama, karena belum seluruh kabupaten/kota menyerahkan data terakhir. 
Kedua, boleh jadi lebih banyak penderita serupa yang tidak tercatat secara 
resmi.

      Gizi buruk adalah PR besar bagi pemerintah dan masyarakat Lampung. Sebab, 
dari tahun ke tahun kisah sedih ini selalu terulang dan belum ada tanda-tanda 
penurunan yang siginifikan. Padahal, provinsi ini tengah gencar melakukan 
perang terhadap kemiskinan.

      Yang lebih ironis, gizi buruk muncul di tengah penghargaan dalam bidang 
ketahanan pangan yang diraih enam kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Enam 
kabupaten/kota itu adalah Bandar Lampung, Lampung Timur, Lampung Barat, Metro, 
Tanggamus, dan Way Kanan. Mereka mendapat anugerah Program Peningkatan Produksi 
Beras Nasional (P2BN) yang diberikan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
8 Juni silam.

      Apa artinya itu semua? Benarkah penghargaan itu mencerminkan realitas 
yang sesungguhnya? Adakah itu itu hanya angka-angka di atas kertas? Jika benar, 
berarti ada distribusi pangan yang tidak merata. Ternyata prestasi itu tidak 
berdampak bagi masyarakat luas.

      Selain itu, dalam berbagai kesempatan kita mendengar pemerintah amat 
perpihak kepada rakyat dengan memberi rupa-rupa bantuan kepada si miskin. 
Tetapi, apa artinya itu semuanya?

      Sementara itu, dalam menghadapi gizi buruk Presiden telah pula 
menginstruksikan antara lain mengaktifkan lagi posyandu, pemeriksaan ibu hamil 
minimal empat kali selama kehamilan, dan berikan imunisasi lengkap. Selian itu, 
balita juga mesti ditimbang sebulan sekali, basmi jentik nyamuk dengan 3 M, 
jaga lingkungan tetap bersih, dan ikuti program Kelurga Berencana. Berjalankah 
ini semua?

      Dari sisi regulasi juga tak kurang jelasnya. Sesuai SK Menteri Kesehatan 
Nomor 1209/1998, setiap kasus gizi buruk diberlakukan sebagai dan masuk dalam 
kategori kejadian luar biasa (KLB). Sebagai KLB, pemerintah harus melakukan 
berbagai langkah yang luar biasa pula, bukan dengan cara-cara biasa.

      Dengan tubuh yang sehat saja tidak ada jaminan provinsi ini mempunyai 
sumber daya manusia yang tangguh; yang bisa menyumbangkan pikiran-pikiran 
terbaiknya bagi pembangunan Lampung. Apa jadinya dengan gizi buruk? Dengan 
penyakit ini kita bepotensi kehilangan satu generasi! Sekali lagi gizi buruk 
persoalan amat serius yang tidak boleh disikapi dengan biasa-biasa saja. Ini 
adalah PR besar bagi pemerintah Provinsi Lampung. Gubernur, para bupati/wali 
kota, camat, para dokter, dan masyarakat harus satu langkah menghadapi gizi 
buruk ini. Bukti komitmen itu akan kita lihat tahun depan: gizi buruk tak 
terjadi lagi!
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke