http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009030306130174

      Selasa, 3 Maret 2009 
     
      OPINI 
     
     
     
Waspadai Pemimpin 'Gelembung Sabun' 

      Toto Suparto

      Pengkaji Etika di Puskab Yogyakarta



      Hati-hati, menjelang pemilu legislatif maupun pilpres, sejumlah pemimpin 
"instan" atau pemimpin model "gelembung sabun" bermunculan. Lihatlah, banyak 
orang menganggap enteng untuk menjadi pemimpin. Beramai-ramailah mereka berebut 
jadi pemimpin lewat pilkada maupun caleg. Mereka menganggap menjadi pemimpin 
bisa serbacepat. Punya duit, maju pilkada atau caleg, jadilah pemimpin.

      Dalam benak mereka, menjadi pemimpin cukup meraih suara banyak yang 
sekaligus melegitimasi kepemimpinan mereka. Modal menjadi pemimpin cukup 
memasang baliho di perempatan jalan, keluar masuk kampung memperkenalkan diri, 
dan mencitrakan diri sebagai dermawan dengan melakukan "barter" paket sembako 
dan suara pemilih. Sungguh mereka beranggapan jadi pemimpin itu bisa serbacepat.

      Serbacepat, dan serbagampang ini menyerupai gelembung sabun yang cepat 
membesar, tetapi tak berisi. Gelembung itu membuat orang tertarik, sesungguhnya 
kosong melompong, hampa, dan semu.

      Pemimpin model gelembung sabun tentu jauh dari sosok beretika maupun 
berkarakter. Di sini yang dominan adalah pragmatisme politik. Jangan kaget jika 
dewasa ini pragmatisme politik bukan lagi gejala sesaat, tetapi sudah mengakar 
di kalangan elite politik.

      Pragmatisme politik diwarnai dimensi Machiavelli yang menolak relasi 
etika dan politik. Machiavelli menegaskan politik semata-mata strategi sebuah 
pertarungan memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Etika adalah pilihan yang 
sangat tidak strategis dalam politik harian. Etika menjadi berguna saat 
berfungsi sebagai pemanis sebuah tindak kekerasan politik.

      Sosok Ideal 

      Bagi kebanyakan tokoh pemimpin Indonesia, menjadi pemimpin itu ternyata 
bukan serbacepat, tetapi dilalui dengan gemblengan yang berliku.

      Mari becermin pada pemimpin Agus Salim. Ia yang dimakamkan di Taman Makam 
Pahlawan Kalibata, Jakarta, meninggalkan beberapa keteladanan. Di antara 
keteladanan itu yakni terdapat keteguhan memegang etika dan mempertahankan 
karakter. Sosok Haji Agus Salim acap kali digambarkan bahwa di balik tubuh 
kecil dengan janggut putih yang lebat itu terdapat berbagai kelebihan. Sebagai 
pemimpin, ia dikenal beretika dan berkarakter.

      Dikatakan beretika karena ia jelas-jelas memenangi pertarungan antara 
idealisme dan godaan kekuasaan. Memimpin, bagi Agus Salim, adalah menderita. 
Godaan kekuasaan setelah kemerdekaan ditepisnya semata-mata menjaga kepekaan 
terhadap penderitaan rakyat.

      Tujuan kemerdekaan adalah masyarakat adil dan makmur. Ia terus memelihara 
etika berpolitik, tanpa harus hanyut ke dalam permainan busuk. Ia menyaksikan 
kebusukan itu sembari mengingatkan, "Jika kebiasaan tuan-tuan berkubang dalam 
dosa dan dusta ini diteruskan, risikonya hanya satu: Indonesia akan gulung 
tikar."

      Kemudian dijuluki berkarakter, karena ia tegas dengan sikapnya. Semisal, 
ia justru yang pertama kali berpidato dalam bahasa Melayu/Indonesia pada sidang 
Dewan Rakyat (Volksraad) sehingga menggegerkan Belanda. Padahal ia menguasai 
beberapa bahasa asing, termasuk Belanda. Salim keluar dari dewan itu pada tahun 
1923 karena menganggap Volksraad sebagai "komedi omong".

      Berbudi Bawa Leksana

      Dalam filsafat modern, dipahami tiga nilai etik dasariah, yakni 
berkehendak baik, keadilan dan pengembangan diri. Bagi Paul Ricoueur, pakar 
hermeneutika Prancis, etika politik mengincar hidup baik bersama. Dari 
pendekatan filsafat, akan diketahui bahwa etika politik merupakan manajemen 
hidup bersama yang baik. Sebuah tata hidup yang mematangkan prinsip-prinsip 
kebebasan, keadilan, kesetaraan, dan solidaritas.

      Demi kebaikan bersama, seorang pemimpin beretika akan menyisihkan 
pragmatisme politik. Mereka semata-mata memperhatikan makna akuntabilitas, 
sebuah makna yang mengandung semangat "dari rakyat untuk rakyat", bahwa 
politikus yang accountable akan menyadari dirinya berasal dari rakyat, dan 
karena itu sewajarnya bila berkewajiban mengembalikan sesuatu yang diperolehnya 
itu kepada rakyat.

      Sosok Agus Salim bisa digambarkan dengan unen-unen yang berbunyi berbudi 
bawa leksana. Karakter berbudi bawa leksana ini diberikan kepada pemimpin yang 
setiap ucapannya dilaksanakan dengan penuh konsekuen dan tanggung jawab. Sikap 
berbudi bawa leksana akan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, karena 
pemimpinnya akan menjalankan semua peraturan dengan penuh dedikasi demi 
kemaslahatan rakyat. Pada akhirnya tentu berujung pada pemerintahan yang 
berwibawa dan bersih, kemudian masyarakat menemukan apa yang disebut sebagai 
tepa tuladha, yakni sosok yang bisa diteladani.

      Adakah sosok Agus Salim sekarang ini? Adakah tepa tuladha bagi 
masyarakat? Sayang memang jika sekarang ini sulit mencari jejak Agus Salim. 
Lihat saja penggalan hidup Agus Salim, saat ia menduduki posisi pejabat tinggi 
(menteri muda dan menteri) setelah Indonesia merdeka, tetapi hidupnya tak 
pernah berubah. Kata Prof. Schermerhorn dalam catatan hariannya, "Orang tua 
(Agus Salim) yang sangat pandai ini seorang jenius dalam bidang bahasa, mampu 
berbicara dan menulis dengan sempurna dalam paling sedikit sembilan bahasa. 
Mempunyai hanya satu kelemahan, yaitu selama hidupnya melarat."

      Bandingkan dengan politikus sekarang ini. Dugaan banyak orang bahwa 
berpolitik merupakan mata pencaharian kian mendekati kebenaran jika melihat 
fakta-fakta belakangan ini. Wajar jika menganggap gampang jadi pemimpin, walau 
hasilnya sekadar pemimpin model gelembung sabun itu.

      Tinggal kembali ke masyarakat. Akankah membiarkan calon pemimpin 
"gelembung sabun" meraih kursi kekuasaan? Suara rakyat adalah penentu, dan 
sudah barang tentu saatnya memberikan suara itu kepada calon-calon pemimpin 
yang mendekati idealitas. Memang sulit mencari sosok Agus Salim, tetapi 
setidaknya mendekati sosok itu sudah memberikan jaminan bagi kehidupan bangsa 
yang lebih baik.
     


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke