Catatan Sastra Seorang Awam: EPILOG CINTA, SANJAK-SANJAK CINTA KATHIRINA SUSANNA Lukisan Lika-liku Perjalanan Batin Seorang Penyair [Beberapa masalah masalah yang ingin kucatat setelah membaca puisi-puisi cinta Kathirina Susanna di atas adalah: [1]. Tema cinta; [2]. Produktivitas; [3]. Waktu penulisan sebagai indikator; [4]. Dilema: Penjara atau Dorongan?] [4]. Dilema: Penjara Atau Dorongan? Masalah yang cukup lama digumuli oleh Kathrina adalah masalah kehilangan kepercayaan kepada manusia. Tadinya ia mempercayai manusia tapi tiba-tiba yang dipercayainya itu melakukan pengkhianatan sehingga penyair merasa sangat jatuh. Penyair menghadapi kesulitan luar biasa untuk mengembalikan kepercayaannya pada manusia, terutama yang disebut cinta, dan perlakuan maskulinisme terhadap perempuan yang memandang perempuan tidak lebih dari obyek seperti yang berlaku pada periode seks pertama dalam sejarah gerakan feminisme. Kehilangan kepercayaan ini masih diidap oleh Kathi sampai pada Nopember 2005 seperti yang diucapkannya dalam puisi berikut: CINTA SAMPAI KEHUJUNG Apakah kamu percaya Ada cinta sampai ke hujung nyawa Apakah kamu percaya janji yang di ikat akan dikotakan Apakah kamu percaya sumpah setia akan di tunaikan Apakah kamu percaya madah cinta itu seindah yang di ucapkan Apakah kamu percaya cinta itu bererti kebahagian? Aku tidak percaya Kerana padaku Cinta itu satu pergorbanan Satu penderitaan Demi kebahagian orang lain Dan lebih dipertegaskan lagi oleh Khati dalam puisi-puisi berikut: BERKALI-KALIKU KATAKAN PADAMU Berkali-kali kukatakan padamu Jangan menaruh harapan padaku Kerana aku sendiri sudah tidak berharap lagi Cinta itu bakal membuahkan kebahagian! Berkali-kali kukatakan padamu Aku ingin bersendiri di dunia ini Kerana aku sering di sakiti Aku sudah tidak percaya lagi Ada insan yang bakal memberiku kebahagian Dan dapat memadamkan sejarah hitam itu. Aku tidak lagi mengharap Ada insan yang iklas menyayangiku Aku tidak lagi pernah terfikir Derita semalam adalah yang terakhir buatku Aku tidak lagi terasa Ada bahagia bakal menjelang Semua itu kosong! Kosong! Bukan aku menyalahkan takdir Atau percaya ini takdirku Namun sering saja terluka Membuatkan aku keras dan kaku Dingin membeku! Tiada bicara dapat menyejukkan rajukku Tiada madah dapat mencairkan dinding benciku Tiada pujukan yang dapat memadamkan Dendam di jiwaku! APA ADA PADA CINTA ITU! Cinta??? Arrgghhhh!!!! Apa ada pada ucapan cinta itu! Apa cinta telah buat padaku??? Cinta membuatkan aku jadi penentang! Cinta membuatkan aku jadi pendendam! Cinta telah membuatkan aku jadi pembenci! Cinta telah membuatkan aku jadi penakut! Cinta membuatkan aku jadi pembunuh bahagiaku! Pengalamannya menghadapi perlakuan terhadap perempuan dalam masyarakat maskulin yang ditopang oleh dogmatisme agama, pernah menyeret Kathi sampai pada kesimpulan bahwa hal demikian sudah menjadi takdir bentuk terselubung dari keputusasaan serta ketidakmampuan memecahkan masalah. Munafik pun akhirnya jadi kelanjutan jalan keluar dari dogmatisme berdarah ini [Lihat roman Nikolai Ostrovsky Bagaimana Baja Ditempat atau karya Nikolai Gogol The Death Soul]. Dogmatisme dan jiwa-jiwa mati [the death soul] agaknya memang erat bertautan. Berbeda dengan Kathirina, dalam hal ini , penyair dan cerpenis Kaltim, Harsanti, seperti yang diungkapnya dalam Petir [lihat kucerpen Bingkisan Petir, Jaring Penulis Kaltim & Matahari, Yogyakarta, 2005] gagah menantang maskulinisme dengan lesbianisme walau pun solusi ini lebih bersifat pemberontakan spontan daripada solusi nalar dan tidak memberikan jalan keluar hakiki. Tapi Harsanti berani memberontak menolak takdir, sedangkan Kathi sampai pada November 2005 masih menyerah pada takdir. Ini adalah dua sikap mental yang bertolakbelakang. Sikap Harsanti secara teoritis mendapatkan dukungan dari pendapat Mao Zedong yang mengatakan bahwa memberontak itu adil alias sah!. Pemberontakan yang dilancarkan Harsanti kukira jauh lebih berarti daripada seksisme yang berbau uang dan perdagangan sastra sekali pun dibungkus dengan sutera mengkilat jenderisme. Dari karya-karya sastra demikian, aku melihat paling tidak ada tiga arus dalam sastra ketika berhadapan dengan maskulinisme, yaitu pasrah, lari ke takdir, memberontak dan memperdagangkan diri pada uang. Dalam hal ini tentu saja aku lebih memilih pemberontakan Harsanti sebagai jalan keluar, `betapa pun masih bertaraf spontan. Hanya saja spontanisme ini masih punya peluang untuk berkembang jadi pemberontakan sadar dalam arti pemberontakan berdasarkan suatu wawasan seperti yang dilakukan misalnya oleh Simone de Beauvoir dengan The Second Sex nya atau Sade atau Colette. Pemberontakan bagiku lebih menjurus ke solusi hakiki daripada jalan takdir dan jalan seksisme dan di sinilah kukira, terletak perspektif jalan Harsanti dibandingkan dari yang lain-lain. Jalan inilah yang kunamakan solusi pemberontakan. Pemberontakan sastra. Pemberontakan republik sastra dan seni! Dengan watak kebebasan berpikirnya serta sifat avant-gardistnya, kukira sastra-seni pada dasarnya memang punya ciri pemberontakan yang pada suatu kurun sejarah tertentu di Indonesia, pemberontakan sastrawan-seniman disebut sebagai `liberal, sak karepe dewe, individualis atau bahkan disebut liar. Dengan mengambil jalan takdir kukira yang ditawarkan oleh penyair tidak lain daripada memenjarakan diri dalam duka dan derita serta nasib. Padahal jika kita lihat kemajuan masyarakat tidak pernah terjadi karena kepasrahan, karena takdir, nrimo, mupus, sanuwun dawuh, tapi senantiasa didorong dan terjadi karena pemberontakan manusiawi. Tapi sebagai sastrawan yang tak lain adalah seorang free thinker, Kathi akhirnya tiba juga diu jalan pemberontakan model Harsanti. Bedanya barangkali, pemberontakan Kathi setelah sukarela membiarkan jadi tawanan takdir, ketika ia memberontak, pemberontakan Kathi menjadi lebih sadar dan realis. Pemberontakan sadar dan realis ini terucap dalam baris puisi Kathi berikut: Kini aku menyulam impian Akan aku robohkan benteng itu Akan ku bina jambatan kasih Akan aku buka pintu hatiku Biarlah. Aku sedia di lukai Aku tak jera di sakiti Aku kuat dan nekad menerima hari hari mendatang. [dari: RINDU MENGETUK RASA] Dengan keputusan ini maka Kathi telah memecahkan dilema bertahun yang memenjarakannya. Keputusan ini adalah keputusan membebaskan diri untuk ,menjadi diri sendiri yang berkadar manusiawi. Keputusan seperti yang tertuang di baris-baris Rindu Mengutuk Rasa di atas. Keputusan bangkit dengan memilih jalan pemberontakan sadar hanya membuka ruang raksasa galaksi kepada Kathi*** Paris, Januari 2006. JJ. Kusni [Selesai]
--------------------------------- --------------------------------- Yahoo! Mail - now with Autocomplete that helps fill email addresses. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/