Jurnal Toddopuli: 
 
 
 
KEINDONESIAAN DAN ETNISITAS
 
[Cerita Untuk  Anak-anakku]
 
[2]
 
Selanjutnya saya mau berkomentar sekedar tentang tema: "Keindonesiaan Dan 
Ketionghoaan: Menuju  Harmoni Identitas dan Budaya". Mengapa tema dirumuskan 
secara demikian? Apakah antara keindonesiaan dan ketionghoaan dan kedayakan, 
kebugisan, kebatakan, dan lain-lain merupakan hal yang tak harmoni? 
Mengkalutkan identitas dan budaya? 
 
Untuk memasuki perrtanyaan-pertanyaan  ini , saya mengambil  beberapa  ungkapan 
berikut.
 
Pertama-tama OrangTionghoa zaman dahoeloe mengatakan bahwa "yang  menabur angin 
akan menuai badai", "daya tahan seekor kuda diuji dalam perjalanan jauh". 
Paandangan begini saya kira mempunyai nilai jauh melampaui batas geografis  
Tiongkok, etnik dan bangsa. Hal serupa adalah apa yang diungkapkan oleh pantun, 
gurindamn seloka Melayu atau pepatah-petitih leluhur kita seperti
 
"menepuk air di dulang
memercika ke muka sendiri"
 
atau 
 
"tangan mencencang
bahu memikul"
 
atau
 
"menggali  lubang
terpoerosok sendiri"
 
atau:
 
"atau dari mana datangnya lintah
dari sawah turun ke kali
dari mana datangnya cinta
dari mata turun ke hati"
 
Saya kira, ungkapan-ungkapan di atas mempunyai nilai dialektis, kesimpulan 
pengalaman suatu generasi yang disimpulkan secara artistik, dengan nilai 
melampaui lingkup gerografis. Unhkapan - ungkapan di atas , yang 
con,toh-contohnya bisa diperbanyak sehingga bisa dijadikan suatu deretan sangat 
panjang, saya pahami sebagai kesimpulan yang mempunai nilai universal dan tahan 
zaman. 
 
Jika benar demikian, lalu apa artinya? Saya hanya bisa memahaminya 
bahwa nilai-nilai etnisitas, nilai lokal pada galibnya tidak bertentangan 
dengan nilai nasional dan  universal. Etnisitas dan lokalitas hanyalah 
warna dan bahasa khusus dari ungkapan nilai nasional dari universal. Ini 
antara  lain dibuktikan dengan studi dari studi pengaruh pantun di skala dunia 
seperti yang dibahas antara lain oleh George Voisset dalam bukunya "L'Histoire 
du Genre Pantoun Malaise, Francophonne Universalie [L'Hamrattan, Paris 1997,358 
],  atau Prof. Xu Yu Nian dalam karyanya  "Kajian Perbandingan Mengenai Pantun 
Melayu Dengan Nyanyian Rakyat Tiongkok [Maison d'Editions Guaille, Jli 2008, 
279 hlm].  
 
Dari contoh-contoh di atas dan kajian para pakar yang hanya sebutkan beberapa 
saja,  nampak bahwa  etnistitas, lokalitas yang benar yang berorientasi pada 
usaha pemanusiawan. manusia, masyarakat dan lehidupan serta diri sendiri.sia, 
samasekali tidak mempunyai bertentangan dengan nilai nasional dan universal. 
Sehingga menjadi Batak,Bugis, Dayak, Jawa , Minang, Aceh , Papua ,Gayo atau 
Tionghoa, dan lain-lain... apalagi jika sepakat pada rangkaian nilai repullken 
dan berkindonesiaan, sama sekali tidak mrmpunyai pertentangan. Etnisitas, 
nasion pada galibnya tidak lain dari suatu perbatasan semu bagi kemunusiaan. 
Perbatasan semua yang dilahirkan oleh syarat-syarat zalan tertentu dan harus 
kita indahkan sebagai orang yang realis dan mau merenda esok manusiawi. 
 
Kebudayaan kemarin , hari ini dan esok pada galibnya adalah suatu rentangan 
pelangi harmoni segala warna yang juga kenal sebagai motto "bhinneka tunggal 
ika" dengan rangkaian nilai republiken dan berkeindonnesiaan sebagai nilai 
perekat pelangi kebudayaan bangsa dan negeri. Menghormati pelangi budaya ini, 
saya kira akan menciptakan harmoni itu sendiri, karena pelangi budaya itu 
memang harmoni. Pelangi menjadi pelangi karena rupa-rupa warna.Masing-masing 
warna dari pelangi itu mempunyai identitasnya sendiri. Pelangi indah karena ia 
kepaduan warna-warna aneka rupa itu. Kalau harnomi dimaknakan sebagai likwidasi 
salah satu warna, maka pelangi budaya sudah bukan bdrnama pelangi lagi. Saya 
kira , inilah inti dari pemikiran Mao Zedong ketika ia mengatakan :Biar bunga 
mekar bersama, seribu aliran bersaing suara".
 
Dengan dasar pandangan seperti di atas maka tema panel ""Keindonesiaan Dan 
Ketionghoaan: Menuju  Harmoni Identitas dan Budaya", perlu dipertanyakan 
ketepatan perumusannya. Perumusan tema panel demikian saya kira mengandung 
kompleks rasa peminggiran dan kontradiksi menjadi Tionghoa ,Dayak, Bugis, 
Batak, Papua dan lain-lain di negeri yang memamg berwatak pelang; Harmoni 
Indonesia yang republiken dan berkeindonesiaan adalah harmoni pelangi. Harmoni 
bhinneka tunggal ika. Republik dan Indonesia adalah sebuah program dan 
cita-cita.***
 
 
L'Hiver 2009
-----------------
JJ. Kusni
 
 
[Selesai] 
 


      Yahoo! Toolbar is now powered with Free Anti-Virus and Anti-Adware 
Software.
Download Yahoo! Toolbar now!
http://sg.toolbar.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke