Lha kalau semua dimusuhi, ini dilarang, itu dilarang, siapa lagi yang mau masuk 
Islam??
  Semakin banyak larangan, tabu dan lain-lain, yang tersisa hanyalah kaum 
fundamentalis bin puritan.
   
  Oh ya, hari ini sampai Minggu besok juga ada upacara tradisional Seren Taun. 
Kabarnya sudah 30 tahun lamanya tidak digelar. Apa juga tidak diperbolehkan 
oleh ustadz? 
   
  rd
  - pengen nonton upacara seren taun di bogor -
   
  Pesan dari Ustadz Jafar Shalih
   
  sakinah damai" <[EMAIL PROTECTED]>  
  Subject: [PKS] bukan sekedar ritual 
    
  Bukan Sekedar Ritual
  Oleh : Ust. Jafar Shalih
  
Indonesia sebagai sebuah negara muslim terbesar ternyata masih menyimpan 
sejumlah kebudayaan yang menurut kacamata agama sangat bertolak belakang dengan 
nilai-nilai fundamental di dalam Islam. Lihat saja seperti acara Grebeg Suro 
yang setiap tahunnya selalu berulang di berbagai tempat di tanah air. Acara 
yang selalu diisi dengan pelepasan sesaji, kapala kerbau, nasi tumpeng atau 
yang lainnya ini menurut banyak kalangan “hanya sebuah ritual” atau “upaya 
melestarikan budaya leluhur”. 
   
  Padahal apabila setiap muslim mau mengevaluasi kembali dan mencocokkannya 
dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menurut 
pemahaman yang benar (shahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in), pasti mereka akan 
mendapati dengan jelas penyimpangan yang nyata dari acara-acara tersebut 
terhadap syari’at yang suci ini. 
  Grebeg Suro berikut acara pelepasan sesajiannya dengan maksud apa pun adalah 
pelanggaran yang besar terhadap ajaran Islam. Umumnya para penyelenggara dan 
peserta berharap kepada Sang Pencipta bahwa dengan acara ini mereka diberi 
keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta maksud-maksud yang lainnya. Dan 
tidak sedikit juga -dari mereka- yang mengharapkan hal serupa dari para 
leluhur??! (KOMPAS 21.1.07). 
   
  Ritual lain yang tidak kalah hebat adalah upacara persembahan yang biasanya 
diadakan selang terjadinya suatu musibah gunung meletus, banjir, atau musibah 
lainnya, seperti yang terjadi beberapa waktu belakangan ini di Porong Sidoarjo. 
Alih-alih mencetuskan teknologi mutakhir untuk menghentikan semburan lumpur 
panas, yang terjadi malah mengadakan upacara pemberian sesaji, sekian ekor 
kerbau rencananya akan dikurbankan guna menghentikan bencana nasional ini?! 
Belum lagi acara serupa yang mewarnai upaya pencarian korban penumpang KM 
Senopati Nusantara, Pesawat Adam Air dan serentetan musibah lainnya. 
   
  Di dalam Islam tidak dibenarkan (baca: haram) memberikan ibadah apapun kepada 
selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam kondisi sempit maupun lapang. Ketika 
seseorang dalam keadaan terjepit seperti tertimpa musibah, penyakit atau yang 
lainnya atau dalam keadaan senang, sehat wal a’fiat, aman dan tentram. Kalau 
ada yang mengatakan “acara-acara tersebut diselenggarakan bukan dalam rangka 
ibadah!” Ketahuilah ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridha’i 
Allah apakah berupa perkataan atau perbuatan yang terlahir maupun tersembunyi. 
Inilah pengertian ibadah menurut Islam. 
   
  Kapan suatu perbuatan tersebut dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala 
seperti ada perintah untuk mengerjakannya, diantara contohnya seperti 
berkurban, “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah” . (QS. Al 
Kautsar: 2), atau adanya pujian seperti berdoa, cemas, harap dan khusyu’ 
(khidmat), “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam 
kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka 
adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami. (Qs. Al Anbiya’: 90) serta 
indikasi lainnya yang mengisyaratkan perbuatan tersebut adalah ibadah, maka 
haram hukumnya diperuntukkan kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Allah 
Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, 
  
“Maka janganlah kamu beribadah kepada yang lain di samping Allah, yang 
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di'azab”. (Qs. Asy-Syu’araa: 213) 
  “Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Rabb kepadamu. Dan janganlah kamu 
mengadakan sesembahan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu 
dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat 
Allah)”. (Qs. Al Israa’: 39) 
   
  Kembalinya kesyirikan kepada ummat seperti yang memfenomena di zaman ini 
persis seperti yang pernah dikabarkan Nabi yang mulia Muhammad Shallallahu 
'Alaihi Wasallam pada salah satu sabdanya, 
“Tidak akan pergi siang dan malam sampai diibadahinya kembali Latta dan
   Uzza”. 
  Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah di dalam risalahnya Al 
Qawaidul Arba’ dan yang lainnya menerangkan bahwa kesyirikan yang terjadi di 
zaman ini lebih dahsyat daripada kesyirikan yang dahulu dilakukan oleh 
orang-orang musyrikin generasi pertama. Alasannya –menurut beliau- ada dua: 
   
  Yang pertama
  
Kesyirikan musyrikin terdahulu hanya pada kondisi aman, tentram tapi apabila 
mereka terjepit karena suatu musibah atau yang lainnya mereka tidak lagi 
menyeru apa dan siapa pun selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata dan lenyaplah 
dari mereka semua yang selalu mereka seru (ibadahi) selain Allah Subhanahu Wa 
Ta'ala. Hal ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala nyatakan di dalam Al Qur’an pada 
ayatnya, 
  
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kamu 
seru kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu 
berpaling. Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih. (Qs. Al Israa’: 67) 
   
  “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa hanya kepada Allah semata; maka 
tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) 
mempersekutukan (Allah), (Qs. Al Ankabut: 65) 
   
  Sedangkan orang-orang sekarang kesyirikan mereka kontinyu di saat lapang dan 
susah. Di saat lapang mereka biasa menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan 
di saat susah kesyirikan mereka semakin menjadi-jadi. Apabila ada yang sakit 
mereka pergi ke dukun meyembelih ayam cemani, apabila ada bencana kepala kerbau 
adalah syarat yang tidak boleh ditinggalkan untuk sebuah persembahan. 
Hasbunallahu wani’mal wakiil. 
   
  Yang kedua
  
Kalau dahulu kesyirikan musyrikin generasi pertama hanya dalam perkara ibadah 
(uluhiyyah) saja dan untuk urusan rububiyyah (penciptaan, kepemilikan dan 
pengaturan) mereka memurnikannya untuk Allah Subhanahu Wa Ta'ala. 
  
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan 
langit dan bumi", niscaya mereka menjawab:"Allah" . (Qs. Az-Zumar: 38) 
   
  “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menjadikan 
langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?" Tentu mereka akan 
menjawab: "Allah", maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang 
benar)”. (Qs. Al Ankabuut: 61) 
  Sedangkan orang-orang sekarang kesyirikan mereka lengkap, dalam perkara 
uluhiyyah dan rububiyyah. Dalam perkara ibadah (uluhiyyah) mereka menyekutukan 
Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan dalam perkara rububiyyah mereka juga menyekutukan 
Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sehingga kita mengenal ditengah-tengah mereka 
istilah “penguasa laut selatan”, “penunggu merapi” serta istilah lainnya yang 
menandakan kesyirikan mereka yang sampai kepada taraf rububiyyah, padahal Abu 
Jahal dan orang-orang musyrikin terdahulu tidak pernah sampai terjatuh ke 
dalamnya. 
  
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan 
Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Maidah: 120) 
   
  Banyak orang mulai menyadari bahwa musibah dan bencana yang silih berganti 
menimpa belakangan ini berkaitan erat dengan semakin maraknya kemaksiatan di 
berbagai tempat di tanah air, apa pun alasannya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala 
berfirman, 
  
“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka diantara 
mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan diantara mereka 
ada yang ditimpa suara keras yang menguntur, dan diantara mereka ada yang Kami 
benamkan ke dalam bumi, dan diantara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan 
Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang 
menganiaya diri mereka sendiri”. (Qs. Al Ankabut: 40) 
   
  Sehingga banyak orang mulai mengingkari perzinaan, prostitusi, pornografi, 
korupsi, kolusi, judi, serta kemaksiatan lainnya. Tapi tragisnya sedikit saja 
yang mengingkari kesyirikan yang merebak di tengah-tengah ummat Islam, 
pemujaan-pemujaan kepada jin, kepercayaan- kepercayaan kepada dukun, tukang 
tenung, paranormal dan “orang pintar”. Hal ini terjadi akibat rusaknya standar 
keimanan kebanyakan ummat Islam sehingga hatinya tidak lagi berfungsi dalam 
menilai sebuah penyimpangan. 
   
  Sekedar contoh apabila kita membaca sebuah headline di surat kabar: “Seorang 
Anak Berzina dengan Ibu Kandungnya”, badan serasa bergetar dan hati menjadi 
kaget mengingkari kemaksiatan tersebut. Tapi apabila kita membaca pada sebuah 
kolom di salah satu harian yang beredar, “Mbah Marijan Memimpin Ritual Ke 
Puncak Merapi”, kebanyakan kita membacanya sebagai sebuah informasi yang 
menghibur. Padahal kesyirikan adalah dosa yang paling besar, pelaku kesyirikan 
terancam kekal di neraka jahannam dan dengan kesyirikan amalan ibadah sepanjang 
umur menjadi gugur serta kerugian-kerugian lainnya. 
   
  Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, 
  
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi 
pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, 
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". 
(Qs. Lugman: 13) 
  “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti 
Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada 
bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun”. (Qs. Al Maidah: 72) 
   
  “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) 
sebelummu:"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan 
tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”. (Qs. Az-Zumar: 65) 
   
  Apalagi ternyata kesyirikan adalah sumber utama terjadinya berbagai macam 
bencana. Bukankah bencana-bencana yang Allah Subhanahu Wa Ta'ala timpakan 
kepada ummat terdahulu adalah akibat dari penolakan mereka untuk meninggalkan 
kesyirikan?! 
  “Kemudian Kami utus (kepada umat-umat itu) rasul-rasul Kami berturut-turut. 
Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya, maka 
Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain (kami binasakan 
mereka sebagaimana yang lain). Dan Kami jadikan mereka buah tutur (manusia), 
maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak beriman. (Qs. Al Mu’minun: 44) 
   
  “Hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan 
gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai 
anak. (Qs. Maryam: 90-91)
   
  Apabila kita telah mengetahui ini semua, masih pantaskah seorang muslim 
menganggap remeh dosa yang seperti ini ancaman dan akibatnya?! Dengan 
mengatakan “Sebagai upaya menjaga warisan leluhur”, atau “Ini adalah sumber 
devisa dalam bidang pariwisata”. Ketahuilah ini semua bukan sekedar ritual 
semata!! Tapi ritual yang akan berujung kepada kesengsaraan dunia dan akhirat 
kita. 
   
  Wallahua’lam bis Shawab 
   
  Sumber:
Publikasi Ahlussunnah

 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke