http://www.equator-news.com/index.php?mib=berita.detail&id=7561


Rabu, 31 Desember 2008 , 11:20:00

10 Tahun Reformasi, Hak Dasar Rakyat Masih Telantar
Refleksi Akhir Tahun

Oleh: Hasan Basri, SE 

Berkaitan dengan Hak Azasi Manusia (HAM), Mansour Faqih dalam tulisannya 
Menegaskan Kembali Komitmen HAM, menegaskan, 'Hak' merupakan konsep yang 
terkait antara warga dan negara (Jurnal Wacana; 2001). Hak warga negara sendiri 
sebagai manusia di era negara modern secara resmi dideklarasikan oleh 
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948. Deklarasi tersebut 
kemudian dikenal sebagai Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia. Mimpi dari 
deklarasi tersebut agar setiap negara di seluruh dunia bisa menjadi organisasi 
kekuasaan yang berfungsi untuk memenuhi dan memperlakukan warga negaranya 
sesuai dengan hak mereka sebagai manusia. Ini dikarenakan hak-hak azasi manusia 
yang melekat pada setiap warga merupakan karunia dari Tuhan yang semata-mata 
karena kedudukannya sebagai manusia. 

Dalam konteks Indonesia, Hak Asasi Manusia diterjemahkan sebagai seperangkat 
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang 
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan 
dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan 
serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Terjemahan Hak Azasi Manusia 
ini tertuang dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi 
Manusia. 

Secara garis besar, Hak Azasi Manusia dibagi dalam dua bagian. Pertama hak 
ekonomi, sosial, dan budaya. Kedua, hak sipil dan politik. Karakteristik kedua 
bagian HAM tersebut memiliki perbedaan. Penegakan Hak Azasi Manusia secara 
universal membutuhkan proses, yang harus dimulai dengan pemberian hak-hak sipil 
dan politik secara maksimal. Karena sangat mustahil, hak-hak rakyat yang lain, 
seperti ekonomi, sosial, dan budaya akan terwujud ketika hak sipil dan politik 
rakyat belum maksimal diperoleh oleh rakyat. Salah satu hak politik rakyat 
adalah hak partisipasi dalam urusan pemerintahan. Selama ini, setelah 10 
reformasi bergulir di Indonesia, pemenuhan hak politik rakyat baru sebatas 
partisipasi dalam pemilihan pemimpin, sementara partisipasi dalam urusan 
pemerintahan yang lain belum terwujud. 

Hak Untuk Berpartisipasi Dalam Pemerintahan
Pentingnya partisipasi rakyat dalam urusan pemerintahan, karena sebagai negara 
hukum, segala tindakan yang dilakukan pemerintah harus berdasarkan peraturan 
hukum, peraturan tersebut bisa berbentuk undang-undang, peraturan daerah, surat 
keputusan, dan lainnya. Untuk menghasilkan peraturan hukum yang berpihak pada 
hak-hak rakyat di atas, maka rakyat sendiri harus berpartisipasi, mulai dari 
proses perencanaan sampai monitoring dari kebijakan.  

Guna mencapai hak berpartisipasi dalam urusan pemerintahan, maka diperlukan 
komitmen yang tinggi dari pemerintah untuk memberikan kesempatan 
sebesar-besarnya kepada rakyat agar berpartisipasi dalam merumuskan berbagai 
kebijakan. Karena keterlibatan rakyat untuk merumuskan kebijakan bersama 
dijamin oleh hukum, diantaranya Undang -Undang no 39 Tahun 1999 tentang Hak 
Azasi Manusia, dimana dalam Pasal 34 ayat (2) ditegaskan bahwa "Setiap warga 
negara berhak turut serta dalam pemerintahan secara langsung atau dengan 
perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan 
dalam peraturan perundang-undangan". Kovenan Internasional tentang Hak-Hak 
Sipil dan Politik yang telah diratifikasi oleh pemerintah undang-undang nomor 
11 tahun 2005. Dalam Kovenan ini ditegaskan, bahwa setiap warga negara 
mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa ada perbedaan apapun untuk ikut 
serta dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung ataupun 
melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas.  Partisipasi warga negara 
tersebut kemudian diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang 
Strategi Perencanaan Pembangunan Nasional, dimana dalam Undang-Undang ini 
dijelaskan bahwa proses perencanaan pembangunan harus mengoptimalkan 
partisipasi masyarakat. Artinya, tidak ada alasan bagi pemerintah menutup akses 
rakyat untuk menuntut keterlibatan mereka dalam membuat kebijakan yang berpihak 
pada rakyat. 

Sebagai bagian dari pemenuhan hak politik, hak rakyat untuk berpartisipasi 
dalam membuat kebijakan bersama dengan wakil rakyat dan eksekutif sudah sangat 
mendesak untuk di implementasikan oleh pemerintah. Mengingat, setelah sepuluh 
tahun reformasi bergulir, realitas konkret kondisi masyarakat Indonesia saat 
ini semakin memprihatinkan. Berkembangnya warga miskin baru dan meningkatnya 
pengangguran di tengah pesatnya pembangunan merupakan fakta bahwa pembangunan 
yang dilakukan pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan dasar rakyat. Dengan 
kata lain, hak dasar rakyat di bidang ekonomi, sosial dan budaya belum 
terpenuhi sedikitpun. Artinya, pembangunan saat ini bukan sebagai sarana untuk 
memenuhi kebutuhan hak dasar rakyat Indonesia, justru menjadi alat baru 
terhadap pelanggaran hak rakyat atas hak ekonomi, sosial dan budaya. 

Penulis: Staff Badan Pelaksana JARI BORNEO BARAT 
 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke