Anatomi Sebuah Revolusi yang Tertunda *Mansoor Moaddel* Guru Besar Sejarah Sosiologi pada Eastern Michigan University, pengarang buku /Islamic Modernism, Nationalism, and Fundamentals: Episode and Discourse/ Konflik yang sekarang berlangsung antara penguasa dan publik di Iran merupakan akibat dari benturan di antara dua kekuatan yang bertentangan. Pada tahun-tahun terakhir ini, sikap publik di Iran sudah menjadi lebih liberal. Pada saat yang sama, kekuasaan telah bergeser dari pragmatisme konservatif ke fundamentalisme yang semakin militan. Seruan yang disuarakan kelompok ulama terkemuka di Iran agar hasil pemilihan dibatalkan merupakan indikasi perlawanan balik, baik oleh kaum reformis maupun kaum konservatif yang pragmatis. Tiga puluh tahun setelah revolusi Islam di Iran, rakyat semakin menunjukkan sikap yang lebih liberal dan kurang menonjolkan agama. Dua survei tatap muka yang dilakukan atas lebih dari 2.500 orang dewasa pada 2000 dan 2005 dengan jelas menunjukkan kecenderungan ini. Persentase mereka yang "sangat setuju" bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan paling baik meningkat dari 20 persen menjadi 31 persen. Begitu juga pada sejumlah pertanyaan mengenai kesetaraan gender--termasuk kepemimpinan politik, akses yang sama dalam memperoleh pendidikan tinggi, serta kepatuhan seorang istri--angkanya terus menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Mereka yang menganggap cinta sebagai dasar perkawinan meningkat dari 49 persen menjadi 69 persen, sementara mereka yang bergantung pada persetujuan orang tua turun dari 41 persen menjadi 24 persen. Pada 2005, tercatat persentase yang lebih besar dibanding pada 2000 di antara mereka yang menganggap dirinya "pertama-tama sebagai orang Iran", bukan "pertama-tama sebagai muslim". Kecenderungan ini tidak sulit dipahami. Pemaksaan wacana monolitik agama pada masyarakat telah membuat nilai-nilai liberal menarik bagi rakyat Iran. Tapi, walaupun ini tecermin dari kecenderungan-kecenderungan reformis dalam kehidupan politik yang lebih luas di Iran, suatu gerakan ke arah fundamentalisme militan telah mengental di dalam struktur kekuasaan rezim saat ini. Para politikus yang /reform-minded/ patut juga disalahkan atas terjadinya perubahan ini. Bukannya menentang kekuasaan absolutis sebagai perintang menuju demokrasi yang agamis, mereka berupaya membujuk Pemimpin Agung, Ayatullah Ali Khamenei, agar melakukan reformasi. Tapi Khamenei tidak punya minat pada reformasi, seperti yang dibuktikannya dengan membongkar gerakan reformasi. Masa kepresidenan Mohammad Khatami, seorang reformis sejati, yang berlangsung selama delapan tahun mulai 1987, meyakinkan Pemimpin Agung bahwa otoritasnya bakal terjamin hanya oleh kepresidenan yang dipegang oleh seorang fundamentalis yang patuh seperti presiden saat ini, yaitu Mahmud Ahmadinejad. Dalam hal ini Khamenei cuma mengikuti langkah Shan Iran (almarhum) yang mempertahankan Amir Abbas Hoveyda, seorang abdi yang loyal, sebagai perdana menteri dari 1965 sampai Shah digulingkan pada 1979. Masalahnya, dengan perhitungan yang dibuat Pemimpin Agung ini adalah bahwa Ahmadinejad merupakan tokoh yang sulit dikendalikan. Retorika populis dan fundamentalisme agama yang dibawakannya telah membuat banyak ulama konservatif-pragmatis serta para pendukungnya menjauhkan diri darinya. Banyak anggota kelompok ini menghormati kelembagaan hak milik perorangan, dan ucapan-ucapan Ahmadinejad, yang mengancam akan meredistribusi kekayaan perorangan, tidak mengena di hati mereka. Yang lebih merisaukan lagi adalah keyakinan /apocalyptic/ Ahmadinejad akan datangnya Imam Mahdi dalam waktu dekat ini, yang kemunculannya diyakini bakal membawa kiamat dan berakhirnya waktu. Biasanya Ahmadinejad selalu membuka pidatonya di muka umum dengan doa segera kembalinya Imam Mahdi. Bagi hierarki ulama Syiah, yang terbiasa dengan keyakinan bahwa tibanya Imam Mahdi masih jauh di masa depan, keyakinan yang dianut Ahmadinejad ini sangat merisaukan. Mereka sering menganggap klaim orang-orang yang mengatakan mengalami kontak pribadi dengan Imam Mahdi atau spekulasi mengenai ketibaannya sebagai sesuatu yang menyimpang dari atau bahkan melawan agama. Beberapa ayatullah berpendapat bahwa ucapan-ucapan mengenai datangnya Imam Mahdi ini tidak pantas dikeluarkan seorang presiden atau lebih buruk lagi, sebagai pertanda seorang pemimpin yang tidak stabil. Keprihatinan semacam ini tecermin dalam sikap Society of Combatant Clergy, sebuah badan yang konservatif, yang tidak dapat menyepakati pencalonan Ahmadinejad. Pembangkangan terhadap Pemimpin Agung oleh jutaan rakyat Iran hanya sehari setelah ia dengan tegas mengesahkan terpilihnya Ahmadinejad telah membawa negeri ini ke dalam krisis politik. Ditayangkannya secara luas ke seluruh dunia, gambar-gambar dipukulinya dan terbunuhnya para demonstran telah merusak citra agamis rezim yang berkuasa di Iran saat ini. Dalam upayanya keluar dari situasi yang sulit ini, Pemimpin Agung menyatakan bahwa sengketa pemilihan ini harus diselesaikan melalui jalur hukum, bukan di jalan-jalan raya. Mengingat perannya dalam membenarkan hasil pemilihan, argumentasi seperti ini tampaknya bagaikan upaya mengulur waktu guna membersihkan jalan-jalan dari kaum demonstran, menempatkan para pemimpin oposisi di bawah tekanan fisik dan psikologis yang berat, serta mengucilkan Mir Hussein Musawi, yang mengklaim telah memenangi pemilihan. Bagaimanapun seruan Khamenei agar dipatuhinya hukum ini cuma mengumandangkan tuntutan kaum konservatif-pragmatis yang condong ke arah Musawi, yang tidak berada dalam posisi untuk secara langsung menentang otoritas Khamenei. Musawi harus dengan hati-hati melanjutkan kampanye bagi ditegakkannya hukum tanpa menggadaikan kepercayaan yang telah diperolehnya dari mayoritas rakyat Iran. Ia harus mempertahankan dua tuntutan utamanya: dibatalkannya pemilihan dan dibentuknya suatu komisi yang tidak memihak untuk mengeluarkan keputusan mengenai pelanggaran undang-undang pemilihan oleh pemerintah. Apabila Musawi berhasil membujuk Khamenei mempertimbangkan kembali posisinya, cengkeraman kekuasaan di tangan Pemimpin Agung dapat dilepaskan. Jika Khamenei tetap memegang kekuasaan itu, Musawi memang tidak akan dapat merebut kursi kepresidenan, tapi ia tetap mewakili harapan mayoritas rakyat Iran yang berbeda dramatis dengan pemerintahnya. Untuk sementara ini, apa yang bakal terjadi bergantung pada kegigihan Musawi. http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/07/27/Opini/krn.20090727.172134.id.html
apa ide Mu??? mari wujudkan dalam KAOS, http://media-klaten.blogspot.com/ http://seizetheday-cloth.blogspot.com/ my facebook: http://id-id.facebook.com/people/Wahyudi-Yudi/1484406851 New Email names for you! Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail. Hurry before someone else does! http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/ [Non-text portions of this message have been removed]