http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/19/seni/2520766.htm
Apakah Bali Mengenal Pornografi? Gde Aryantha Soethama Bali sangat gigih menentang Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi (RUU APP). Sejumlah cendekiawan, budayawan, dan seniman Bali mendatangi Pansus RUU tersebut di Jakarta untuk menyatakan penolakan (Kompas, 22/2). Berbagai komponen rakyat Bali beramai-ramai meminta agar pembahasan rancangan undang-undang tersebut dihentikan ketika mereka hadir dalam pertemuan dengan anggota Pansus RUU APP di Denpasar (Kompas, 4/3). Di distrik wisata Kuta digelar konser yang melibatkan 38 grup musik, menolak RUU APP. Di lokasi acara dibentang kain putih khusus bagi pengunjung untuk membubuhkan tanda tangan bagi mereka yang setuju menolak RUU APP (Kompas, 5/3). Dalam setiap aksi itu selalu terlontar sejumlah alasan mengapa rancangan undang-undang itu harus ditolak. Begitu gencar Bali menolak undang-undang antipornografi, apakah Bali sendiri mengenal pornografi? Bagaimana segala macam yang berkaitan dengan pornografi disikapi dalam keseharian masyarakat Bali? Porno dalam bahasa Bali berarti jaruh. Tetapi, jaruh tidak semata berarti cabul atau porno. Jaruh juga berarti jahat. Cicing jaruh artinya anjing jahat, bukan anjing cabul, karena anjing tak bisa dituduh melakukan pornoaksi ketika mereka kawin seenaknya di tengah jalan ramai orang lalu lalang di siang bolong. Cicing jaruh berarti anjing yang suka mencuri makanan, diam-diam menyikat habis makanan tuannya di atas meja. Anjing yang tiba-tiba suka mengejar ayam di pekarangan, mengejar pengendara sepeda, atau menggigit orang lewat, juga disebut cicing jaruh, anjing jahat, bukan anjing porno. Banyak anjing bisa dijumpai berkeliaran di jalan-jalan kota di Bali. Dr Masri Singarimbun, yang semasa hidup rajin berceramah tentang keluarga berencana, pernah berujar di Bali bahwa anjing atau ayam kawin di jalanan itu bisa menjadi kesempatan bagi orangtua untuk memperkenalkan pendidikan seks kepada anak-anak yang kebetulan menyaksikannya. Ada pula istilah jalema jaruh, manusia tunasusila. Mereka adalah pelacur (wanita) dan gigolo (laki-laki). Tetapi, jaruh bagi orang Bali lebih menekankan pada pengertian seseorang yang suka mengumbar kata-kata cabul, senang melontarkan guyon yang nyerempet-nyerempet seks. Hukuman akhirat Orang Bali dikenal memiliki awig-awig (aturan adat) sangat rinci dan ketat. Aturan itu menekankan tata cara hidup dalam lingkungan sosial. Sanksi bagi pelanggar awig-awig itu pun sangat beragam dan mencemaskan. Tetapi, tak satu pun awig-awig itu yang mengatur tentang pornografi. Memang ada aturan tentang penyimpangan perilaku seks. Jika terbukti seseorang menyetubuhi binatang (sapi misalnya), si pelaku diwajibkan menyelenggarakan upacara untuk menghilangkan leteh (malapetaka) yang menimpa desa. Di Bali, cabul itu biasa, tak ada hukum yang mengatur. Ajaran agama juga hanya sepintas menyinggung hukuman bagi mereka yang berbuat jaruh. Lukisan wayang klasik Kamasan ada berkisah tentang hukuman bagi jalema jaruh, orang cabul. Lukisan itu mengangkat kisah Bima Swarga, tentang perjalanan atman ke surga atau neraka. Digambarkan pelacur yang kelaminnya dibakar di neraka, payudaranya dirubung ulat bijal besar-besar. Orang- orang yang suka ngomong cabul mulutnya ditikam keris yang jatuh dari pohon, mulutnya disodok dengan nyala obor. Lukisan ini bisa dilihat kapan saja oleh siapa saja, karena menjadi penghias plafon bangunan Kerta Gosa di Klungkung (30 km timur Denpasar), dilukis sangat indah oleh pelukis dari Desa Kamasan. Bangunan ini merupakan gedung pengadilan di zaman kerajaan. Orang-orang jaruh tidak dihukum di dunia, tetapi mereka akan menerima kesengsaraan itu di akhirat. Tidakkah ini berarti yang berhak menentukan kesalahan moral bukan manusia, tetapi Tuhan. Itu mungkin sebabnya orang Bali tidak pernah mengucilkan orang jaruh. Mereka yang suka melontarkan omongan cabul justru disukai lingkungannya, disambut hangat, dan ditunggu-tunggu karena ia adalah pengocok perut, mudah membuat orang tertawa terpingkal-pingkal. Di Bali bisa dijumpai banyak kesempatan untuk bertindak jaruh, terutama melontarkan guyonan cabul. Mereka yang rajin ngayah (melakukan kerja sosial dalam kegiatan adat) pasti sering tenggelam dalam obrolan jaruh. Mereka yang terlibat dalam guyonan cabul itu laki perempuan. Seorang lelaki melontarkan sepotong kata cabul, yang lain menimpali, lalu seorang wanita menyahut, maka jadilah kegiatan ngayah itu semarak oleh omongan cabul. Puncaknya adalah tertawa cekikikan disusul derai panjang. Tawa itu pertanda mereka senang. Dan, omongan cabul itu biasa dilontarkan di tempat ibadah yang suci, saat ngayah menjelang upacara piodalan. Jika ada kegiatan ngayah di banjar, bisa muncul kelompok-kelompok yang penuh gelak tawa berderai. Kemungkinan besar karena omongan jaruh sedang dibahas dan diperdebatkan. Seseorang lelaki bicara, setelah minum pil ia jadi kuat mongkod (memanjat). Seorang wanita pe-ngayah yang mendengar segera menyambarnya dengan celetukan, "Mongkod apa?" Si lelaki segera menyahut, "Mongkod bangkiang (memanjat pinggang)." Dan, tawa laki perempuan pun pun pasti berderai. Seksi di tempat suci Banyak orang mengeluh (orang luar dan orang Bali sendiri) menyaksikan wanita Bali senang mengenakan kebaya brokat sangat transparan ketika melakukan kegiatan ibadah di pura. Mereka mempersoalkan mengapa wanita Bali tampil seksi di tempat suci. Tetapi, mereka tak akan pernah menyaksikan wanita Bali mandi berbikini di pantai. Mandi di pantai mereka mengenakan kaus oblong dan tubuh dililit kain sampai ke mata kaki. Bukankah sepantasnya mereka berbikini? Apakah ini sebuah keunikan atau keanehan? Ini bisa menjadi pertanda Bali memang tidak mengenal apa itu pornografi. Karena itu, masyarakatnya kemudian heran mengapa pornografi dipersoalkan. Mereka menganggap ini tindakan mempersoalkan yang tidak terbukti. Sama saja dengan kehidupan orang Bali yang dibalut kesenian, tetapi tak mengenal kata seni karena kehidupan itu sendiri adalah seni. Mungkin orang Bali menganggap kehidupan itu sendiri memang porno. Guyonan cabul Tatkala industri turisme mulai tumbuh di Bali tahun 1970-an, banyak yang khawatir kaum hippies yang suka mengisap ganja dan berpakaian seronok akan merusak moral anak-anak muda Bali. Di kantor-kantor, pasar, dan tempat-tempat umum ditempeli gambar hippies yang merokok dan berpakaian compang-camping, dekil, rambut gondrong. Lalu gambar itu disilang dengan warna merah, disertai kalimat agar para turis berpakaian sopan kalau jalan-jalan di tempat umum, seperti gambar yang terpampang di sebelah hippies tadi. Tetapi, gaya hidup hippies itu terbukti tidak merusak moral anak-anak muda Bali. Justru yang dianggap merusak Bali adalah kapitalisasi global dalam industri turisme, antara lain karena mencaplok wilayah suci orang Bali untuk penginapan dan tempat wisatawan bersenang-senang. Orang Bali mengenal dan memahami ajaran-ajaran agama dan adat tidak langsung dari buku suci. Mereka tahu dari seni pertunjukan wayang, arja, topeng, prembon, gambuh. Filosofi hidup dilontarkan oleh para dalang, pregina (penari) yang juga suka menyelipkan guyonan-guyonan nyerempet seks. Guyonan jaruh itu acap kali disambut gelak tawa dan keplok riuh. Dagelan cabul itu tak pernah membuat penonton laki perempuan, anak-anak dan orang dewasa, terpancing birahi mereka. Semua itu dianggap proses untuk memahami seksualitas. Orang Bali sangat akrab dengan hal-hal cabul. Orang yang tak suka pada cerita-cerita cabul justru dianggap aneh, tidak suka bergaul, ada kelainan. Orang tersebut juga dianggap tidak doyan seks, frigid. Di Bali, cabul itu dianggap bukan sesuatu yang istimewa. Cabul itu dianggap seni. Siapa saja yang kreatif dengan kata-kata atau cerita cabul dianggap seniman. Sesungguhnya ada banyak patung cabul diperdagangkan di Bali, gampang dijumpai di pasar seni. Tak sedikit yang menghias tempat-tempat publik, seperti bale banjar. Dan, itu biasa, tak pernah dianggap serius, tak ada yang menggugat. Belum pernah sesuatu yang cabul dipersoalkan di Bali. Jaruh itu menjadi sesuatu yang dibutuhkan karena ia bisa menghibur dan membuat orang Bali terbahak-bahak. Orang Bali tak pernah khawatir cabul di wilayah umum akan merangsang birahi. Cabul lebih dinikmati sebagai hiburan. Kalau cabul dilarang, orang Bali bakal sedih karena kehilangan kesempatan untuk tertawa terpingkal-pingkal. Gde Aryantha Soethama, Pengarang ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/