Message of Monday – Senin, 16 Agustus 2010
Benar, Baik, dan Berguna
Oleh: Sonny Wibisono *
 
"Adanya dua telinga diciptakan adalah untuk memastikan bahwa Anda mendengar 
kebaikan lebih banyak."
-- Anonim
 
RABU pagi. Jam belum menunjukkan pukul delapan. Dari sudut pantry sebuah kantor 
terdengarlah percakapan seperti ini:
"Pak, sudah dengar cerita si Rifka?"
"Belum," kata pria setengah baya yang tengah asyik menyeduh kopi. Sebut saja 
Pak Bagus namanya.
"Nah, ada yang menarik nih untuk diceritakan."
"Sebentar, sebentar."
Lelaki itu memotong. Tampaknya dia paham betul arah cerita dari rekan kerjanya 
itu.
"Sebelum kamu cerita, saya mau tanya dulu soal tiga hal. Tolong dijawab dengan 
jujur." 
Dia pun mengajukan syarat. 
Si lawan bicaranya tersenyum. Lalu mengambil cangkir, hendak menyeduh teh.
"Pertanyaan pertama, apakah kamu yakin kalau cerita itu benar?"  
"Wah, kalau itu saya gak tahu persis. Saya gak bisa memastikan. Ini juga dapat 
ceritanya dari orang lain, " jawabnya santai.
"Artinya, cerita itu belum tentu benar," katanya. "Sekarang saya lanjut 
bertanya, apakah cerita tentang Rifka itu soal kebaikannya?"
"Lo, justeru sebaliknya saya pikir," jawabnya. Wajahnya tampak sumringah.  
"Artinya justeru keburukannya yang ingin disampaikan?"
"Ya, iyalah," katanya cepat.
"Nah, artinya yang diceritakan malah keburukan orang lain, bukan kebaikannya," 
kata Pak Bagus sambil tersenyum.
"Sekarang pertanyaan terakhir," Pak Bagus menyeruput sejenak kopi buatannya 
sendiri, "Apakah cerita si Rifka ini ada manfaatnya, minimal bagi kamu atau 
saya tentunya?"
"Hm, gak kayaknya," kata pria itu yang mulai bisa menebak ketidaktertarikan Pak 
Bagus.
"Nah, kalau yang kamu ceritakan itu belum tentu benar, bukan soal kebaikan, 
malah sebaliknya, dan bahkan tidak berguna, mengapa saya harus mendengar soal 
itu? Sorry Bro, saya harus segera meeting." Pak Bagus pun berlalu.
 
Dua jempol sepatutnya ditujukan pada Pak Bagus. Dia begitu tegas terhadap 
informasi yang teramat menggoda. Padahal Rifka adalah kembang kantor yang 
begitu cantik, seksi, dan hidupnya penuh dengan cerita yang mengejutkan. Namun, 
sekali lagi, karena merasa tidak berguna cerita yang dijanjikan rekan 
sekerjanya, Pak Bagus memilih untuk menutup kuping. 
 
Keberanian dan ketegasan Pak Bagus itulah yang seharusnya ada dalam diri kita. 
Berani memilah mana informasi yang menguntungkan, di kala serbuan kabar yang 
masuk tiap hari merupakan suatu godaan yang tidak mudah untuk dielakkan.
 
Coba perhatikan. Saat kita bangun pagi misalnya, televisi sudah menyiarkan 
kabar tentang kehidupan pribadi selebritis yang tengah dirundung masalah. 
Semestinya, kita sudah bisa memutuskan bahwa semua info atau tepatnya gosip itu 
sama sekali tidak berguna buat kita. Kehidupan pribadi, apalah artinya buat 
kita. Sesampai di kantor misalnya, kita bertemu dengan orang yang punya 
perangai persis lawan bicara Pak Bagus. 
 
Meniru Pak Bagus adalah langkah yang paling tepat. Singkirkan hal-hal yang 
tidak berguna. Tentukan prioritas hidup kita. Hal itu akan membuat kita bijak 
seperti Pak Bagus dalam menerima informasi yang benar, baik, dan berguna bagi 
kehidupan kita. Informasi di luar itu semua hanya akan membuang waktu semata 
dan tidak membuat kita cerdas. Is that right brother?

*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo, 
2009

 


Kirim email ke