DISKUSI
Rabu, 26 Mei 2010, 19:00 WIB
Opini Publik Versus Kebenaran
Pembicara: Kuskridho "Dodi" Ambardi dan Rocky Gerung
Moderator: Ihsan Ali-Fauzi
Serambi Salihara
Terbuka untuk umum & GRATIS

Diskusi ini berikhtiar mengulas hubungan antara “opini publik” dan kebenaran 
dari perspektif ilmu empirik dan filsafat. Pembahasan dimulai dari pertanyaan 
tentang pengertian “opini publik”. Jika setiap individu memiliki opini 
tersendiri, lantas bagaimanakah menjadi sebuah opini publik? Selama ini opini 
publik dianggap tak lebih dari proses “rekayasa”, baik melalui media ataupun 
survei. Proses “rekayasa” berujung pada dua kategori opini publik: hasil 
“pembentukan” atau murni “penemuan”. (Lembaga survei selalu menggunakan istilah 
”penemuan” pada opini publik, meskipun akhirnya hasil survei tersebut membawa 
pengaruh pada publik.) Masalah lain: Faktor apa yang berpengaruh pada 
pembentukan opini publik selain rekayasa? Adakah opini publik yang benar-benar 
“murni” berasal dari publik? Lantas, bagaimana hubungannya dengan masalah 
kebenaran? Apakah, karena berasal dari publik, ia dengan sendirinya mewakili 
kebenaran? Ikuti diskusi
 dengan Kuskridho "Dodi" Ambardi (Direktur Lembaga Survei Indonesia) dan Rocky 
Gerung (Pengajar Filsafat di Universitas Indonesia). Moderator: Ihsan 
Ali-Fauzi. Diskusi akan berlangsung dalam bahasa Indonesia. Program ini ditaja 
oleh Hivos.


Kutipan dari makalah Kuskridho "Dodi" Ambardi:

Opini Publik: Teori, Aplikasi, dan Kontroversi

Ide tentang opini publik, dan arti pentingnya, muncul bersamaan dengan traktat 
yang ditulis oleh Rousseau yang memperkenalkan konsep general will, yang kadang 
dipertukarkannya dengan istilah l’opinion publique atau opini publik. Gagasan 
Rousseau ini radikal namun sederhana, bahwa sebuah pemerintahan secara etis 
dianggap legitimate jika penyelenggaraan pemerintahan bertolak dari kehendak 
umum, the general will.

Gagasan itu radikal karena pada masanya orang belum banyak berbicara tentang 
kedaulatan rakyat, dan demokrasi baru terlihat samar-samar di horizon para 
pemikir politik masa itu, dan ketika mode pemerintahan yang populer saat itu 
adalah otokrasi dalam format kerajaan.

Kelak kita menyambungkan ide sederhana Rousseau ini dengan kompleksitas 
demokrasi dalam kehidupan politik modern. Dan kelak kita menghubungkan general 
will ini dengan opini publik.

Pertanyaan pokok yang muncul tentulah: Bagaimana kita bisa menangkap kehendak 
umum tersebut? Kalau ia sepadan dengan opini publik, bagaimana kita mengenali 
dan merekammnya? Benarkah di sana apa yang dinamakan dengan kehendak umum dan 
opini publik itu memang ada? Sanggupkah metodologi modern, yang bersandar pada 
metode survei opini publik, benar-benar mengungkap opini publik?

Tak kalah pentingnya adalah serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan 
praktek trendy pemakaian metode survei untuk merekam opini publik dalam 
kegiatan pemilu di Indonesia, pencabangannya, dan penggunaan survei atau 
polling untuk menebak perilaku pemilih. Mengapa partai partai dan kandidat 
politik kini gandrung dengan survei opini publik atau polling? Mengapa kritik 
terhadap lembaga survei merebak? Apa saja jenis-jenis kritik tersebut, dan 
apakah semua kritik memiliki harga cukup untuk didiskusikan?

..................

Kutipan dari makalah Rocky Gerung:

Opini Publik versus Etika Publik

Opini publik mengaktifkan demokrasi. Tetapi ia menonaktifkan politik. Opini 
publik diperlukan untuk mendasarkan penyelenggaraan kebijakan (ini adalah suatu 
pekerjaan rutin demokrasi), tapi juga dimanfaatkan untuk mengamankan 
kepentingan pembuat kebijakan (karena dengan itu seolah-olah representasi dan 
legitimasi dihubungkan). Artinya, atas nama opini publik, opsi kebijakan 
dipilih. Tapi juga dengan menunggangi opini publik, kepentingan politik 
diselundupkan. Jadi, demokrasi terselenggara secara teknis melalui opini 
publik, tanpa mempersoalkan fungsi etisnya. Masalahnya baru menjadi kritis bila 
seseorang hendak memandang politik dengan cara lain, yaitu sebagai sebuah 
proyek transformasi, karena menganggap demokrasi telah menjadi malas, karena 
hanya berhenti dalam rutinitas institusional. Untuk kebutuhan semacam itulah 
kita mengaktifkan kontra pikiran dari opini publik, yaitu etika publik. Jadi, 
etika publik mengaktifkan kembali politik, dengan
 mempertanyakan isi, prosedur dan fungsi opini publik. Artinya, melalui etika 
publik, politik dihidupkan sebagai soal ”konfrontasi etik”, dan bukan 
”konfirmasi statistik”.

........................

Selengkapnya silakan hadir dalam diskusi nanti....

http://www.facebook.com/event.php?eid=105359909507184&ref=mf


================

daftarkan diri anda untuk mengikuti:

SERI KULIAH UMUM / PUBLIC LECTURE SERIES
TENTANG SEKSUALITAS / ON SEXUALITY
Sabtu, 5, 12, 19, 26 Juni 2010, 16:00 WIB
Saturday, June 5, 12, 19 & 26, 2010, 04:00 PM
Teater Salihara

Terbuka untuk umum
Pendaftaran selambatnya 4 Juni 2010, melalui d...@salihara.org 
Open to the public
Register via email: d...@salihara.org  by June 4, 2010

Sabtu, 5 Juni 2010, 16:00 WIB
Saturday, June 5, 2010, 04:00 PM
Simone de Beauvoir tentang Seksualitas
Simone de Beauvoir on Sexuality
Pembicara / Speaker: Gadis Arivia

Sabtu, 12 Juni 2010, 16:00 WIB
Saturday, June 12, 2010, 04:00 PM
Michel Foucault tentang Seksualitas
Michel Foucault on Sexuality
Pembicara / Speaker: Haryatmoko

Sabtu, 19 Juni 2010, 16:00 WIB
Saturday, June 19, 2010, 04:00 PM
Jacques Lacan tentang Seksualitas
Jacques Lacan on Sexuality
Pembicara / Speaker: Robertus Robet

Sabtu, 26 Juni 2010, 16:00 WIB
Saturday, June 26, 2010, 04:00 PM
Julia Kristeva tentang Seksualitas
Julia Kristeva on Sexuality
Pembicara / Speaker: Christina Siwi Handayani

gratis dengan pendaftaran

http://www.facebook.com/event.php?eid=125757767449765&index=1





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke