----- Original Message ----- 
From: "andy" <[EMAIL PROTECTED]>
TRANSKRIP DISKUSI RADIO 68H
`MENYIKAPI PERBEDAAN PASCA FATWA MUI`
 
 
Waktu : Kamis, 4 Agustus 2005 pukul 13.05 s/d 14.30
Lokasi : Hotel Mandarin Jakarta 
Disiarkan di 89,2 FM Radio Berita 68h
 
Pembicara : 
* Makruf Amin Ketua Majelis Ulama Indonesia 
* Dawam Rahardjo cendikiawan muslim 
* Fauzan Al Anshari, ketua Departemen Data dan Informasi Majelis
Mujahidin Indonesia Syafii Anwar, direktur ICIP
* Musdah Mulia, direktur ICRP 
 
Acara ini dimoderatori Ging Ginanjar dari Radio 68h
 
Selamat siang saudara,
Anda kembali bersama kamisan radio 68h Jakarta
Diskusi kali ini tentang kontroversi atau perbedaan pandangan yang
dipicu oleh beberapa fatwa Majelis Ulama Indonesia MUI yang merupakan
hasil kongres MUI 28 Juli lalu. Kontroversi tersebut antara lain
menyangkut diharamkannya umat Islam mengikuti ajaran Islam liberal,
pluralisme dan sekularisme. Tiga hal yang sebetulnya menjadi prinsip
dasar negara demokrasi. 
 
Diluar itu fatwa kontroversial lain juga termasuk soal larangan terhadap
ajaran Ahmadiyah, pengharaman nikah beda agama dan larangan bagi umat
muslim untuk ikut berdoa bersama yang dipimpin oleh pemeluk agama lain.
Pasca keluarnya fatwa, sejumlah dukungan dan kecaman atas fatwa MUI
bermunculan. Untuk membahas masalah ini, kita sudah mengundang para
pembicara untuk membahas kontroversi fatwa MUI, terutama dalam soal
bagaimana seharusnya kita menyikapi perbedaan atas fatwa tersebut. 
Sudah hadir : 
 
Ging Ginanjar : Apa pikiran dan suasana 300 munas yang mendorong
diterbitkannya fatwa-fatwa  yang kontroversial ini, khusunya soal
sekularisme, liberalisme dan pluralisme?
 
Makruf Amien : Saya tidak setuju dengan istilah fatwa yg kontroversial.
Yang tepat adalah tanggapan yang kontroversial terhadap fatwa MUI. Jadi
yang kontroversi tanggapanya bukan fatwanya. Kenapa fatwa itu
dikeluarakan? Itu sudah melalui kajian sangat lama serta
pertanyaan-pertanyaan yg timbul dari masyarakat sehingga MUI tidak
menggunakan Forum Komunikasi Fatwa, melainkan menggunakan Forum Munas
Ulama yang dihadiri lebih dari 300 yang mempresentasikan ulama dari
seluruh daerah dan yang mempresentasikan ulama dari seluruh ormas Islam
seperti NU dan Muhammadiyah. Oleh karena itu saya melihat tidak ada lagi
representasi ulama di luar. Kalo ada, itu bukan representasi ulama.
Tetapi justru saya ingin tahu, substansi yang mana yang akan menimbulkan
konflik dari 11 fatwa itu ?
 
Tdk ada satu pun substasi yang akan menyulut konflik antar agama. Karena
itu saya ingin memperoleh penegasan mana yang dianggap kontroversi.
Bisa saja yang menanggapi salah faham atau tidak faham atau mengikuti
faham yang salah. Terima kasih itu komentar saya 
Ging Ginanjar :  Sekarang kita ke Syafii Anwar direktur ICIP. Pluralisme
ini diharamkan, dan anda kelihatannya harus mengganti nama belakang
institut anda (pluralisme-red). Bagaimana anda menjawab pertanyaan tadi
?
 
Syafii Anwar : Saya juga  bertanya-tanya, kenapa pluralisme diharamkan.
Karena pemahaman saya terhadap pluralisme itu berbeda dengan pemahaman
MUI.  Saya yang termasuk berpaham pluralisme bukan berarti menyamakan
semua agama. Saya termasuk yang menolak.. alasan pertama karena tidak
mungkin menyamakan karena masing-masing agama berangkat dari dasar dan
teologi yang berbeda, hanya saja saya melihat ada titik temu antar
masing-masing agama ini.  Alasan kedua, pluralisme yang saya pahami
adalah saling menghormati, tidak cukup hanya toleransi. Saya juga agak
rancu kalau  dikemukakan bahwa  setiap agama itu  benar dsb. 
 
Dalam  perspektif saya, kalau bicara agama orang akan selalu terlibat,
dan disini yang berlaku kadang-kadang adalah klaim kebenaran,
sebagaimana yang dikatakan Max Weber. Benar dalam konteks ini adalah
menurut pemeluk agama yang bersangkutan. Artinya saya sebagai muslim,
saya punya keyakinan bahwa agama saya yang saya peluk benar menurut
saya, bukan  menurut orang dengan agama lain. Dalam konteks ini yang
kita kembangkan adalah kenyataan bahwa ini adalah negara yang sangat
plural, para founding fathers  sepakat Indonesia bukan negara Islam,
melainkan negara Pancasila, bukan negara agama, kita sudah berkomitmen
soal itu, jadi kenapa di permasalahkan lagi ? Kalau fatwa MUI, seperti
dikatakan pak Makruf, tidak menimbulkan keresahan, apakah sudah ada
penelitian? Dalam konkeks ini kalau bapak-bapak bersedia juga meluangkan
waktu untuk menanyakan ke komunitas Kristen atau komunitas di luar Islam
lainnya, apakah fatwa MUI itu menyusahkan atau tidak ? Saya berpendapat
dan menyadari sebuah  fatwa adalah legal opinion, artinya pendapat
hukum. Oleh karena itu saya punya kecenderungan untuk menganggap itu
tidak mesti harus meningkat, tapi supaya adil harus dilakukan penelitian
dan dialog dengan non muslim. 
 
Ging Ginanjar : Sekarang ke Fauzan Al Ansyari, anda membuat surat
terbuka untuk barisan liberal atas nama Majelis Mujahidin Indonesia.
Bahkan disebutkan, MMI siap berada di barisan terdepan untuk menghadapi
kelompok penentang fatwa MUI, dengan jalan debat publik maupun jihad
fisabilillah. Kalau tadi pak Makruf bilang fatwa ini tak menimbulkan
konflik, kalimat MMI ini justru mengkhawatirkan. Karena fatwa ini
membuatat orang-orang seperti Fauzan siap mengobarkan jihad untuk
mempertahankan fatwa MUI ? 
 
Fauzan Al Ansyari : Ya terima kasih. Sebenarnya yang menjadi pemicu itu
adalah munculnya aliran-aliran sesat yang oleh lembaga-lembaga yang
otoritatif di Indonesia baik itu Kejaksaan Agung, Pengawas Aliran
Kepercayaan PAKEM, sudah dinyatakan sebagai  sesat dan menyesatkan.
Tetapi di Indonesia tidak ada mekanisme hukum seperti Mahkamah Syariah
yang memiliki otoritas penuh untuk menjaga otoritas akidah umat Islam,
yang perlu juga dilindungi dari serangan-serangan penyesatan. Nah itu
yang sebenarnya membuat keresahan, bukan fatwa MUI atau pernyataan saya.
Jadi kita melihat bagaimana secara kronologis keberadaan Ahmadiah
sebagai kasus yang telah berpuluh tahun menimbulkan keresahan warga
setempat, tapi keresahan itu tidak terakomodir,  sehingga keresahan itu
memuncak. Jadi yang menjadi pemicu adalah aliran sesat ini. Kenapa
komunis bisa di larang dan dibubarkan tapi ini tidak ? 
 
 
 
Kenapa kemudian muncul sekelompok orang yang membela mati-matian
keberadaan Ahmadiyah dengan dalil-dalil yang tidak argumentatif. Kami
menyesalkan pernyataan Ulil Abshar Abdalla di detik.com yang melecehkan,
dengan menyebut MUI tolol. Oleh sebab itu, meski MMI tidak ikut munas
MUI namun kami adalah institusi pertama 
yang mendukung fatwa MUI tsb, dan siap menjadi bemper utk menjaga dan
mengimplementasikan fatwa tadi.  Allahu akbar !!! Yang kami heran kenapa
yang membela ini adalah orang-orang yang selama ini berkecimpung baik di
LSM maupun di lembaga-lembaga yang memang didanai The Asia Foundation,
Ford Foundation, USAID dsb.  
 
Tadi ada sebuah tulisan yang mengatakan MUI berada dalam dilema antara
libralisme dan fundamentalisme.  Jadi sebenarnya mereka sendiri yang
membuat satu front yang mereka sebut barisan liberal dan MUI dan
teman-teman sebagai fundamentalis. Saya sepakat Dawam Rahardjo cs
sebagai barisan liberal yang ingin melakukan  liberalisme agama tidak
ingin ada aturan-aturan yang ketat tetapi ini maknanya adalah bahwa
liberalisasi itu juga bebas untuk tidak beragama. Oleh sebab itu maka
liberalisasi dlm makna yang seperti ini atau demokrasi jelas
bertentangan dengan UUD pasal 29 ayat 1 yang menyatakan bahwa Indonesia
adalah negara berketuhanan yang maha esa. Sehingga seluruh aturan harus
berdimensi Ketuhanan  dan Negara harus memfasilitasi warganya untuk
menjalankan agama secara nyaman. Jaid ada campurtangan negara terhadap
umat. Baik Islam maupun yang lain. Ini sifatnya akomodatif. Oleh sebab
itu saya juga jadi heran terhadap difinisi sekularisme, pluralisme,
liberalisme, demokrasi, sehingga membuat kita jadi kacau. Misalnya
begini, atas nama demokrasi maka pelarangan terhadap Ahmadiyah melanggar
hak asasi manusia, kan begitu. Itu atas nama demokrasi. Saya katakan
atas nama Islam pembiaran terhadap aliran sesat itu merupakan subversi
terhadap hak-hak yang lebih luas. Ini persoalannya. Nah kalo agama
kemudian dibebaskan dari aturan yang yang lebih ketat, misalnya masalah
ushuludin : misalkan tuhan punya anak, ini jelas akan rusaklah agama
itu. Jadi masalah-masalah yang bisa diperdebatkan adalah masalah
muamallah yg sifatnya istihadiyah. Tapi masalah usuludidn seperti. :
maqdoh masalah aqohid it`s given tidak bisa ditawar lagi. Kalo kemudian
masalah Ahmadiyah memicu teman-teman dari barisan liberal melakukan
perlawanan atau penolakan atas keluarnya 11 fatwa MUI, ya kami MMI harus
maju ke depan untuk membuka ruang debat publik sebagai  satu tradisi
para cendikiawan muslim untuk mengadu argumentasi secara ilmiah dan
naqliyh dan di ujung diskusi itu harus ada sebuah mekanisme mubahalah
dimana yang dusta atas nama agama dan ilmu pengetahuan harus siap
disambar petir. Nah ini mekanisme yg diatur agama. Kalo kita kemudan
hanya beradu retorika, mungkin saya kalah. Tetapi kalau adu kebenaran,
kita bisa melakukan mekanisme yang diatur dalam agama. Kenapa MMI harus
siap untuk debat publik maupun jihad ? karena tidak tertutup kemungkinan
dari barisan liberal pun akan melakukan tindakan-tindakan tertentu atau
provokasi tertentu sehingga  akan menimbulkan serangan-serangan fisik.
Dan ini tidak akan terjadi kalau dari pihak mereka yang melakukan
penolakan tidak melakukan serangan fisik, kalau mereka melakukan
serangan opini maka akan kami balas opini juga, tapi kalo mereka
melakukan serangan fisik apalagi mengundang Amerika Serikat, kami siap
melayani. Terima kasih 
 
Ging Ginanjar : Soal serangan fisik, pada kasus Ahmadiyah bukannya yang
pro fatwa yang melakukan ?
 
Fauzan Al Ansyari : Itu pertanyaan cerdas. Kenapa tindakan main hakim
sendiri muncul ? itu karena tersumbatnya mekanisme hukum. Misalnya saya
pernah mengadukan beberapa tulisan dari kelompok liberal, itu selalu di
beri pasal  156 a. Bahkan polisi saya beritahu ini pak pasalnya seperti
ini. Malah pada waktu kita melaporkan Ulil ke Mabes Polri, diberitahu
bahwa kami (polisi-red) diberi pesan harus memelihara tiga orang,
Nurcholis Madjid, Azyumardi Azra, Ulil Abshar Abdalla. Jadi ini apa yang
terjadi sebenarnya ? proses hukum macet oleh sebab itu itu terjadi main
hakim sendiri. MUI saja yang mengeluarkan fatwa yang tidak mengikat itu
menimbulkan prokontra. MMI bahkan lebih dari itu mengusulkan di bentuk
Mahkamah Syariah supaya menjadi benteng bagi umat Islam menghadapi
serangan-serangan terhadap mereka yang ingin mengacaukan  akidah umat
islam, sekian itu dari MMI.
 
Makruf Amin : Jadi saya tadi bilang ini terjadi karena para penanggap
itu salah faham, tidak faham atau mengikuti faham yag salah. Selesai
mendengarkan pak Syafii Anwar, saya menjadi yakin bahwa pawa penanggap
itu ya seperti itu. Saya contohkan soal doa bersama. Tidak semua doa
beragama itu diharamkan, yang diharamkan kalau pemimpin doa non islam
dan yang mengamini orang Islam. Secara akidah tidak boleh tetapi kalau
tidak ada fatwa, umat Islam menjadi kesulitan kalau dia itu mengamini.
Mengikuti doa yang dibacakan orang Kristen misalnya Yesus Kristus amin.
Jadi kalau orang Islam itu  syirik, tapi kalau dia tidak mengangkat
tangan dan tidak mengamini dianggap menghina maka tatkala fatwa ini
dikeluarkan, maka orang Islam menjadi tenang,  dan orang Kristen  tahu
kalau orang Islam tidak mengangkat tangan berarti oh dia memnag sesuai
dengan ajaran agamanya, dengan demikan tidak terjadi konflik. Bukan
menambah konflik. Menambah saling pengertian. Karena itu kalau fawa ini
menimbulkan konflik dimana ? Siapa yg tersinggung? Tidak ada yang
tersinggung si pendeta mengatakan dia menurut ajaran agamanya. Itu
karena ada fatwa, kalau tidak ada kan sama-sama kesulitan. Karena itu
yang menentang itu salah faham dari segi konflik atau tidak faham.
Katanya menimbulkan persoalan dari segi liberalisme, pluralisme dan
sekularlisme. Pertama  yang harus di pahami bahwa pengertian dalam fatwa
ini, bukan dalam pengertian yang lain. Misalnya pluralisme dalam fatwa
artinya adalah membenarkan semua agama dan menganggap semua agama benar.
Ini menurut pandangan ulama tidak betul.  Pandangan pluralisme seperti
itu tetapi tidak dalam arti kemajemukan agama, pluralitas itu sesuatu
realitas, kenyataan bahkan itu suatu keharusan.  Jadi untuk hidup
berdampingan secara damai dalam fatwa justru itu sangat dibenarkan dan
harus disikapi dalam sikap toleransi. Nah jadi yang tidak betul itu
membenarkan semua agama. Itu pengertian kita. Jadi kalau itu kemudian
menimbulkan terjadinya  konflik antara agama tidak benar. Sebab dalam
fatwa itu, kemajemukan agama itu adalah harus kita terima sebagai satu
kenyataan dan wajib kita terima.
 
Liberalisme dalam maksud fatwa itu adalah orang yang mengedepankan akal
fikiran, dan apabila akal fikiran ini berbeda dengan nash tuntunan
agama, maka yang harus di kedepankan adalah akal fikiran. Menurut para
ulama, cara berfikir seperti itu tidak benar. Saya kira itu menurut
pandangan agama
 
Sekularisme  juga begitu. Menurut fatwa adalah membedakan antara urusan
keagamaan dan urusan kepentingan kepuasan. Kalau urusan keagamaan
urusannya ibadah saja kalau  sekular yang dipakai kesepakatan sosial.
Menurut pandangan ulama cara berfikir seperti  itu tidak benar, karena
Islam didalamnya ada aspek aqidah, ibadah, muamalah dan berbagai aspek
lain. Jadi cara berfikir seperti itu menurut pengertian-pengertian dari
pada fatwa itulah yang tidak benar. Makanya saya mengatakan dimana yg
menimbulkan konflik menurut hemat saya tdk ada. Makanya saya ulangi
lagi, bukan fatwa yang kontroversi tapi tanggapan yang kontroversi
karena dia tidak faham, karena dia salah faham karena dia mengikuti
faham yang salah. 
 
Ging Ginanjar : Kita ke pak Dawam Rahardjo yang dianggap pak Makruf
tidak faham, karena dia salah faham, atau karena dia mengikuti faham
yang salah.
 
Dawam Rahardjo : Jadi di situ, fatwa MUI mengharamkan liberalisme,
pluralisme dan sekularisme. Nah yang dianggap sebagai liberalisme itu,
menurut fatwa itu adalah suatu paham keagamaan yang menampilkan, lebih
menampilkan pikiran manusia daripada petunjuk Al Quran dan Hadits.
Menurut saya, itu buikan liberalisme, tapi rasionalisme. Tapi
rasionalisme pun ada dalam Islam. Contohnya Ibnu Rusyd, dikenal sebagai
filsuf yang rasionalis. Sekalipun begitu, dia tidak seperti yang
dirumuskan dalam fatwa MUI. Menurut saya, liberalisme adalah doktrin
politik yang menjunjung tinggi nilai-nilai individu. Dan sebagai
konsekuensinya, menghendaki minimal government. Itu definisi yagn jelas,
yang ebrasal dari ensiklopedia, kamus, dsb. Lalu apa yang dikritik? Jadi
menurut saya, fatwa MUI itu tidak paham. Tidak paham itu. Bukan saja
salah paham, tapi tidak paham. 
 
Saya kira komentar-komentar seperti itu harus ditertibkan, teriakan
Allahu Akbar dan sebagainya. Saya kira itu harus dilarang. Tahun 1933
ada debat, orang dilarang keluarkan isyarat, apalagi perkataan yang bisa
mengganggu diskusi. Itu tahun 1933. Debat Islam waktu itu. 
 
Ging Ginanjar : Kutukan dan yel-yel mohon direm (saat itu, beberapa
orang di pojok kiri ruangan mulai meneriakkan Allahu Akbar dan
mengakibatkan diskusi sedikit terganggu)
 
Dawam Rahardjo : Mengenai pluralisme, dikatakan bahwa itu adalah paham
yang didasarkan pada pendapat bahwa semua agama itu sama. Dan sebagai
konsekuensinya maka kebenaran agama itu bersifat relatif. Itu rumusan
dalam fatwa. Pluralisme itu bukan begitu. Pluralisme itu justru
sebaliknya, pluralisme justru mengakui perbedaan agama dan menghargai
perbedaan agama. Bukannya menganggap semua agama salah. Jadi pluralisme
justru mengakui perbedaan agama, tapi karena ini menimbulkan potensi
konflik, makanya hendaknya dilakukan ta'aruf, dilakukan saling
understanding. Itulah pluralisme. Jadi siapa yang tidak tahu ini? Saya
setuju dengan pendapat pak syafii maarif, MUI perlu lebih banyak belajar
tentang apa itu pluralisme. Karena betul-betul MUI itu tidak tahu apa
yang dimaksud dengan pluralisme itu. 
 
Kemudian Pak Makruf mengatakan, beliau bedakan pluralitas dan
pluralisme. Pluralitas adalah kenyataan, keharusan, sementara pluralisme
adalah yang dilarang, yang diharamkan. Ini cerminan dari orang yang
tidak tahu. Dalam definisi, boleh liat di kampus, pluralism is isme
based on plurality. Pluralisme adalah paham yang dikembangkan
berdasarkan pluralitas, sebagai suatu kenyataan. Kduanya tidak bisa
dipisahkan, satu diterima, yang lain ditolak. Padahal, pluralisme itu
sudah diterima oleh, sudah merupakan kesepakatan, yaitu Pancasila.
Pancasila itu dirumuskan berdasarkan paham pluralisme. UUD kita
didasarkan pada pluralisme. Pada bhinneka tunggal ika. Berbeda tapi
satu. Walaupun berbeda tapi hendaknya asling berkomunikasi,s ehingga
bisa ciptakan persatuan. Ini adalah suatu paham. ini adalah suatu
ketidakpahaman. 
 
Kemudian, kebenaran relatif. Golongan liberal dituduh menganut kebenaran
relatif. Tidak ada kebenaran mutlak dalam agama. Justru orang-orang
liberal ini berpendapat bahwa ada dua macam kebenaran yaitu kebenaran
mutlak dan kebenaran relatif. KEbenaran mutlak itu hanya dimiliki oleh
tuhan dan tidak boleh diklaim oleh manusia. Sedangkan pemikiran manusia
itu relatif. Kaum liberal berpendapat, pemikiran manusia apa pun juga
tdiak bisa mencapai kebenaran. Meragukan kemampuan manusia untuk
mencapai kebenaran, karena kebenaran mutlak itu punya tuhan. Tapi
orang-orang ini mengklaim kebenaran. 
 
Saya mendapat cerita, orang yang melakukan teror di Ahmadiyah. Mereka
teriak, berpapasan dengan orang-orang HAM, ini bukan lagi hak manusia,
tapi sudah merupakan hak tuhan. Biar saja Tuhan menutup Ahmadiyah itu.
Jangan kamu dong yang menyerang dengan terorisme. Nah, fatwa MUI ini
menimbulkan keresahan dan aksi yang tidak terkontrol dan MUI tidak
keluarkan fatwa tentang hal ini. Saya dapat informasi, ada orang dari
Garut, datang menceritakan betapa rombongan orang datang, dipimpin oleh
seorang jawara. Kemudian mereka datangi kantor cabang Ahmadiyah di situ,
ketuanya dipanggil. Orang itu memang ahli jawara. Dia bawa pedang dan
golok, ditaruhkan di leher si ketua Ahmadiyah itu, dipaksa untuk
menandatangani. Isinya, bahwa kami betul-betul telah insyaf dari
kesesatan kami, kami menyatakan keluar dari Ahmadiyah dan masuk Islam.
Masa orang disuruh masuk Islam dengan golok ?  
 
Ini adalah akibat dari fatwa MUI. Terserah mau dikatakan fatwa MUI tidak
kontroversial atau gimana, tapi kenyataannya, fatwa ini menimbulkan
kontroversi. Ada yang pro dan kontra, itu yang kontroversi. Menimbulkan
keresahan. Banyak fatwa MUI yang menimbulkan keresahan, misalnya soal
bunga bank. Dikatakan masa darurat bunga bank sudah habis. Artinya, kaum
muslim yang 99 persen dewasa ini masih bekerja di bank, harus keluar
dari bank. Kalau tidak sama saja dengan makan babi. Menerima gaji dari
bank konvensional dianggap sama saja dengan makan babi. Apakah MUI
sanggup menampung pegawai bank yang keluar dari bank itu? Ini kan
menimbulkan konflik batin yang luar biasa. Memang ada yang sebagian,
yang bisa pindah. Saya juga menolong beberapa orang untuk pindah dari
bank konvensional ke bank syariah. Anak saya ingin kerja di bank
syariah, saya bantu. Tapi 99 persen itu tidak begitu. Dia tidak bisa
ditampung oleh bank syariah. Karena bank itu kan pangsanya baru 1
persen. Apa itu tidak menimbulkan kersehatan? Ini didasarkan pada
ketidatahuan. Saya tidak mengikuti. Saya paham kalau Ulil mengatakan hal
itu (MUI tolol-red). Ini contoh MUI betul-betul tidak tahu pluralisme,
liberalisme dan sekularisme. Karena justru MUI mendorong sekularisme. 
 
Musdah Mulia :  Tahun 2003 saya melakukan penelitian terhadap fatwa MUI.
Saya teliti fatwa dari tahun 1975 sampai 1997, ada 76 fatwa yang
dilahirkan MUI selama rentang itu. Saya mencoba melihatnya dari
perspektif perempuan. Yang pertama, saya ingin simpulkan bahwa sepanjang
sejarah Islam, produk pemikiran Islam itu dalam kitab fikih, yang kedua
dalam keputusan pengadilan agama, yang ketiga, dalam perundang-undangan
di negara muslim. Kita bukan negara muslim, kita nggak punya itu. Yang
keempat, fatwa. Yang menarik di Indonesia, adalah fatwa, karena
dilahirkan oleh sebuah lembaga, yaitu MUI, yang banyak back-up kebijakan
pemerintah selama orde baru. Ini adalah lembaga swasta, ormas yang
menadpat bantuan dari pemerintah lebih banyak. Kita bisa kejar, bantuan
dari pemerintah untuk MUI ini untuk apa, pernah nggak ada audit. 
 
Dari sejumlah fatwa yang saya teliti, ada 6 fatwa khusus soal
perkawinan. Satu, fatwa sebelum 1976, tentang prosedur perkawinan.
Kedua, tentang sigat taklik itu, MUI menghimbau masyarakat Islam untuk
tidak ucapkan sigat taklik akad pada saat akad nikah. Ketiga tentang
haram nikah beda agama, tentang nikah mut'ah, talak tiga dan idah wafad
pada perempuan, selama 40 hari tidak boleh keluar malam. Lalu saya
lakukan penelitian terhadap fatwa MUI ini. Di lapangan, tidak mengikat,
buktinya tidak ada yang melakukan. Soal sigat taklik talak, buktinya
semua orang tetap saja mengucapkan. Ini tidak mengikatkan, sehingga
masyarakat perlu diberitahu lah kalau fatwa ini tidak mesti diikuti.
Soal nikah beda agama, juga. Ternyata makin sekarang nikah beda agama
malah mengalami eskalasi, bukannya menurun karena adanya fatwa MUI.
Artinya fatwa MUI ini sama sekali tidak berguna. 
 
Nikah Mut'ah itu juga di mana-mana terjadi. Talak tiga, idah wafat,
wanita bekerja ya tetap saja. Mana ada wanita dikekang karena suaminya
meninggal. Terakhir, fatwa tentang larangan imam shalat. Karena di
Indonesia ini tidak ada perempuan yang jadi imam, buat apa difatwakan?
 
Soal fatwa ini saya punya kesimpulan. Fatwa MUI itu tidak peka, tidak
sensitif terhadap problem sosial kemanusiaan yang dihadapi masyarakat.
Fatwa MUI ini tidak respek terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 45.
Fatwa ini bertentangan dengan ajaran Islam yang hakiki, yang
mengedepankan perdamaian, pluralisme dan persatuan. Jadi seperti itu
saya membaca fatwa MUI. Saya berharap pada MUI, daripada lahirkan fatwa
yang banyak sekali, bagaimana sebaiknya mereka lakukan kajian kembali,
evaluasi kembali fatwa yang sudah keluar, apakah itu berguna,
bermanfaat. Saya pikir, sebagai lembaga yang diharapkan sangat
strategis, lahirkan fatwa berguna. Orang yang biarkan busung lapar itu
haram. Orang yang lakukan money laundring itu haram. Pernahkah MUI
fatwakan pentingnya kita membangun pendidikan murah dan gratis untuk
masyarakat? Atau fatwa tentang membela trafficking, bahwa semua orang
yang lakukan perdagangan perempuan dan anak itu haram? Pernah gak MUI
keluarkan fatwa yang bantu pemerintah dorong perbaikan kepada
masyarakat? Karena kalau saya lihat, tugas MUI itu adalah mengawal
pemerintah, membangun memberdayakan umat dalam bidang agama. Karena saya
lihat musuh yang paling besar yang dihadapi agama adalah kemiskinan dan
kebodohan. Ini sama dengan prolog UUD, tujuan kita bernegara adalah
untuk sejahterakan kehidupan bangsa, cerdaskan. Karena itu kita sepakat
musuh kita ada dua, kemiskinan dan kebodohan. Sekarang, apa sih yang
sudah dilakukan MUI untuk eliminasi semua bentuk kemiskinan dan
kebodohan? Fatwa MUI ini justru membiadabkan masyarakat. 
 
 
Amidhan (salah satu ketua MUI) :  Pak Dawam setahu saya mengusung
ekonomi kerakyatan dan anti ekonomi liberalisme. Bahkan sekarang
neo-liberalisme. Neo-kapitalisme.  Nah, dalam hal ini, pemikiran
liberalisme yang dikaitkan dengan konteks teologi atau agama itu,
seperti dikatakan Pak Dawam tadi, bahwa kebenaran yang mutlak itu hanya
di tangan Yang  Maha Kuasa. Di tangan Allah. Tapi sebelum sampai ke
sana, ulama itu berpegang kepada Al-Qur'an dan As-sunnah. Ada yang
dikatakan yang dibenarkan itu ada. Makanya ada orang yang mengusung
pikiran liberalisme menulis, katanya nanti di akherat suatu ketika Tuhan
tersenyum melihat di dalam surganya yang luas itu ada Yesus, Muhammad,
Luther King, Umar bin Khotob, mungkin ada Baharudin Lopa atau Munir.
Kumpul semua pokoknya. Kalau tidak salah, yang didefinisikan di sini,
liberalisme agama itu adalah pemahaman agama yang mengedepankan akal
pikiran yang bebas. Kalau bertentangan dengan nash ya akal pikiran ini.
Sebab pikiran bebas ini kan serba mungkin. Apa salahnya kan kalau orang
berpaham gitu. Sehingga terkait dengan sekularisme. Sekularisme itu kan
pada dasarnya memisahkan antara agama dengan negara. Negara tidak boleh
campur tangan urusan agama. Agama itu urusan pribadi. Maka kalau ada
perkawinan satu sama lain itu bukan ibadah seperti dalam undang-undang
perkawinan. Tapi, kata Bu Musdah Mulia, ini sekedar kontrak sosial. Dan
juga apa salahnya orang kawin antara agama. Islam dengan Kong Hu Chu
misalnya. Kaum liberal boleh-boleh saja. Orang cinta kok dibatasi. Allah
saja belum tentu membatasi. Karena serba mungkin. Kalau pluralisme itu
saya baca tulisan Pak Syafi'i Anawar. Saya oke-oke saja. Setuju begitu.
Atau yang disinggung oleh Azyumardi Azra. Bahwa pluralisme itu, agama
itu, ada otonomi masing-masing agama. Itu setuju. Tapi yang bergerak
sekarang ini kan bukan itu. Yang bergerak sekarang ini kan agama itu
sama benar. Sama baik. Masuk agama ini silahkan. Masuk itu silahkan.
Nanti di surga juga berdampingan. Nah ulama pemahaman yang seperti itu
yang gak mau. Pemahaman yang berakar pada sinkretisme. Yang memadukan
yang baik-baik menjadi satu pemahaman. Ini terjadi misalnya Usman Roy
yang sholat dua bahasa. Ada teman saya yang liberal ini, apa urusannya.
Biar saja dia shalat dua bahasa. Apa urusannya dengan kita. Tapi kalau
ulama, kalau untuk umat sudah ada pakemnya. Ndak mau dong yang asal
masuk akal pikiran diikuti. Begitu juga di dalam semua kegiatan agama
itu yang dikedepankan akal pikiran bebas. Kalau menurut common sense
kita itu boleh ya boleh.  Ulama ndak mau begini. Jadi saya kira kita
diskusi secara tenang. Tak perlulah bilang ulama itu tolol, tidak paham,
tidak mengerti, teroris. Karena di komisi fatwa (MUI) itu ada 40
orangdari berbagai disiplin ilmu. Bukan mereka tidak membaca. 
 
Ging Ginanjar :  Terimakasih. Tadi memang ada urusan soal tidak paham,
paham salah, belum paham. Silakan.
 
Nike (Komunitas Ahlulbait atau Syi'ah) :   Ada titipan dari guru saya
Jalaludin Rakhmad. Beliau mengatakan bahwa fatwa ini tidak bisa mengikat
siapapun karena MUI bukan lembaga mufti yang diangkat pemerintah. Jadi
tidak punya wewenang apa-apa selain mempengaruhi opini masyarakat. Kami
akan menghargai fatwa selama tidak didukung oleh lembaga-lembaga hukum
pemerintah seperti kejaksaan atau yang berkaitan dengan itu. Dan kami
menentang setiap ikut campur tangan pemerintah dalam keyakinan umat.
Karena MUI tidak bisa mengambil alih hak Tuhan. Karena akan berdampak
pada kemusyrikan. Kalau misalnya merasa lebih baik ketimbang orang yang
lain itu menduakan Tuhan. MUI harus melakukan dialog dengan berbagai
mazhab dengan kekuatan logika dan bukan logika kekuatan. Yakni Al-Qur'an
dan As-Sunah.  Dalam sejarahnya fatwa fiqh Islam selalu berkaitan dengan
tindakan seperti wudlu dan sejenisnya dan bukan berkaitan dengan
gagasans eperti liberalisme karena gagasan tidak bisa diadili. Jadi kami
harus menentang fatwa yang menghambat pemikiran Islam. Saya pribadi
setuju dengan Ibu Musdah. Misalnya kenapa MUI lebih menfatwakan misalnya
departemen itu harus  menanggung 500 anak yatim atau yang busung lapar
atau yang pendidikannya rendah. Itu difatwakan Pak. Juga bikin rumah
sakit. Jadi musuh Islam itu bukan umatnya tapi kemiskinan, penindasan
dan kebodohan.       
 
Musdah Mulia :  Saya ingin klarifikasi dulu. Pertama, bukan saya yang
mengatakan bahwa perkawinan itu bukan ibadah. Tapi tolong kita membawa
kitab-kitab fiqh yang ada apa kata Imam Syafi'i dalam "Annikah Laisay
Minal Muqorrobat. Laisya Minal Maqrubat. Walakin Minal Syahwat". Menurut
dia nikah itu sekedar urusan syahwat. Bukan urusan bertakarub Illallah.
Mari kita buka kitab-kitab fiqh apa yang dikatakan Imam Hanafi, Imam
Hambali. Nikah itu hanya urusan seksual. Begitu vulgarnya. Sampai-sampai
Imam Syafi'i mengatakan, kalau sampai seseorang bisa menjaga dirinya dan
karena itu dia bisa tidak menikah, silahkan katanya. Karena perkawinan
itu justru membuat orang melupakan Tuhan.  Tetapi bukan itu yang ingin
saya kehendaki. Yang ingin saya katakan adalah seringkali kita munafik.
Mengatakan bahwa perkawinan itu ibadah. Perkawinan itu adalah agama.
Tapi menggunakan itu untuk mendiskreditkan perempuan dalam perkawinan. 
 
(Para pengunjung tepuk tangan)
 
Ging Ginanjar :  Bisa tenang. Mohon. 
 
Musdah Mulia  : Bahwa atas nama agama perempuan jangan macem-macem.
Karena kalian sudah saya beli.
 
(forum ribut lagi..) 
 
Ging Ginanjar :  Tolong tenang. Silahkan Pak duduk lagi. Kita akan
berdiskusi secara tenang. Kita berdiskusi dan tidak adu otot. 
 
Musdah Mulia  : Ini soal perkawinan beda  agama. Saya ingin membacakan.
Ini buku yang ditulis oleh ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama.
Bahwa perkawinan beda agama itu dilarang karena kita selalu mengutamakan
pikiran. Enggak juga Pak. Karena kelompok liberal juga berpegangan pada
Al-Qur'an dan As-Sunah. Juga kelompok-kelompok yang lain. Maka jangan
katakan bahwa hanya MUI yang berpegangan pada Al-Qur'an dan Sunnah. MUI
mengeluarkan fatwa tahun 1980 tentang larangan kawin beda agama dengan
pertimbangan kemasalahatn yang sifatnya lokal. Meskipuan fatwa tersebut
katanya berdasarkan dalil naqli, tetap saja tidak bisa menghapus
kebolehan menikahi perempuan ahlulkitab sebagaimana disebut surat
Al-Maidah ayat 5. Karena itu fatwa MUI melampaui hukum Tuhan. Ini diakui
sendiri. Ini ditulis oleh Profesor  Kyai Haji Ali Mustafa Yaqub. Anda
silahkan beli bukunya. Artinya, fatwa MUI itu bertentangan dengan
pandangan Al-Qur'an sendiri. Karena itu saya tersinggung kalau ada yang
bilang jangan kawin beda agama karena kalau kawin beda agama kamu akan
kalah karena di sana ada persaingan agama. Sebagai orang Islam saya
tersinggung karena saya yakin kalau saya kawin beda agama, saya yakin
tidak bakalan ditarik agama lain karena saya percaya bahwa Islam adalah
agama yang paling benar dan membawa perdamaian. 
 
Ging Ginanjar : Trimakasih. Pak Fauzan silahkan. 
 
Fauzan Al-Anshari : Saya ingin menanggapi soal Ahmadiyah ya. Jadi
silahkan undang khalifah Anda yang ada di London. Kami siapkan satu
tempat khusus untuk berdiskusi. Karena kami sudah katakan bahwa
Ahmadiyah itu sesat dan menyesatkan. Dan kalau tidak tobat itu murtad.
Jadi untuk mempertanggungjawabkan ini, mekanismenya ada. Anda yang salah
atau kami yang salah. Itu namanya mubahalah. Kalau sudah menyangkut
masalah alqoit, itu Rasulullah itu bagaimana mekanismenya. Kan begitu.
Waqol yahud. Uzherullah. Orang yahudi mengatakan bahwa Uzher itu
putranya Allah.  Waqolnashara Isanullah. Orang Nasrani juga mengatakan
bahwa Isa itu putra Allah. Lalu mana yang benar. Maka Allah katakan
Nabtahil Fanaj'allahatah Alkazibil. Mari kita bermubahalah, panggil anak
istri ajak semuanya. Kemudian minta Allah melaknat orang-orang yang
dusta. Bentuknya terserah. Apakah ditabrak kereta atau disambar petir.
Tapi mantabnya petir. Ini perlu Pak. Kemudian, tidak ada relativisme.
Kita di Indonesia harus mengatakan di Indonesia ini kalau ada
relativisme akan hancur negara ini. Misalnya foto SBY ditangkap.
Sekarang orang yang mencaci maki Allah, logo Allah diinjak-injak kenapa
polisi nggak menangkap. Karena polisi nggak paham. Kalau SBY yang
diinjak, polisi paham. Tapi kalau logo Allah diinjak nggak ada pasalnya.
Ini nggak adil. Jadi  di sini kita harus jujur. Definisi jujur dan
implementasi yang jujur. Kalau tidak akan rusak. Fakta adanya tindakan
main hakim sendiri  itu muncul karena tersumbatnya mekanisme hukum tadi.
Misalnya, tidak ada satu pendapat yang benar. Kawin beda agama ini boleh
kawin ini boleh. Agama akan rusak. Karena dalam hudud Alah itu ada yang
disebut dengan hak ridzah.  Yaitu hukuman yang ditetapkan oleh Allah
bagi mereka yang sudah melakukan pengingkaran. Contohnya. Pada masa
rasullulah. Laa Nabiya Ba'di. Tidak ada nabi setelah aku. Tapi nanti
akan ada nabi yang aku akui nabi sekitar 30-an. Jubah nabi itu belum
kering. Baru dimakamkan beliau itu. Sudah ada orang yang mengaku nabi.
Namanya Musyailamah. Musyaimah Al-Kahzab. Lalu apa yang dilakukan oleh
Abu Bakar As-Shidiq. Mengirimkan 10 ribu tentara untuk membunuh dan
memerangi Musyailamah. Dan yang membunuh adalah Al-Wahsyi. Dipenggal
lehernya. Lalu apa yang dilakukan Abu Bakar As-Shidiq ketika orang
muslim tidak mau membayar zakat. Karena apa? Karena menafsirkan ayat
"Khutmin Anwalihim Sodakotan tuttohirkibiha" itu dengan semau gue. Kata
sebagian mereka, itu kan perintah untuk mengambil zakat dari mereka
untuk membersihkan harta dan jiwa mereka. Tapi ini khutmin anwalihim ini
khitobnya kepada Muhammad yang masih hidup. Sekarang Muhammad sudah
mati. Maka sekarang tidak perlu lagi membayar zakat. Itu kata kelompok
ini. Begitu mendengar ini, Abu Bakar mendatangani dan mengatakan apa
bila Anda tidak membayar zakat dengan menafsirkan seperti itu, maka akan
kupenggal lehernya. Saya kasih waktu istitabah 3 hari. Untuk tobat atau
tetap dalam tafsir yang semau gue. Sebagian bertobat dan sebagian tidak.
Akhirnya perang ridah.  Relativisme itu hanya di dunia iblis. Dan
liberalisme itu hanya ada di dunia iblis. Mengakui eksistensi Allah tapi
melanggar aturannya. Inilah persoalannya. Oleh sebab itu saya yakin,
kalau pendapat Mas Dawam tetap dijalankan, pendapat Ibu Musda
dijalankan, dan pemerintah tidak ambil keputusan yang tegas maka akan
terjadi berbagai tindakan main hakim sendiri yang lebih dahsyat. Saya
beritahukan. Karena umat itu semakin paham tentang agamanya.
Penyelewengan aqidah jauh lebih berbahaya ketimbang narkoba. Karena
taruhannya adalah akherat. Nah oleh sebab itu saya ajak termasuk dari
Syiah Jalaludin Rakhmad. Kami ajak untuk berdebat. Anda yang benar atau
kami yang benar. Kapan. Di Bandung atau di mana. Semua saksi. Kita akan
adakan. Apakah kami yang sesat atau Anda yang sesat. Ya. dan Ahmadiyah.
 
Ging Ginanjar : Terimakasih.  Mudah-mudahan Anda bukan mengancam ketika
membicarakan akan ada main hakim sendiri lagi yang lebih dahsyat.
Silahkan pak Syafi'i Anwar. Mohon tenang sodara. 
 
Syafi'i Anwar :  Trimakasih. Setelah melihat diskusi kali ini, saya
berkesimpulan bahwa perspektif  atau paradigma diantara yang pro dan
kontra fatwa MUI memang sudah berbeda. Nampaknya sulit sekali untuk
ditemukan. Walau demikian saya memberikan kepada Pak Amidan yang bahwa
formulasi saya diterima. Persoalannya yang menjadi konsern adalah secara
langsung atau tidak ada upaya untuk menghalalkan kekerasan. Kekerasan
yang menurut saya mesti ditangulangi. Bisakah MUI tidak sekedar
menfatwakan yang sudah keluar dengan membuat fatwa baru yang isinya
jangan sampai ada kekerasan. Kenapa saya menerima sms cukup banyak dan
juga kalau kita siap dengan debat dan jihad termasuk yang disampaikan
sudara Fauzan. Saya tidak mengeti jihad ini dalam konteks apa. Apakah
diskusi atau juga saya dengar juga, bahwa markas JIL katanya akan
diserang. Kalau itu terjadi, kemana kita menuju negara ini. Saya kira
kita harus bertanya kepada hati nurani kita masing-masing. Di dalam
negara kesatuan, kalau itu terjadi, apakah MUI mau bertanggungjawab.
Apalagi ada cerita dari Garut seperti yang dibilang Mas Dawam tadi. Di
mana nurani  kita. Kalau itu terjadi kekerasan-kekerasan dan di luar
kontrol, karena saya bisa memahami bahwa fatwa adalah legal opinion.
Bisa diterima bisa tidak. 
 
Peserta :  Interupsi Pak. Meluruskan pernyataan Pak Syaiful Anwar. Bahwa
FPI dan Hizbut Tahrir akan menyerang JIL. Itu fitnah yang dilakukan oleh
Ulil. Kita sudah memberikan klarifikasi. Hizbut Tahrir tidak pernah akan
melakukan kekerasan sama sekali. 
 
Syafii Anwar :  Terimakasih kalau itu tidak terjadi. Tapi kita tidak
bisa kontrol orang-orang awam, saya berharap sekali bahwa itu tidak akan
pernah terjadi.  Kalau terjadi, itu mahal sekali harganya. Kita bisa
pecah belah. Karena kemudian akan ada pembalasan dst. Karena itu kita
minta pemerintah memberi jaminan. Juga MUI. Kalau perlu fatwa tambahan
jangan sampai ada kekerasan. Kalau sampai terjadi, saya tidak tahu
kemana negara ini. Itu yang saya harapkan. Perbedaan pendapat saya kira
wajar. Dari dua pendapat ini makin jelas bahwa titik tolak kita berbeda.
Tidak bisa kita merasa paling benar. Nomor satu adalah jangan sampai ada
kekerasan. Kalau sampai terjadi, saya tak mengerti kepada siapa kita
akan bertanya. Mungkin kepada rumput yang bergoyang.
 
 
Makruf Amin :  Setelah saya mendengar berbagai pendapat. Saya makin
yakin bahwa ulama harus memberikan bimbingan dan pedoman. Harus
memberikan fatwa-fatwa. Sesungguhnya fatwa ulama itu pertama adalah
membetulkan aqidah. Taskhikhul aqidah.  Jadi banyak aqidah yang
menyimpang. Memahami aqidah itu ada metodanya. Ada
manhaijfiqir-nya.Bukan seenaknya mau ngomong semaunya. Seakalnya. Itu
bukan agama itu. Itu mau-maunya sendiri. Walaupun di dalam agama itu ada
yang ditoler. Namanya wilayah kebolahen berbeda pendapat. Namanya
wilayatulmanhaj.  Ini harus ngaji dulu. Kalau ndak, ndak paham ini
memang. Harus ngaji dulu. Ini ada ilmunya. Wilataulmanhaj itu orang
boleh berbeda pendapat. Kalau di luar wilayah itu namanya
khuruuj'anilmanhaj. Dia sudah keluar. Dan ada kesepakatannya. Ada
ijma'-nya. Bukan orang per-orang. Seenak udelnya saja. Nah manhaj itu
adamanabit shohihah. Cara berpikir yang benar ada yang bilang tidak
benar.  Saya dari Qur'an, saya juga dari Qur'an. Bener ndak cara
memahami Qur'an. Dari mana Anda cara memahami itu. Di dalam memilih
pendapat ini, MUI menggunakan metode mana yang paling kuat. Yang unggul
dan tidak unggul. Bukan asal memilih. Sebab ada pedomannya.
Alhoqmubairirojih minal hoqmubairima anzallah. Memberikan hukum dengan
sesuatu yang tidak unggul sama dengan memberikan hukum dengan yang
selain dengan hukum Allah. Jadi kalau ada pendapat beda, dicari, mana
yang terunggul. Arjaul aqual namanya.   Karena itu ketika mengatakan
bahwa orang Islam tidak boleh mengawini wanita ahlulkitab itu disebut
kaul yang mu'tamat. Kaul yang dipegangi. 
 
 
Catatan : 
Sayang sekali, karena kendala teknis setidaknya ada dua pernyataan,
yakni dari perwakilan Ahmadiyah Lahore dan Dawam Rahardjo di penutup
diskusi yang tidak terekam. Tak ada unsur kesengajaan, ini murni karena
masalah teknis.  Akan sangat membantu kalau ada wartawan atau siapapun
yang sempat merekam utuh acara diskusi ini untuk melengkapi dengan
memberikan transkrip yang hilang tsb.
 
 
Salam
 
 
Tim Redaksi 
Kantor Berita Radio 68h Jakarta
89,2 FM
 






Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke