http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=7fbb984af657be4635b59d346b7ab799&jenis=c20ad4d76fe97759aa27a0c99bff6710


Membunuh Demokrasi dari Dalam 
Minggu, 31 Januari 2010 | 00:09 WIB   
     
Judul Buku    : Teologi Perlawanan; Islamisme dan Diskursus  Demokrasi di 

 Indonesia Pasca-Orde Baru

Penulis           : Masdar Hilmy, Ph.D

Penerbit         : Kanisius, Yogyakarta

Cetakan         : I, 2009

Tebal             : 320 Halaman

Peresensi      : Ach. Syaiful A'la, S.Pd.I*



Berbincang mengenai demokrasi, hampir semua pemikir besar menarik kesimpulan 
simplitis bahwa demokrasi adalah barang aneh bagi masyarakat Muslim. Dengan 
pendekatan budaya politik (political culture) kemudian mengatakan bahwa 
perilaku politik, instutisi politik, dan kinerja politik Islam yang tidak 
mendukung demokrasi berasal dari kultur Islam itu sendiri. Pendapat yang 
demikian itu dikeluarkan oleh Bernard Lewis, Ernes Gellner, Elie Kedourie, dan 
Samuel Huntington. Teori yang mereka pakai ingin mengatakan bahwa persoalan 
utama yang dihadapi demokrasi di dunia Islam bukanlah semata-mata 
fundamentalisme Islam, melainkan Islam itu sendiri.

Masdar Hilmy, melalui bukunya Teologi Perlawanan; Islamisme dan Diskursus  
Demokrasi di Indonesia Pasca-Orde Baru (2009), memberikan kontribusi penting 
dalam kajian Islam dan demokrasi di Indonesia pada masa pasca Orde Baru, 
terutama dalam konteks pemetaan kelompok Islamis dalam merespon isu demokrasi 
di Indonesia. Melalui pembahasan analisis-ekstensif, buku ini mengupas tuntas 
tentang dialektika Islamisme dengan modernitas.

Tumbangnya pemerintahan Orde Baru beralih masa reformasi sedikit (memang) 
memberikan angin segar bagi bangsa Indonesia termasuk golongan dan aliran 
kepercayaan (ideology) serta kebebasan berpendapat yang sebelumnya bersembunyi 
dan dibungkam oleh kekuasaan Seoharto. Meminjam istilahnya Nurcholis Madjid, 
era reformasi bagaikan kran air, yang kalau dibuka akan berhampuran kesana-sini.

Pasca jatuhnya rezim Soeharto, iklim perpolitikan di Indonesia mengalami 
perubahan yang sangat signifikan. Ketika Habibie menggantikan Soeharto mencoba 
mengambil langkah untuk mempercepat pemilihan umum (Pemilu) dan memberikan 
ruang yang sangat luas kepada masyarakat untuk terlibat langsung dalam berbagai 
macam partai politik.

Akibatnya berbagai  macam partai politik lahir - bagaikan jamur - dijadikan 
ajang tempat aspirasi dalam berkreasi dan berpartisipasi untuk membangun 
demokrasi yang hakiki. Bangsa Indonesia yang berada dalam posisi transisi 
antara otoritarianisme dan demokrasi berupaya membangun esensi demokrasi. 
Akibatnya, perhelatan politik semakin tajam dan kompetisi dilakukan oleh 
berbagai kalangan di tengah-tengah rakyat yang masih dalam kemiskinan.



Islamisme di Indonesia

Gerakan untuk mengistitusikan Syari'ah Islam dalam semua lini bentuk 
pemerintahan dan pengambilan kebijakan di Indonesia tumbuh subur setelah 
reformasi bergulir. Pada masa Orde Baru, Islamisme dikategorikan sebagai 
ekstrim kanan. Pemerintah Orde Baru mengambil pendekatan yang keras terhadap 
gerakan Islamisme. Politik reformasi yang ditandai oleh keterbukaan dan 
kebebasan politik telah memungkinkan politik Islamisme tumbuh subur. 
Kelompok-kelompok Islamisme mulai mewarnai kehidupan keagamaan, politik, 
ekonomi, sosial dan kebudayaan.

Meminjam bahasanya Greg Fealy dan Anthony Bubalo, Islamisme adalah suatu paham 
yang menyatakan bahwa Islam harus menentukan segala bidang kehidupan dalam 
masyarakat. Mulai dari cara pemerintahan, pendidikan, sistem hukum hingga 
kebudayaan dan ekonomi. Islamisme merupakan upaya untuk menegaskan kembali 
pesan-pesan politik, sosial dan ekonomi yang diperjuangkan oleh kelompok 
Islamis.

Dalam bidang keagamaan, Islamisme muncul dalam bentuk puritanisme Islam seperti 
yang berlangsung di Timur Tengah. Islamisme mengecam praktek keagamaan yang 
menyesuaikan dengan nilai-nilai lokal. Di Indonesia Islamisme juga mengecam 
bahkan mengkafirkan aliran-aliran dalam Islam seperti Ahmadiyah, komunitas 
Eden, Al Qiyadah al-Islamiyah, Darul Arqom, Darul Hadis dan kelompoknya Yusman 
Roy. Dengan mengecam dan mengkafirkan kelompok lain, Islamisme berniat 
menguasai secara total tafsir dan praktik keagamaan (Islam) yang ada.



Islam dan Demokrasi

Islam yang sejatinya berwajah lembut serta penuh sentuhan kasih sayang berubah 
garang kerap menampilkan kekerasan. Islam kini ditengarai pelepas pelatuk 
terorisme. Beragam kampanye menyeru perlunya curiga pada aktivisme muslim.

Islam adalah agama berisalahkan perdamaian serta cinta kasih. Islam terlahir 
sebagai agama rahmat bagi semua telah teruji kesahihannya. Hanya keterlibatan 
faktor lain yang begitu kompleks menjadi penentu terjadinya itu semua. Di 
Indonesia misalnya, di mana segala biang radikalisasi tertuju pada Islam patut 
diklarifikasi secepat mungkin. 

Menguak akar semangat Islamisme dilahirkan, tujuannya adalah demi kebangkitan 
atau pembaruan Islam. Islamisme sebagai pemantik ide sentral yang mengilhami 
Dunia Islam saat tengah berada dalam kemunduran dan bagaimana harus dibenahi. 
Ruh paham itulah, oleh kelompok besar Islamis diserap langsung dari Ikhwanul 
Muslimin Mesir sebagai inspirasi dengan menjadikan warisan tradisi 
revivalis-reformis yang berniat menggerakkan perkembangan sejarah Islam.

Realitas suram demokrasi di pelbagai wilayah Muslim menyisakan tanda tanya 
besar tentang potensi tumbuhnya demokrasi di wilayah ini. Hal itu tercermin 
pada minimnya penerimaan masyarakat Muslim terhadap demokrasi dengan tidak 
terbentuknya sistem demokrasi dalam politik, tidak tersedianya prasyarat 
stabilitas ekonomi dan politik, tidak adanya pengalaman sejarah pertentangan 
otoritas agama dan politik, adanya konsep ummah yang kemudian mengancam konsep 
nation-state, dan tingginya angka kriminalitas yang menjadi isyarat sikap dan 
prilaku intoleran.

Memahami Islamisme di era reformasi tidaklah sesederhana seperti dalam bayangan 
banyak orang. Islamisme adalah sebuah entitas dan tidak tunggal, namun dinamis 
dan penuh teka-teki. Untuk membongkar persepektif tersebut, buku ini adalah 
jawabannya. Selamat membaca



* Direktur Komunitas Baca Surabaya (KOMBAS), Alumnus IAIN Sunan Ampel Surabaya. 
HP. 081703039434


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke