Rancangan Kekerasan terhadap Perempuan 

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/11/swara/2499099.htm

Maria Hartiningsih

Penerbitan Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi atas 
inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat tak dapat dilepaskan dari 14 produk 
kebijakan sejenis di tujuh kabupaten dan kota di tiga provinsi serta 
di tingkat nasional.

Semua ini merupakan bagian dari kecenderungan umum dimulai tahun 
2000, terkait dengan semakin menguatnya semangat konservatisme dan 
fundamentalisme agama.

Itulah intisari catatan tahun 2005 Komisi Nasional Antikekerasan 
terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang diluncurkan di Jakarta 
awal pekan ini.

Kami menolak RUU APP bukan karena menghalangi upaya penanggulangan 
pornografi, tetapi karena materi RUU itu lebih tentang pengaturan 
perempuan, ujar Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap 
Perempuan (Komnas Perempuan) Kamala Chandra Kirana tentang RUU APP 
yang mendapat penolakan keras dari berbagai komponen masyarakat itu.
Catatan itu menunjukkan sedikitnya delapan pasal dalam RUU itu 
mengatur perempuan berpakaian dan berkelakuan. Akademisi dari 
Universitas Indonesia, Dr Gadis Arivia, dalam peluncuran bukunya 
Feminisme: Sebuah Kata Hati di Jakarta, 8 Maret 2006, kembali 
menegaskan, RUU itu tidak sekadar mengandung kecurigaan terhadap 
perempuan, tetapi memusuhinya, seolah-olah tubuh perempuan kotor dan 
berbahaya.

Kalau disahkan, RUU itu akan mensyaratkan pembentukan sebuah badan 
khusus bagi implementasinya.

Dengan demikian, negara akan menjadi pelaku diskriminasi sistematik 
terhadap warga negaranya sendiri, khususnya yang berjenis kelamin 
(biologis) perempuan.

Catatan Komnas Perempuan itu juga mengingatkan, produk kebijakan 
tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari produk-produk 
kebijakan lain yang bertentangan dengan asas keberagaman dalam 
kehidupan berbangsa dan bernegara.

Contohnya terdapat dalam perda dan surat-surat edaran bupati mengenai 
seragam kerja, kesusilaan, pelacuran, busana muslim, pemulihan 
keamanan dan ketertiban berdasarkan ajaran moral, agama, etika, nilai-
nilai daerah, serta tentang peningkatan kualitas ketakwaan dan 
keimanan di Kabupaten Cianjur, Garut, dan Tasikmalaya di Provinsi 
Jawa Barat, dan Kota Tangerang di Provinsi Banten.

Selain itu juga ada perda-perda amar maruf nahi munkar, meliputi 
perda tentang zakat, baca tulis Al Quran dan busana muslim, 
perjudian, miras, narkoba, serta prostitusi di Kabupaten Enrekang, 
Maros, Bulukumba di Provinsi Sulawesi Selatan. Di tingkat nasional 
berupa Keputusan Fatwa Munas VI MUI tentang pengiriman tenaga kerja 
wanita ke luar negeri.

Konsep berbangsa yang didasarkan pada asas pluralisme sedang 
ditantang dan sebuah hegemoni baru yang diskriminatif sedang 
dikerahkan, ujar Kamala.

Kekerasan demi kekerasan

Catatan tahunan 2005 itu merekam peningkatan angka kekerasan dalam 
rumah tangga sampai 45 persen dibandingkan tahun sebelumnya; sekitar 
20.291 kasus KDRT dari 14.020 kasus, yang ditangani 215 lembaga di 29 
provinsi.

Ada delapan produk kebijakan di tingkat daerah dan nasional yang 
sangat berarti dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan 
dan penegakan hak perempuan. Dua provinsi yang memimpin adalah 
Bengkulu dan Jawa Timur.

Namun, kelegaan itu disapu oleh kekerasan terhadap perempuan di ruang 
publik oleh state actors. Kekerasan itu diakibatkan oleh kebijakan 
negara dan aparat negara. Begitu ditegaskan Myra Diarsi, aktivis dan 
salah satu komisioner Komnas Perempuan.

Inti semua peraturan itu adalah menyerang integrasi perempuan dan 
menghambat mereka memperoleh hak-hak asasinya, tegasnya.

Serangan terhadap kedaulatan perempuan atas nama kesusilaan yang 
paling akhir terjadi di Tangerang setelah Pemerintah Kota Tangerang 
memberlakukan Perda Nomor 8 Tahun 2005 tentang Larangan Pelacuran 
Tanpa Pandang Bulu.

Perda itu menyebutkan, Setiap orang yang sikap atau perilakunya 
mencurigakan sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia/mereka 
pelacur, dilarang berada di jalan-jalan umum atau di tempat lain..., 
(Pasal 4).

Penggunaan ancaman dan teror bagi media yang menyiarkan peristiwa 
penangkapan perempuan yang dituduh sebagai pelacur dan langsung 
disidang itu, menurut Myra, merupakan show of force untuk menunjukkan 
dukungan masyarakat.

Pihak yang mencoba menjelaskan duduk persoalan dan berpikir secara 
jernih (mengenai persoalan itu) dianggap sebagai liyan (the other) 
dan ditakut-takuti dengan moralitas agama.

Padahal UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan jelas 
menyatakan, Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau 
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan 
(Pasal 145, Nomor 2).

NAD

Kebijakan tentang pemberlakuan Syariat Islam di Nanggroe Aceh 
Darussalam (NAD) mulai dijalankan tahun 2005, ditandai dengan 
munculnya organ-organ negara yang baru, seperti Dinas Syariat Islam, 
Wilayatul Hisbah (WH/Polisi Syariat), Majelis Permusyawaratan Ulama, 
dan Mahkamah Syariyah.

Rencana Mahkamah Agung RI untuk menciptakan mekanisme tersendiri 
untuk kasus-kasus banding dari Mahkamah Syariyah NAD semakin 
memastikan integrasi Syariat Islam NAD ke dalam kelembagaan hukum 
nasional.

Menurut catatan tahunan 2005 itu, berdasarkan pemantauan di media 
lokal di NAD, dari 46 kasus pelanggaran qanun (peraturan daerah) 
selama tahun 2005, sekitar 70 persen di antaranya (32 kasus) 
menyangkut perempuan sebagai terdakwa dan terhukum. Secara terpisah, 
LBH APIK Aceh melaporkan sepanjang tahun 2005 terdapat 30 kasus 
penangkapan terhadap perempuan terkait dengan pemberlakuan Syariat 
Islam.

Kenyataan ini menegaskan apa yang dikatakan peneliti dan ahli agama 
Islam, Dr Musdah Mulia, bahwa sasaran utama praktik penerapan Syariat 
Islam di NAD adalah perempuan.

Aparat WH dalam suatu razia jilbab di Lhok Seumawe dengan jelas 
menyatakan, Salah satu penyebab bencana terjadi di Aceh karena 
perempuan enggak pakai jilbab, demikian dikutip catatan tahunan itu.
Syarifah Rahmatillah, aktivis Mitra Sejati Perempuan Indonesia 
(Mispi) Banda Aceh, mengatakan, kabarnya di Bireuen akan diberlakukan 
fatwa dari Majelis Permusyawaratan Ulama mengenai jam malam. Fatwa 
itu belum disebarkan. Kami juga baru tahu dari media.

Fatwa itu harus diujicobakan di masyarakat sebelum diterapkan, kata 
Syarifah. Bagaimana kalau janda, perempuan tidak bersuami dan tak 
punya saudara laki-laki harus keluar malam dalam situasi darurat, 
misalnya ke rumah sakit?

Kebebasan perempuan berpendapat pun terancam. Seorang tokoh perempuan 
pengusaha setempat dituduh melakukan penghinaan pribadi dan terhadap 
institusi Dinas Syariat Islam Lhok Seumawe karena memberi masukan 
agar perempuan dilibatkan dalam pembangunan daerah dan agar WH 
direkrut dari mereka yang bisa dijadikan panutan masyarakat.
Jika salah rekrut akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 
Misalnya, di kampung saya, WH direkrut dari mantan penjudi dan 
pemabuk, ujar perempuan itu, seperti dikutip dari catatan tahunan 
Komnas Perempuan itu. Saat ini kasus tersebut masih dalam proses 
hukum.

Seperti dikemukakan aktivis Suraiya Kamaruzzaman, orang Aceh takut 
mempertanyakan cara-cara penerapan Syariat Islam karena dihadang oleh 
tuduhan Anti-Islam.

Padahal, ruh Islam sudah sangat kental di Aceh jauh sebelum Syariat 
Islam dilembagakan. Jadi saya mempertanyakan Islam yang mana, tanya 
Suraiya.

Pereduksian

Agama, menurut budayawan Dr Toeti Heraty Noerhadi, merupakan jawaban 
yang mudah membuat orang bungkam dan dibungkam. Dengan itu masalah 
ketidakadilan tak bisa dilontarkan dengan leluasa.

Ilmuwan dan pengajar pada Departemen Filsafat Universitas Indonesia, 
Dr Haryatmoko, menambahkan, persoalan besar, seperti kemiskinan dan 
utang, saat ini telah direduksi sebagai persoalan moral, direduksi 
lagi ke dalam kelamin biologis, lalu direduksi lagi sebagai kelamin 
(biologis) perempuan. Ini juga terjadi di Eropa, khususnya Inggris, 
ketika diserang krisis ekonomi dan kemiskinan pada abad ke-19.
Myra Diarsi merekam pernyataan politik para pejabat dan politisi yang 
secara eksplisit menyatakan bahwa sumber dari banyak masalah saat ini 
adalah kebobrokan moral bangsa.

Ketidakmampuan menyelesaikan masalah ekonomi, sosial dan kebudayaan, 
termasuk flu burung, busung lapar, dan polio, direduksi ke dalam 
persoalan moral dan disempitkan sebagai moral perempuan. Mereka 
melemparkan semua tanggung jawab kepada tubuh perempuan, tegas Myra.

SURAiYA KAMARUZZAMAN






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing
http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Milis Wanita Muslimah
Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat.
Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com
ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages
Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com
Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED]
Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com
Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com

This mailing list has a special spell casted to reject any attachment .... 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke