Berapa hari lalu saya membaca artikel yg dikirim ke milis ini yg 
isinya SBY memerintahkan para duta2 RI di LN untuk melakukan protes 
melalui nota diplomatik apabila terjadi kasus TKI di LN mendapat 
penyiksaan atau tidak mendapat hak2 sbg pekerja di LN. Inilah 
saatnya duta RI di yemen dan di Jerman beraksi mematuhi perintah 
presiden. Tapi yg saya baca dibawah kok tidak ada aksi apapun dari 
KBRI di jerman ya. Yang menolong malah LSM.
perintahe presiden kok gak dipatuhi..?

kayung

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Sunny" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> http://www.gatra.com/artikel.php?id=111717
> 
> 
> Perbudakan TKI
> Aksi Kejam Sang Diplomat
> 
> 
> Penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) kembali terjadi. Selama 
empat tahun bekerja di rumah majikannya, Hasniati --sebut saja 
demikian-- mengalami tekanan fisik dan mental yang luar biasa. Tubuh 
perempuan 28 tahun itu kurus akibat kekurangan gizi dan mengidap 
penyakit tuberkolosis (TBC) akut. Pelakunya seorang diplomat 
berkebangsaan Yaman yang hidup menduda.
> 
> Hasniati bekerja sebagai pembantu rumah tangga di sebuah apartemen 
di Ibu Kota Jerman, Berlin. Selayaknya, pada akhir pekan ia bisa 
berjalan-jalan menikmati atraksi seniman jalanan di Postdamer Platz, 
dekat apartemen majikannya. Namun, yang ia alami justru kejadian 
memilukan. Perlakuan yang diterimanya sungguh di luar batas 
kemanusiaan.
> 
> Hasniati berasal dari Labuan Bajo, Flores. Pada usia 25 tahun, ia 
menjadi janda cerai dengan satu anak. Karena beratnya beban hidup 
yang harus ditanggungnya, pada 2002, ia terbuai rayuan agen tenaga 
kerja yang menawarinya bekerja di luar negeri. Oleh agen tenaga 
kerja itu, Hasniati dijanjikan bakal dikirim ke Timur Tengah. 
Setelah tiga hari berada di penampungan di Jakarta, ia diterbangkan 
ke Kairo, Mesir, dan langsung bekerja untuk seorang diplomat asal 
Yaman yang hidup menduda, sebut saja bernama Mahmud.
> 
> Perlakuan Mahmud terhadap Hasniati begitu buruknya, sampai membuat 
hari-harinya penuh dengan ketakutan. Baru satu minggu bekerja, 
Hasniati sudah kena pukul karena dianggap tak becus bekerja. Namun 
perempuan bertubuh kecil itu tak berani melawan sang majikan, 
apalagi paspor dan barang barang berharga miliknya ditahan. Pada 
2004, ia mengikuti Mahmud yang berdinas di Berlin. Selain itu, putra 
Mahmud sedang kuliah di sana. Hasniati punya sedikit harapan, mudah-
mudahan, di negeri Barat itu, perlakuannya jadi lebih baik.
> 
> Ternyata sami mawon. Hasniati praktis disuruh bekerja selama 24 
jam. Nonton televisi dan menggunakan telepon diharamkan majikannya. 
Ia wajib bangun pukul 6 pagi, membersihkan apartemen, dan menunggu 
majikannya bangun pada pukul 9.30. Barulah ia diizinkan masuk dapur 
untuk mempersiapkan makanan khas Timur Tengah. Makan siang setiap 
pukul 5 sore, dan malam pukul 1 dini hari.
> 
> Meski setiap hari harus membanting tulang, Hasniati hanya mendapat 
jatah makan satu lembar roti dan secangkir teh. Majikannya membatasi 
makannya. Hasniati hanya boleh makan nasi, tomat, dan cabe. Jangan 
coba-coba membuka lemari es. Kalau tidak, pukulan melayang di 
badannya yang ringkih. Selain hanya untuk menyiapkan makan 
majikannya, ia sama sekali tak diizinkan masuk dapur. Jadi, Hasniati 
harus berdiam di kamar mungilnya yang dilengkapi kamar mandi, dan 
harus segera datang bila diperlukan.
> 
> Bila sang majikan pergi berlibur dengan putranya, Hasniati 
ditinggal sendiri di apartemen dalam keadaan terkunci, selama 
berhari-hari!
> 
> Cuaca musim dingin merupakan neraka baginya. Selimut, kaus kaki, 
mantel, atau baju hangat tidak didapatnya selama tinggal di Jerman. 
Tak mengherankan bila ia menderita batuk tiada henti. Karena kondisi 
tubuhnya yang makin lemah, Mei 2007, Hasniati diantar supir keluarga 
untuk diperiksakan ke dokter. Dokter mendiagnosa perempuan malang 
itu kekurangan gizi dan menderita tuberkolosis akut. Seketika itu 
juga, dokter mengharuskan Hasniati diisolasi dan dikirim ke rumah 
sakit untuk dirawat.
> 
> Beberapa hari dalam perawatan, seorang pemuda Arab kerap datang ke 
rumah sakit tempat Hasniati dirawat. Pemuda itu terus mendesak pihak 
rumah sakit untuk memulangkan Hasniati, karena harus kembali bekerja.
> 
> Seorang petugas sosial di rumah sakit itu mulai mencium ada 
ketidakberesan, karena Hasniati terus-terusan dituntut pulang oleh 
pemuda Arab itu. Apalagi Hasniati mengalami penyakit yang jarang 
diderita warga Jerman, berat tubuh yang jauh di bawah normal, 
pakaian yang tak layak musim, hanya bisa sedikit berbahasa Arab, dan 
tak tanpa membawa dokumen. Petugas sosial itu lalu menghubungi LSM 
Ban Ying, yang bergerak dalam penanganan kasus perdagangan manusia 
dan perlindungan perempuan asal Asia Tenggara. Dengan berbagai 
upaya, LSM yang berpusat di Berlin itu akhirnya bisa menampung, 
mengurus kesehatan Hasniati, sekaligus mengupayakan penyelesaian 
kasus yang menimpanya hingga sekarang.
> 
> Selama Hasniati berada dalam perlindungan LSM itu, semakin 
terungkap kekejaman majikannya. Ternyata, tak satu sen pun upah 
Hasniati selama 4 tahun bekerja, dibayarkan Mahmud. Padahal, salah 
satu syarat pemerintah Jerman bagi para diplomat yang membawa 
pekerja rumahtangga diwajibkan menaati standar jam kerja dan standar 
gaji, bekerja 40 jam dalam seminggu (atau 5 hari kerja), mendapat 
asuransi kesehatan, menyediakan makanan dan tempat tinggal, serta 
digaji minimal 750 Euro per bulan. Seharusnya, selama tinggal di 
Jerman, Hasniati berhak menerima upah 23.250 Euro. Ini belum 
termasuk upah dua tahun bekerja di Kairo yang dijanjikan sebesar 150 
dolar AS per bulan.
> 
> Meski pelanggaran HAM yang sudah dilakukan Mahmud begitu jelas, 
polisi tak dapat menangkapnya, karena Mahmud memiliki kekebalan 
diplomatik.
> 
> Dengan bantuan LSM Ban Ying, Hasniati kini didampingi pengacara 
dan telah memperoleh visa izin tinggal khusus seumur hidup di 
Jerman. Visa ini diberikan oleh otoritas tertinggi kota Berlin, 
dengan pertimbangan, Hasniati mengalami penganiayaan hak sipil. Di 
samping itu, Hasniati mendapat paspor yang telah diperbarui dari 
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Berlin.
> 
> Pihak KBRI, yang diwakili Kepala Konsuler Sihar Nadeak, 
membenarkan terjadinya kasus yang menimpa TKI itu. "KBRI telah 
memberikan paspor untuk lima tahun, dengan pengertian, jangan sampai 
(Hasniati, Red) berstatus ilegal dalam penyelesaian masalah di 
Jerman," ungkapnya, saat dihubungi Gatra.com lewat telepon, belum 
lama ini. Kasus ini telah dilaporkan ke Jakarta. Meski bekerja untuk 
diplomat asing, Hasniati tidak pernah difasilitasi untuk lapor diri 
ke KBRI.
> 
> LSM Ban Ying juga mengupayakan pembicaraan dengan kedutaan Yaman 
dan Kementrian Luar Negeri Jerman di Berlin, guna penyelesaian kasus 
tersebut. Saat pertemuan, Duta Besar Yaman untuk Jerman menanggapi 
kasus itu dengan serius. Namun hingga kini, negosiasi itu belum 
menunjukkan perkembangan berarti, meski kedutaan Yemen berupaya 
membayarkan tiga bulan gaji Hasniati. Ketua LSM Ban Ying, Nivedita 
Prasad, berharap agar Pemerintah dan masyarakat Yaman diinformasikan 
mengenai hal tersebut.
> 
> Desember 2007, dokter menyatakan bahwa Hasniati dinyatakan telah 
pulih sepenuhnya. Hasniati menyatakan rasa syukurnya karena kasusnya 
ditangani dengan baik oleh para aktivis Ban Ying. Apalagi sekarang 
ia diberi fasilitas untuk mengikuti kursus bahasa Jerman. Namun 
Hasniati belum berkeinginan pulang ke kampung halamannya, "Kasus 
saya belum selesai. Dan kalau pulang, saya bawa apa?" keluhnya. 
Sedangkan Mahmud hingga kini tenang-tenang berdinas di Berlin, hukum 
setempat tak mampu menyentuhnya. Miranti Hirschmann 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke